Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2.2

Setelah memutar lebih dari setengah blok, yang berarti memakan waktu dua kali lipat lebih lama dari pada jika aku berjalan memotong melintasi taman nasional seperti biasa, akhirnya Best menghentikan Camaronya di depan tempatku bekerja. Selama perjalanan itu aku diam. Aku menolak untuk melihatnya. Bukan karena aku membenci Bishop Bennett, tapi lebih karena aku benar-banar tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya. Rasanya salah melihatnya di sini, seperti jempol kaki yang sakit. Asheville adalah kota kecil. Best seharusnya berada di Vegas atau LA atau kota-kota semacam itu. Tidak peduli jika dia mengaku memiliki jadwal tampil di sini, aku masih merasa itu tidak benar.

"Tidak ada hai? Tidak ada apa kabar? Sungguh?" Dia bersandar di jok mobilnya, memiringkan tubuhnya ke arahku.

"Apa yang kamu harapkan Best? Sudah sangat lama."

Dia menggangguk, seolah dia juga merasa ini sangat lama untuknya, seolah dia pernah peduli.

"Dan kamu tidak merindukanku sama sekali?"

"Kamu pergi Best. Lima tahun yang lalu kamu menghilang. Tidak ada kabar. Tidak ada apa pun. Apa yang kamu harapkan untuk aku lakukan? Tersenyum lebar dan memelukmu?" tanyaku emosional. Aku seharusnya keluar dari Camaro sialannya sekarang. Aku tidak bisa mengambil kemungkinan untuk terlambat.

"Ada alasan kenapa aku melakukan itu. Kamu tidak bisa marah padaku Addy. Kamu yang bilang aku perlu mengejar mimpiku jika aku benar-benar menginginkanya." Dia memejamkan matanya, menarik napas panjang dan kemudian melepaskannya. "Tolong, jangan marah. Jangan membenciku."

"Aku tidak membencimu," ucapku cepat tapi aku hampir menariknya kembali saat dia berbalik untuk melihatku. Aku melihat wajahnya dan aku ingat lima tahun yang lalu aku tergila-gila pada anak laki-laki ini. Lima tahun lalu aku akan mengatakan apa pun yang akan membuatnya tersenyum. Melakukan apa pun yang dia inginkan.

Aku tidak bisa menjadi gadis itu lagi.

"Tapi kamu marah."

"Bayangkan jika aku yang menghilang begitu saja. Apakah kamu akan baik-baik saja dengan itu?"

"Aku akan sangat marah."

Aku mengangguk. "Lihat? Tidak ada yang salah dengan reaksiku."

"Aku tahu. Aku hanya-Addy ... aku tidak tahu apa yang aku pikirkan. Aku merindukanmu." Dia akan meraih tanganku tapi aku menariknya lebih dulu dan mendorong pintu terbuka.

"Aku harus bekerja. Terima kasih untuk tumpangannya, Bishop."

Dia menggosok wajahnya terlihat benar-benar hancur sebelum akhirnya dia mengangguk. "Sampai jumpa?"

Dia bertanya ragu-ragu saat aku menutup pintunya dan berjalan ke gedung Lovely Jelly. Aku menghitung napasku. Satu ... dua ... tiga, tarik. Satu ... dua ... tiga, hembuskan. Aku baik-baik saja. Aku tidak jatuh cinta pada Best. Aku tidak akan lagi. Saat aku mencapai pintu masuk aku merasa napasku sudah menjadi lebih ringan. Saat aku mencapai mejaku tekanan pekerjaan menggusur apa pun yang sebelumnya aku rasakan tentang Best. Saat aku membawa laporan produksi ke meja atasanku aku merasakan dadaku sesak. Saat Bosku menyuruhku membeli kopi untuk semua karyawan yang mengadakan meeting pagi itu aku mengangguk dan menggertakkan gigi. Tidak mungkin hidupku bisa lebih buruk dari ini.

"Aku akan pergi denganmu. Addy tidak mungkin bisa membawa semua kopi itu sendirian," ucap March. Dia sudah berdiri dari kursinya saat yang lain memesan kopi yang mereka inginkan.

Bosku mengangkat bahunya dengan tidak peduli. "Ambil beberapa cookies juga, Ad. Semua akan lapar setelah membahas semua penurunan pengiriman itu."

Aku mengangguk dan tanpa memastikan apakah March akan mengikutiku, aku keluar dari ruangan.

"Hey? Sesuatu yang salah?" panggil March, dia sedikit berlari untuk menyusulku kemudian berjalan di sisiku.

"Aku bukan pesuruh yang bisa mereka perintahkan untuk membeli kopi di cafe seberang jalan. Aku punya lebih dari cukup perkerjaan yang harus aku selesaikan. Dan dia akan menyalahkanku saat dia bertanya dan aku belum selesai. Itu tidak adil," gerutuku.

March tidak langsung menjawabku tapi menyampirkan lengannya di bahuku dan menarikku untuk bersandar di bahunya saat kami berjalan. "Hidup tidak pernah adail, Addy. Itulah kenyataannya.

"Aku beci itu dan aku sedang tidak mood mendengar nasihat bijakmu, March."

"Kamu kesal. Mau mengatakan padaku apa yang salah?" tanyanya sambil menatapku dengan simpati.

Aku tidak tahu bagaimana March melakukannya. Bagaimana dia bisa membacaku begitu mudah. Kadang-kadang aku takut dia akan melihat seberapa kacau sebenarnya kepalaku dan akhirnya menyerah padaku. Bukannya kami menjalin hubungan. Kami hanya teman, itu yang terus aku katakan pada diriku sendiri tapi aku juga merasa sesuatu yang lebih di antara kami. Kami mungkin baru saling mengenal selama beberapa bulan, tapi rasanya seperti sudah selamanya.

"Apakah kamu percaya jika aku mengatakan aku baru saja bertemu dengan naksir pertamaku?" ucapku tanpa melihatnya. Aku sadar betapa anehnya percakapan ini.

"Kamu masih menyukai dia?"

Aku mengangkat bahuku tanpa komitmen. "Aku tidak tahu."

"Jika aku bertanya apakah kamu menyukaiku, apakah kamu juga akan mengatakan kamu tidak tahu?" sindirnya sukses membuat sudut mulutku terangkat membentuk senyuman kecil.

Aku mengedikkan bahuku sekali lagi. "Aku tidak tahu."

Dia menarikku lebih dekat ke arahnya, dan saat dia mencium puncak kepalaku jantungku baru saja berhenti.

"Aku tahu itu yang akan kamu katakan."

Aku meliriknya, berharap untuk menemukan ekspresi aneh di wajahnya. Tapi aku hanya menemukan senyum normalnya. Aku melihat pria yang beberapa bulan ini telah menjadi temanku.

"Apa lagi yang bisa aku katakan?"

Dia membuat wajah berpikir keras yang hanya membuat senyumku lebih lebar. "Ada banyak jawaban untuk pertanyaan itu."

"Seperti?" pancingku dan ketika March menyeringai padaku, pipiku terasa panas.

"Seperti 'Ya, aku sangat menyukaimu, March' atau 'Aku sudah setengah mati tergila-gila padamu, Ohh ... March yang sangat tampan' jika kamu bertanya padaku yang kedua benar-benar lebih baik."

Aku memutar bola mataku. Bagaimana aku bisa menjalani hariku tanpa pria ini?

"Aku tidak tahu bagaimana kepalamu tidak meledak dengan semua ego itu."

"Ayolah! Akui itu, kamu menyukaiku!"

"Hanya karena kamu satu-satunya temanku," balasku bercanda.

Dia memegang hatinya seolah kata-kataku menikamnya. Wajahnya membuat ekspresi terluka yang berlebihan. "Astaga Ad! Kamu melukai hatiku yang lembut."

Aku mendengus dan mendorongnya menjauh dengan main-main. "Hentikan drama itu Sullivan, kamu membuatku mual."

Matanya berbinar dengan cahaya lucu saat sekali lagi dia menyampirkan lengannya di bahuku. "Tidak. Kamu tidak Ad. Aku tahu kamu tergila-gila padaku."

"Tidak mungkin."

"Ya!"

"Tidak!"

"Ya!"

"Tidak!"

"Ya!"

"Hentikan!"

Kami berdua menyeringai seperti orang bodoh di tengah trotoar. Aku bahkan tidak peduli jika orang-orang melihat kami dengan aneh.

"Ha! Lihat! Aku yang terakhir! Aku memang!" Dia membuat tinju heboh di udara seperti anak kecil, membuatku sulit untuk tidak memutar bola mataku.

"Tidak. Bukan kamu."

Aku tidak bisa menghitung berapa kali kami melakukan hal Konyol ini dan itu masih sukses membuat ku tertawa lepas.

"Akui itu Ad! Jangan curang!" rengekannya lucu, orang yang tidak mengenal March tidak akan percaya dia bisa sangat lucu.

"Kamu konyol!" Senyum lebar di bibirku saat aku balas memeluknya. Menempatkan lenganku di sekitar pinggangnya.

"Dan aku membuatmu tersenyum," ucapnya lirih. Kali ini saat aku meliriknya. Aku melihat apa yang aku rasakan terpantul di matanya. Senyumku perlahan lenyap. Aku ingin menarik tanganku kembali tapi itu akan canggung jadi aku tetep memeluk pinggangnya dan dia memeluk bahuku.

Aku tidak bisa jatuh cinta pada March. March tidak bisa jatuh cinta padaku. Kami teman. Aku tidak bisa kehilangan temanku.


Harusnya Addy tidak terlalu cantik dia juga tidak jelek. Gemuk tapi tidak gemuk. Aku tidak tahu seperti apa kalian membayangkan Addy.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro