Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15

Kakiku memutari setiap rak dengan mata mengintai bagai elang mencari mangsa. Sasaranku adalah testpack. Aku panik banget karena tadi pagi aku mual sampai memuntahkan semua nasi uduk pemberian Pak Tarjo. Terus siangnya aku menandaskan rujak mangga muda milik Mbak Intan. Disambung sorenya aku ingin banget makan lamian dan pangsit goreng. Belum lagi aku jadi sensitif sama bau-bauan. Kayak tadi aku kesal sama parfum baru Pak Gerry yang menusuk. Dia kalau ganti parfum tuh harusnya beri peringatan dulu. Aku jadi nggak perlu sampai pusing. Intinya, aku itu panik karena Mbak Intan bilang aku kayak ibu hamil yang banyak ngeluh soal bau dan ngidam yang ribet padahal di depan kantor ada mi ayam gerobak yang super maknyus dan murce.

Panik nggak? Ya, panik dong!

Gila apa kalau aku sampai hamil padahal baru satu kali diterobos. Memang enak pas di-unboxing, tapi nggak sampai hamil juga. Mana mau Ganta tanggung jawab sama anak ini. Sampai sekarang saja aku masih ketar-ketir setiap Louis menyebutkan pesanan Ganta. Aku takut ketahuan pernah jebak dia sampai bobo bareng. Bagus kalau dia fine-fine aja. Gimana kalau dia mau balas dendam merasa keperjakaannya aku rebut? Tapi aku nggak benar-benar tahu Ganta masih perjaka atau nggak. Ada yang tahu bedanya cowok bersegel dan second?

Apotik di mall ini bikin pusing. Rak-raknya kebanyakan barang impor berupa skincare. Mau bertanya ke staf, kok aku malu ya?

Ah, ketemu!

Beragam testpack berjajar di rak bersama-sama vitamin ibu hamil, pembalut, dan bermacam keperluan wanita dewasa. Tanganku terhenti di udara akibat kegalauan menerjang. Terlalu banyak pilihan dan aku nggak punya pengetahuan mana testpack yang sesuai untukku.

"Shellaput."

Bulu kudukku sontak berdiri. Suara ini bagai sambaran petir di siang bolong. Deru jantungku meningkat. Aku ingin berlari dengan dalih nggak mendengar. Namun tangan kurus itu menahan bahuku persis saat tumitku hendak berputar. Gelanyar ngeri merambat ke seluruh badan. Sensasi takut itu muncul memicu spontanitasku untuk menampiknya keras-keras.

"Auw." Ratu iblis menjerit.

Perhatian pengunjung apotik beralih pada kami. Aku menunduk. Keringat dingin mengalir di punggungku. Tekanan di bawah sorot mata orang-orang menarik ingatan yang telah aku kubur dalam-dalam. Napasku tercekat.

"Shella, aku cuma nyapa kamu. Kenapa tangan aku ditampar?" Ratu iblis mengelus punggung tangannya yang kena tepukanku.

"A-aku kaget," jawabku agak terbata. Rasanya tatapan orang-orang menusuk setiap inci kulitku.

"Harusnya kamu nggak perlu mukul aku. Ini sakit loh." Ratu iblis menunjukan punggung tangannya yang putih dan mulus.

"Oh maaf." Aku ingin segera pergi dari sini.

"Kamu masih aja kayak dulu. Selalu ceroboh. Harusnya kamu belajar..." Ratu iblis mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Jadi anak baik."

Keping-keping kenangan meringsek masuk bagai air bah. Tangisanku semasa SMA, dingin air bekas pel yang membasahi badanku, tawa ratu iblis dan teman-temannya berkelebat seperti baru kemarin terjadi. Ketakutan mencekikku. Kakiku gemetar ketakutan. Telah ratusan hari sejak aku lulus sekolah merapalkan afirmasi untuk menjadi lebih berani. Namun usahaku seolah gugur di bawah kaki ratu iblis. Dia masih menjadi tokoh paling menakutkan dalam hidupku.

Ratu iblis mengangkat dagu tinggi-tinggi. "Aku senang banget bisa ketemu kamu di sini. Gimana kalo kita ngopi bareng? Kamu masih suka makanan manis?" tanyanya mendayu-dayu.

Bayan terlihat berjalan celingukan di depan apotik. Aku menemukan kesempatan untuk kabur. Berdekatan ratu iblis buruk bagi mentalku.

"Temanku datang. Aku duluan," kataku dengan sisa keberanian.

"Teman?" Ratu iblis menoleh ke Bayan, lalu berbalik sambil tersenyum. Aku hapal senyuman itu. Biarpun tampak manis, itu adalah senyuman meremehkan khasnya. "Kelihatannya kamu udah punya pasangan. Aku nggak nyangka cowok itu..." Telunjuknya menunjuk matanya, lantas beralih menunjukku atas bawah.

Sial. Dia meledek badanku yang besar.

"Hei, kamu lupa ini?" Ratu iblis mencegatku yang akan lewat.

"Apa?" Aku waspada. Cewek gila ini mungkin sudah tumbuh lebih gila dari sebelumnya.

Ratu iblis menunjuk rak testpack. Dia sudah mengawasiku sejak tadi makanya dia tahu aku sedang melihat-lihat barang di rak ini. Aku menyambarnya salah satu barang tanpa pikir. Otakku sudah dipenuhi perintah untuk kabur. Aku ke kasir untuk membayar. Saat mengantri, aku baru sadar sedang menggenggam susu kaya asam folat. Buat apa aku beli susu beginian? Aku butuh testpack

Aku menimbang ingin mengembalikan susu itu ke rak dan mengganti dengan testpack, tapi ratu iblis masih ada di situ. Yang tambah mengerikan adalah kehadiran Ganta yang entah dari mana.

Aku buru-buru membayar susu itu dan pergi. Di depan apotik, Bayan masih berdiri kebingungan dengan ponsel di tangan. Aku menarik lengannya sambil menekan telunjuk pada mulutnya yang mau terbuka.

"Kita ke atas," perintahku.

Bayan menangkap maksudku dengan baik. Dia nggak banyak tanya dan hanya mengikuti langkahku. Aku terlalu gelisah untuk diajak bicara.

Restoran lamian yang aku idam-idamkan sepi. Aku dan Bayan leluasa memilih kursi. Kami duduk di meja terpojok yang jauh dari pintu masuk. Aku nggak mau ratu iblis dan si bangsul itu menemukan aku sedang makan di sini, kemudian mereka mendapat ide untuk gabung. Makananku bisa-bisa nggak masuk lewat mulut kalau makan semeja bareng mereka.

"Kakak kelihatan pucat," kata Bayan setelah pelayan mencatat pesanan kami.

"Karena lapar." Aku memaksakan senyuman. Nggak etis banget memasang wajah manyun di depan Bayan yang sudah berbaik hati menemaniku makan lamian di saat rekan kerjaku menolak. Tita nggak termasuk di dalamnya. Aku nggak mau makan bareng Tita yang resek.

"Keringatan." Bayan mengusapkan tangan kanannya pada keningku.

Aku mematung saking kagetnya. Bocah ini bisa-bisanya jorok gini. Aku menarik tangannya yang habis mengelap keringatku untuk aku bersihkan dengan tisu. "Jangan kebiasaan kayak gini sama cewek. Aku bisa langsung berkhayal hidup berdua sama kamu sampai kakek nenek dan ngelihat cucu kita masuk TK," candaku.

Bayan tertawa kecil sebelum melempar bom, "Kalo sama Kak Shella, aku mau menua bersama."

Njiiir, bocah ini player banget.

&&&

Aku sedang nongkrong di meja Mbak Intan sambil menikmati rujak buah yang ditambah cilok saat Louis datang. Wajahnya butek banget menandakan bonus mendatang bakal kencang.

"Cek barang yang ada di file ini di Jaya terus mampir ke rumah Ganta bareng Pak Tarjo. Gue harus meeting sama arsitek dan klien. Pak Tarjo perlu ukur ulang beberapa ruangan di rumah Ganta. Dia yang tahu harus apa, lo cukup temani dia aja." Louis menyerahkan berkas ke pangkuanku.

Ganta lagi?

Akh, males banget!

Bentar! Ini seharusnya kesempatan aku mengambil kembali lipstik mahalku yang tertinggal di sana.

Semangatku terpompa. Aku bangkit dari kursi dan segera memakai kardigan dari bahan rajut karena tahu tugas luar bareng Pak Tarjo pasti menggunakan motor bebek merahnya. Mbak Intan dan Louis saling pandang. Mungkin mereka heran melihatku yang mendadak semangat tugas luar. Aku itu tahu siapa tandem tugas luarku. Bareng Louis tinggal duduk santuy di mobil. Bareng Pak Tarjo wajib persiapan ekstra termasuk pakai sarung tangan anti kulit belang.

&&&

Cek barang di Jaya, CEK!

Antar Pak Tarjo ke rumah Ganta, CEK!

Nemuin lipstik 700 ribu, belum cek.

Aku sengaja meninggalkan Pak Tarjo di ruang tengah. Dia itu sudah puluhan tahun mengukur ruangan. Ditinggal bekerja sendiri sambil tutup mata pun dia sanggup. Keberadaanku nggak lebih hanya sebagai pengganti Google maps dan yang meminta izin ke penjaga rumah untuk membukakan pintu rumah bagi kami. Aku sedang dalam misi menemukan lipstik.

Aku yakin aku menjatuhkan lipstik itu di ruang tamu. Tapi ruang tamu itu bersih dari perabotan dan di lantainya yang super luas, nggak ada lipstik yang goleran. Aku menduga lipstikku ditemukan Osta atau Ganta atau penjaga rumah. Aku nggak berani memasukan kemungkinan lipstikku diambil yang halus-halus.

Belum putus asa, aku mengitari ruangan di lantai bawah. Ruang kerja, ruang tengah, powder room, kamar tidur di bawah, kamar mandi. Terakhir dry kitchen. Hanya ruangan itu yang memiliki banyak rak dan laci yang cocok untuk menyimpan barang karena rumah ini masih kosong dari perabotan.

Aku membuka satu per satu laci di kitchen peninsula. Kosong. Perhatianku berpindah pada lemari atas. Semoga lipstikku benar ada di situ.

Tanganku membuka lemari atas. Dengan tinggiku yang nggak mencapai 160 senti, aku hanya bisa melihat rak bawahnya. Aku menarik kursi tinggi yang ada di peninsula untuk aku panjat. Dari atas kursi tinggi, aku bisa melihat rak sebelah tas. Sama kosongnya dengan lemari bawah.

"Lagi apa?"

Aku kaget. Spontan badanku berputar, tapi kursinya bergoyang. Aku kehilangan keseimbangan. Mataku memejam ketakutan bakal jatuh menghantam lantai. Namun prediksi salah. Aku selamat. Seseorang menahanku.

Aku membuka mata. Yang pertama aku temukan adalah Ganta dalam jarak sangat tipis. Dia kelihatan cemas.

"Nggak apa-apa?" tanyanya.

Aku meneguk ludah. Gila, cowok ini masih seksi. Mataku meneliti lehernya yang putih, tinggi, dan maskulin. Rahangnya terbentuk tajam sesuai dengan wajahnya yang bersih dari bulu. Bibirnya merah dan tampak lembut. Aroma mint terendus darinya menggelitik kewarasanku. Dia berkali lipat lebih tampan dalam kondisi sadar daripada mabuk. Terutama sepasang matanya yang menatapku lurus. Aku merasa tenggelam dalam kegelapan matanya.

Alisku menikung di tengah kesyahduan ini.

Ada yang salah.

Mataku turun ke bawah dan mendapati tangan kiri Ganta bersarang di payudara kananku. Bahkan memerasnya.

Aku menjerit dan langsung mendorongnya. Ganta terdorong ke belakang. Tanpa penopang, aku membuat kursi bergoyang keras. Aku jatuh.

Tapi nggak sakit.

Aku bangkit duduk dari posisi jatuh telentang. Butuh beberapa saat untuk memproses kejadian yang nggak terduga barusan. Aku bersyukur aku selamat dan nggak sakit di mana pun.

"Eung, minggir."

Aku terperanjat sembari menoleh ke belakang. Mataku membelalak. Pantas aku nggak sakit. Ganta yang menjadi bantalanku saat jatuh. Dan sekarang aku menduduki perutnya.

Aku buru-buru pindah. Kardigan rajutku tersangkut. Aku jatuh menghantam badannya lagi. Aku menemukan penyebabnya. Kardiganku tersangkut kancing celana jeans-nya yang ada di dekat saku depan. Aku mencoba melepaskannya.

Iiih, apaan sih nyempil-nyempil di pantat?

Aku menggeser pantat sambil terus berusaha melepaskan kardiganku. Benda di bawah pantatku malah tambah keras. Badanku besar dan kurang lentur jadi susah menghindari benda keras itu sekaligus melepaskan kancing. Aku hanya bisa bergeser-geser saja.

Ganta mengerang. Aku tambah panik. Dia pasti kesakitan. Eh, aku masih duduk di badannya. Aku bangkit, tapi kakiku gemetar akibat kurang seimbang. Aku kembali menghantam perutnya. Ganta mengerang tambah keras. Aku terpaksa merangkak turun dari badannya.

Kardiganku lepas.

Hore!!!

Kegembiraanku layu berganti kaget melihat tengah celana Ganta menjulang tegang.

"Nduk, pulang yuk!" seru Pak Tarjo.

"Duh gimana nih?" Aku mengarahkan kedua tanganku menutup anuannya Ganta yang membuatnya melotot karena tanganku menyentuh miliknya. Aku segera menarik tanganku.

Pak Tarjo melongokan kepala di pintu dapur. "Nduk, masih lama?"

Aku dan Ganta sama-sama membelalak. Aku inisiatif bangkit. Dari posisiku yang berdiri di balik peninsula, Pak Tarjo hanya dapat melihat perutku ke atas. Dia nggak bakal melihat Ganta yang sedang nggak ... baik?

"Aku nyusul. Aku lagi motret sebelah sini," dustaku.

"Mau dibantu?" Pak Tarjo menawarkan.

"Nggak! Nggak usah!" aku menjerit panik.

Pak Tarjo keheranan. Sementara si bangsul di balik peninsula sedang melotot. Aku menyengir serba salah. Posisiku terjepit banget.

Ganta memberikan instruksi dengan tangan supaya membuat Pak Tarjo pergi. Aku mendesah. "Bapak tunggu aku di depan ya. Nanti aku ke sana habis ini," mohonku.

"Ya udah. Bapak di depan ya."

Pak Tarjo pergi. Namun aku nggak sepenuhnya bebas. Malah aku di kondisi bahaya. Ganta bangkit dengan celana yang masing menonjol.

"Gue begini karena lo," katanya ketus.

"Aku nggak tahu. Itu badan kamu." Aku menunjuk anunya.

Ganta mendengkuskan tawa nyinyir. "Gue begini karena lo." Dia menyisirkan pandangannya ke langit-langit, tersenyum puas, lalu menunjuk ke salah satu sudut. "Ada CCTV yang bisa buktiin perbuatan lo ke gue."

Aku melirik arah yang dia tunjuk. CCTV hitam bertengger di pojokan sebelah atas dekat pintu. Dari sudut itu sudah pasti semua yang terjadi terekam. Aku beringsut kala Ganta maju. Perutku sengaja aku mundurkan supaya nggak menyentuh anunya.

"Lo harus bayar perbuatan lo," bisiknya.

Mateng! Bayar pakai apa?

###

20/06/2024

Jangan lupa follow IG MISSBEBEKLUCU buat liat gemesinnya aku :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro