WITD 10. GEJOLAK AMARAH
Yusril tidak ingat sudah berapa lama dia berkeliling demi menemukan Mandala. Dia juga tidak ingat sudah melakukan apa saja selama masa pencariannya. Yang Yusril ingat hanyalah ucapan Tala, gadis anggun dengan penampilan jaman kuno. Di mana rambut panjang dikepang dua, juga topi dengan bentuk atasnya sedikit ditekan ke dalam dan bagian tepi topi mempunyai sedikit lengkungan. Terlihat manis bisa dipandang.
Namun, saat dirinya kembali mengingat bagaimana senyum remeh gadis itu, Yusril kembali mendengkus, ia kesal, ia juga marah. Belum lagi, ucapan pria tua yang tiba-tiba datang mendekat ke arahnya.
Yusril tidak takut, tetapi ia sangat terkejut ditambah pria itu sedang membawa senapan yang ada di balik punggung tuanya. Ia meringis ketika tangan tua itu menekan sedikit keras pada bahunya yang terluka. Bukannya senang, Yusril justru langsung menyingkirkan tangan itu dan berdiri sedikit menjauh dengan kesal tatapan itu ia berikan pada pria tua di depannya.
"Saya rasa kamu bukan berasal dari kota ini, bukan?" tanya pria itu dengan senyum tipis juga tatapan mata tua yang memandang terus ke arah Yusril.
Sementara pemuda itu sudah mengusap bagian belakang lehernya beberapa kali. Bukan karena takut, sekali lagi ia hanya bingung karena tempat yang disinggahinya bukanlah tempat ramai. Bahkan langit saja sudah mulai gelap, ia hanya penasaran terlebih dengan melihat pakaian pria tua di depannya begitu menyedihkan.
"Pak tua, apa yang ingin kamu katakan sebenarnya," ucap Yusril akhirnya.
Pemuda itu sudah sangat gemas juga kesal melihat tatapan mengintimidasi pria tua itu. Bukan hanya kesal, dadanya bahkan sudah berdebar kencang menahan amarah bergejolak sejak tadi. Tetapi, pria itu belum mau mengatakan apa pun selain menatap wajah Yusril cukup lekat dengan mata tuanya.
"Ada wajah yang sama di balik gedung ini, dia remaja kurus, dengan penampilan lusuh, siapa dia aku tidak tahu. Kamu mungkin mengenalnya."
"Siapa?"
Pria tua itu menaikkan kedua bahunya tanda tak peduli, bahkan sudah melangkah pergi meninggalkan Yusril seorang diri. Di depan gedung bernuansa klasik seakan sedang berada di negara eropa. Yusril menoleh ke kiri dan ke kanan, kedua matanya membelalak sempurna ketika melihat seorang remaja tidak begitu tinggi, menggunakan pakaian seperti pelayan bar, Yusril pun terdiam sejenak, memerhatikan bagaimana remaja itu melayani para pengunjung yang hendak masuk ke dalam gedung.
Matanya menatap lurus tak berkedip sedikitpun ketika sosok yang ia lihat. Bahkan tanpa sadar kakinya mulai melangkah memasuki gedung tempat para pejabat berkumpul semua di dalamnya. Yusril kembali mengedarkan pandangnya memerhatikan interior gedung yang tidak begitu asing, ia seperti melihat DEMANIA, kota kelahirannya. Bahkan, saat kakinya berhenti di depan anak tangga yang menghubungkan lantai dasar dan lantai dua, ia kembali dikejutkan oleh sosok remaja tengah berjalan menuruni anak tangga. Kedua matanya tak berkedip, seolah ia telah menemukan Mandala, adik kecil kesayangannya.
"Apa Kakak sedang mencari seseorang?'
Sontak suara lembut itu mengejutkan Yusril. Dari arah belakang ia pun berbalik, di sana sudah ada Tala, gadis anggun dengan senyum manisnya sedang menatap Yusril heran.
"Kamu di sini? Bagaimana bisa ?" tanyanya heran.
Tala menggeleng, gadis itu tersenyum seraya menunduk kemudian kembali menatap wajah datar juga tatapan membunuh Yusril dengan ramah. Gadis itu sempat menyentuh lengan pemuda itu dengan lembut. Sementara Yusril hanya diam saja, ia tidak berkedip sedikit pun.
"Masih sakit?" tanya Tala. Yusril menggeleng, lalu menyingkirkan tangan Tala dengan kasar.
"Kenapa menatapku begitu?" tanya Tala kembali, karena heran gadis itu melangkah mundur sedikit. Sedangkan Yusril masih terus memerhatikan wajah Tala dengan lekat.
Yusril diam, tetapi arah pandangnya beralih ke arah belakang Tala, di sana ia melihat pria berjubah dengan topeng tengah duduk di antara para tamu. Bukan hanya itu, ia juga melihat sosok pelayan yang sama seperti yang ia lihat sebelumnya.
"Ada apa?"
Yusril tidak menjawab, pemuda itu bahkan seperti tidak melihat Tala yang sedang memerhatikan dirinya sejak tadi. Ia terlalu fokus dengan pelayan yang berkeliaran di depan sana, hingga sebuah tangan besar lebih dulu memukul sebelah pipinya dengan keras. Yusril terkejut, ia hampir tersungkur jika tangan lain tak menahan tubuhnya.
"Berani membawa putri keluar, apa maumu?" tanya pemuda itu.
Sebelah alis Yusril terangkat, ia tidak mengerti, ia hanya memandang Tala dalam diam. Tatapan tajam ia layangkan pada gadis anggun itu, seolah muak dan kesal mendengar tuduhan tak beralasan pemuda di depannya.
"Aku mana berani membawa anak gadis raja gila keluar, bukankah urusan penjagaan ada ditangan kalian?" Jawab Yusril.
Senyum remeh ia berikan pada pemuda itu, sambil menahan perih pada pipi juga bibirnya yang ternyata sedikit berdarah. Lagi ia kembali menatap wajah menyebalkan pemuda di depannya, tak hanya tatapan tajam ia layangkan pada pemuda itu, kakinya pun ikut melangkah membuat pemuda di depannya perlahan melangkah mundur saat Yusril menodongkan pisau kecil kebanggaannya.
"Kamu pikir pukulanmu membuatku jera? Kamu tidak salah memilihku sebagai musuhmu, kan?" ucap Yusril. Kaki jenjangnya terus melangkah membuat pemuda itu berhenti tepat pada tembok di belakangnya.
"Ingat, aku datang kemari tidak ada hubungannya dengan gadis itu. Kamu pikir, tujuanku ingin menculiknya? Otakmu sungguh kecil sampai sejauh itu memikirkannya."
"Jaga bicaramu, ini GRATINDA. Kota kebanggaan para pejabat tinggi."
Yusril tertawa sampai perutnya sakit, kemudian melangkah mundur sambil mengusap kedua matanya karena apa yang didengarnya sangat lucu. Padahal Yusril tahu, pemuda itu setengah mati menjaga harga dirinya agar tidak ketahuan kalau sudah berkhianat dengan kota sebelah.
Yusril kembali tenang, tapi dengan gayanya yang menyebalkan, Yusril kembali memandang pemuda di depannya tak lupa sebelah alisnya terangkat juga bibirnya tersenyum miring, sambil menggeleng pelan, ia berdecak. Dengan tatapan tajam penuh amarah Yusril pun mengangkat sebelah tangannya, lalu mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah pemuda itu.
"GRATINDA hanya sebuah nama di balik mulut kotor para pejabat bermuka dua."
"Turunkan tangan motormu!"
Yusril melengos, ia menarik tangannya dengan kesal, ia sudah menahan diri untuk tidak melawan, tetapi pemuda di depannya justru menghidupkan api membara di dalam tubuhnya. Hingga, satu gores di lengannya berhasil membuat pemuda itu menjerit kesakitan.
Suara gaduh mulai terdengar di ruangan itu, bukan hanya suara jerit, tetapi beberapa penjaga dan pelayan sudah berhamburan mengamankan para pengunjung.
"Jangan ajari aku tentang etika, karena aku tahu matamu jauh lebih berbahaya dari ucapanku."
Ucapan Yusril terdengar menakutkan dengan wajah datar juga tatapan tajam tanpa berkedip. Kedua matanya sudah berwarna merah, giginya pun terlihat saling bergesekan dengan senyum licik itu membuat Yusril semakin menyeramkan.
Bahkan, tangan kanannya sudah mencengkram kuat bagian leher pemuda di depannya. Ia tidak memberikan sedikit napas untuk pemuda itu, ia juga tidak membiarkan siapa pun mendekat untuk membantu. Ia hanya fokus pada apa yang ada di depannya.
"Cukup!"
Suara lembut, tetapi terdengar bergetar itu membuat Yusril berhenti sejenak, walau tangannya masih belum melepaskan mangsa, ia melirik ke sebelah kiri. Di sana Tala berdiri, sambil memegang kedua sisi pakaian yang dikenakannya gadis itu memberanikan diri untuk menatap wajah Yusril.
"Hentikan, ini bar. Tempat ini ramai, apa kalian tidak malu bertengkar di sini?" katanya.
Bukan Yusril tak ingin mendengarkan, tetapi hatinya sudah sangat gerah mendengar pemuda di depannya memandang remeh terus setiap kali bertemu. Walau mereka baru bertemu beberapa kali usai jamuan makan malam dua hari lalu.
Yusril muak, ia sudah bosan menjadi ramah, ia hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada mereka yang menghinanya dengan manis. Tetapi, sekali lagi, ucapan itu seolah hanya angin lalu yang terdengar samar di pendengarannya.
Namun, sebelum semuanya berakhir ia menarik paksa baju pemuda di depannya lalu kembali mendorongnya dengan kuat hingga punggung juga kepala pemuda itu menghantam kuat tembok di belakangnya.
Tak hanya mendorongnya, Yusril juga kembali menarik kuat bajunya hingga leher pemuda itu tercekik dan melemparkan tubuhnya begitu saja seolah tubuh itu adalah sampah.
"Jangan ajari aku tata bahasa, kalau mulutmu saja penuh dengan kuman." ucap Yusril, ketika kembali mendekati pemuda yang berusaha bangun.
Dalam amarah, Yusril tak akan mau mendengarkan siapa pun kecuali Mandala. Hanya anak itu yang mampu mengendalikan amarahnya walau tahu akan ada yang terluka. Tetapi, suara Mandala sudah seperti obat, bukan hanya kehadirannya saja yang Yusril butuhkan.
Kini, tak ada sosok Mandala dan Yusril tak bisa mengendalikan itu sendirian. Walau sudah berusaha, ia akan merasa gelisah sepanjang waktu pada akhirnya.
"Tunggu."
Suara itu, berhasil menghentikan langkah Yusril yang kembali akan menghajar pemuda di depannya. Tak hanya auranya saja, tetapi pemuda itu sudah menggenggam erat pisau kecil di tangan kirinya.
"Ruangan ini akan tutup kalau kamu membuatnya sampai mati."
Yusril masih diam, ia enggan berbalik menatap siapa yang bicara, karena tujuannya adalah pemuda hina yang kini sudah sekarat di bawah kakinya.
"Seret saja dia, mau kamu habisi, itu urusanmu. Tapi tidak di sini," ucap orang itu tanpa takut.
Bahkan tatapan kesalnya pun terlihat jelas oleh pengunjung yang ada di sana. Bagaimana tidak, karena ulah Yusril bar itu seketika kacau, kursi yang tertata rapi juga para pengisi acara sudah berhamburan. Sedang ia hanya seorang pelayan biasa yang tengah mencari sesuap makan di tempat itu, lalu berantakan karena ulah dua manusia gila seperti Yusril.
"Kamu pikir, ucapanmu akan aku dengar?"
"Tentu! Ini tempatku, karena kalian semua pengunjung di sini takut."
"Aku tidak peduli."
Mendengar ucapan Yusril, membuat pelayan muda itu kesal, ia juga melemparkan sebuah nampan ke arah Yusril, sampai membuat beberapa pengunjung yang tengah menyaksikan itu histeris, beruntung Yusril bisa menghindar, tetapi dengan cepat pula tangan kanannya Yusril berhasil menarik paksa pemuda di depannya. Pemuda itu hanya bisa berteriak memohon ampun, tetapi tak ada satu pun dari mereka mau menolong untuk mendekat.
"Berhenti kataku!"
Secepat kilat, tatapan tajam itu berubah teduh saat melihat siapa pelayan muda yang menarik bahunya dengan paksa sampai kedua mata mereka saling pandang.
"Aku sudah katakan, apa kamu tidak punya telinga?!"
"Aku..."
Dengan ragu, Yusril memiringkan kepalanya memandang sosok di depannya cukup lekat. "Di sini rupanya."
Namun, bukan jawaban yang Yusril dapat, melainkan sebuah tamparan mendarat di pipi kirinya.
"Pemuda gila."
⚓⚓
Yuhuuu, apa kabar? Akhirnya Yusril kembali. Kali ini cukup panjang karena kesal juga lama-lama sama si Yusril yang gak peka peka 🤭 bercanda 😄
Gimana, kalian udah kenalan belum nih sama pawangnya Yusril ? Kalau gitu yuk kenalan, siap tahu kepincut nanti jadi besan deh 🤭
Yaudah, kalau gitu kenalan deh, ini adik kecil kesayangan Kakak Yusril.
Mandala Aksara Yuda.
Terima kasih sudah berkunjung, jangan lupa tinggalkan jejak supaya aku makin semangat nulisnya. 💃💃💃 Lope gede sampai jumpa di chapter selanjutnya 🥰🥰🥰🥰
Publish, 20 September 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro