Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4.1

Senin datang lebih cepat dari yang aku harapkan, aku masih berbaring di kasur, di bawah selimutku saat diam-diam aku menghitung menit lain sebelum aku harus meninggalkan kenyamanan kamarku. Suara derak dan denting yang teredam dari dapur menandakan bahwa ibuku sudah bangun, mencuci piring dari makan malam sebelumnya. Aku meraih ponselku, menggeser layarnya ke atas dan menghela napas kecil saat aku memeriksa beberapa chat yang masuk. Beberapa pertanyaan dari atasanku dan aku segera membalasnya, untuk sedetik aku mempertimbangkan untuk mengambil cuti tapi mengurungkannya saat aku mengingatkan diriku bahwa aku membutuhkan uang itu.

Sejauh ini keuangan kami cukup baik, kami tidak kelaparan atau apa tapi tabungan di bank menipis terutama sejak ayahku kehilangan pekerjaannya. Tidak ada dari kami yang menyalakannya tapi ayahku sendiri jelas menjadi lebih tertekan dari hari ke hari. Aku tidak melewatkan bagiamana dia semakin kurus, atau bagaimana dia jauh lebih mudah lelah. Setelah seumur hidup tidak pernah bergantung pada orang lain dan selalu menjadi sandaran bagi orang-orang yang ia cintai, aku mengerti mengapa ini menjadi begitu menyiksa untuk ayahku. Aku telah mencoba meyakininya bahwa dia bukan beban dan sejujurnya aku tidak pernah menganggapnya seperti itu, tapi kurasa itu lebih rumit.

Setelah mandi cepat dan berpakaian untuk bekerja hari itu, aku keluar ke dapur menemukan ibuku sudah di sana menyeduh teh pagi. Aku bahkan tidak meluangkan waktu untuk minum hanya berpamitan untuk berangkat secara sekilas. Hal yang mengejutkan, lagi-lagi aku menemukan Camaro Best sudah terparkir di depan rumahku dan kali ini dia bersandar di sana, memegang segelas kopi di tangannya dan tersenyum saat aku mendekat. Menawarkan kopi itu padaku seolah aku tidak pernah membanting pintu hari dia mengantarkanku ke Lovely Jelly. Seolah dia tidak pernah meninggalkanku.

"Ekstra gula dan krimer? Kau masih suka minumanmu manis bukan, Ad?" ucapnya dengan sangat kasual seakan ini sudah menjadi rutinitas kami.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Aku bertanya dengan tajam, tidak bergerak untuk mengambil kopi yang ia tawarkan. Meskipun aku sangat ingin, sial, aku akan menghargai kopi yang bagus sebelum harus menempuh neraka harianku.

"Aku minta maaf, aku tahu kamu marah Ad, tapi beri aku kesempatan. Kita teman bukan?" Dia menyodorkan kopi itu lebih jauh menatapku dengan mata lembut dan senyuman manis yang seharusnya tidak cocok dengan tampilan bintang rocknya.

"Teman-teman tidak saling meninggalkan tanpa kabar. Bahkan tidak ada sepatah kata pun." Aku berkata dengan sinis tapi untuk menperlunaknya aku mengambil persembahan damai darinya. Menyesap mochacino yang manis dan hangat memperbaiki pagi hariku.

"Aku tahu aku membuat kesalahan, tapi aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama." Best tersenyum saat dia membuka pintu penumpang, mata birunya terlihat cerah dan tindikan di bibir dan alisnya tidak terlihat norak atau mengerikan. Sejujurnya dia terlihat benar-benar baik dan itu membuatku ingin menjauh. Mengapa sih dia muncul lagi? Aku tidak merasa aku punya cukup cadangan emosi untuk memulai klaster kehancuran lain dalam hidupku. "Izinkan aku mengantarmu?"

Kali ini dia meminta dengan begitu sopan, menahan pintu terbuka untukku. Menungguku untuk masuk. "Mengapa kamu melakukan ini, Best?"

"Melakukan apa? Menjadi gentleman?" Alisnya yang ditindik terangkat membentuk lengkungan yang menarik, dan aku tahu dia sedang mencoba menjadi bodoh untuk menghindari pertanyaan. Marah atau tidak, aku memang pernah mengenal dan bahkan tergila-gila padanya. Mungkin ini yang dimaksud orang-orang tentang cinta pertama yang akan selalu memiliki tempat tersendiri di hatimu. Seberapa banyak pun kamu berharap bisa membencinya. Kamu selalu memiliki titik lemah untuknya dan itu sangat menyebalkan.

"Melakukan ini. Semua ini. Datang ke Asheville dan kemudian menguntit kehidupanku. Karena sungguh apa yang kamu lakukan, itu keterlaluan. Kamu tidak berhak mengorek kehidupanku. Kamu tidak memiliki hak apa pun sejak kamu memutuskan untuk menghilang. Jadi tolong aku dan bebaskan aku dari permainan apa pun ini yang sedang kamu mainkan."

Dia menatapku, terlihat terluka dan keyakinan apa pun yang sebelumnya dia miliki memudar bersama dengan napasku yang cepat dan pendek karena marah. Aku cukup yakin wajahku merah saat ini, meskipun aku sendiri bertanya-tanya mana yang menyebabkannya. Malu atau marah? Mungkin keduanya dan itu membuatku merasa lebih buruk.

"Addy aku tidak bermaksud begitu. Sekarang kupikir aku benar-benar bodoh, tapi sudah terlambat untuk menyesalinya, tolong?" ucapnya dengan nada memohon. Apa yang dia mohon? Agar aku kembali seperti dulu? Mengangguk dan meyakinkannya aku akan selalu ada, bahwa aku akan selalu menjadi hal yang konstan untuknya bahkan saat dia tidak? Saat dia menulis lagu cinta untuk gadis lain sementara dia ingin aku memberinya pendapatku? Atau saat dia membeli sebatang cokelat di hari valentine dan beratnya padaku apakah itu cukup?

Sejak awal aku tahu kebodohanku dan aku sudah selesai terutama hari saat aku menyadari dia bukan tidak memiliki kesopanan untuk mengucapkan selamat tinggal.

"Beri aku satu alasan kenapa aku harus memaafkan seseorang yang bahkan tidak cukup menghargaiku untuk setidaknya mengatakan selamat tinggal sebelum menghilang." Peganganku pada gelas karton cukup erat itu menyebabkan kopi di dalamnya hampir tumpah sama seperti cara emosiku yang hampir meluap saat ini. Aku punya pekerjaan neraka yang harus dijalani dan aku tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk drama ini. "Beri aku satu alasan, Best, dan aku mungkin bisa melihat apa yang ada di kepalamu."

Dia menghela napas, mata terpejam dan bulu matanya yang panjang terkulai lembut. "Kau ingat hari itu?"

Aku mengerutkan dahiku tidak yakin dengan hari apa yang dia maksud. Ini terlalu pagi untuk memulai semua drama yang melelahkan ini. Bagaimana kehidupanku yang membosankan bisa berubah begitu cepat hanya karena teman masa kecilku kembali?

"Kamu harus menjadi lebih spesifik."

"Hari aku putus dengan Dasha." Suaranya tercekik saat dia mengatakan nama itu. Aku penasaran apakah dia masih sakit hati? Apakah dia masih mencintai gadis itu yang telah mencampakkannya untuk anak laki-laki dengan uang?

Aku diam menunggu ke mana dia akhirnya akan membawa ini. Aku tentu saja ingat hari itu. Bagaimana dia sangat marah dan bagaimana aku duduk bersamanya, mendengarkan kekecewaan dan sakit hati serta kata-kata kasar yang tidak ditujukan padaku. Merasa jahat karena saat itu sebagian dari diriku bersyukur dan puas kalian akhirnya putus.

"Aku mengatakan aku hanya akan mendekati gadis yang aku sukai ketika aku yakin aku tidak akan lagi dibuang." Dia menatapku, mencari sesuatu dan aku pikir dia tidak menemukannya karena dia mendesah.

Seminggu setelah dia putus dengan Dasha, aku tahu Best mengambil tawaran yang sebelumnya dia ragu untuk ambil, yang membuatku kecewa dia bukan tidak memberitahuku saat dia akhirnya setuju untuk pergi saat itu.

"Kurasa dengan melakukan itu, aku kehilangan dia lagi."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro