Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cerita 4 :: Mencoba Melupakan

Lima belas menit sudah Tabinda menunggu di sebuah cafe dengan nuansa aesthetic di kotanya. Sang sahabat, Arin, belum juga datang. Sebenarnya tidak bisa dikatakan Arin telat sih, Tabinda saja yang memang sengaja datang lebih dulu. Ini cafe belum pernah ia datangi karena letaknya cukup jauh dari rumah maupun sekolah tempatnya mengajar, jadi Tabinda sengaja datang lebih dulu untuk menikmati waktu sendirian di cafe ini.

Sudah ia bilang bukan, Tabinda menyukai suasana di cafe, ramai tapi tidak berisik. Sekaligus memenuhi harapannya yang suka ingin tiba-tiba bertemu dia. Walaupun kemungkinannya sangat kecil, siapa tahu semesta kali ini berpihak padanya. Namun sayang sekali, hal itu belum pernah terjadi, sebanyak apa pun Tabinda mendatangi cafe-cafe yang ada di kota kecil ini.

Sepuluh menit berlalu lagi, lagu-lagu yang berputar di cafe memiliki kesan ceria. Tabinda bisa mendengar beberapa lagu K-Pop yang familiar di telinganya. Meskipun Tabinda lebih menyukai lagu Ballad, lagu-lagu yang diputar sejak tadi tidak membuatnya terganggu. Tabinda justru merasa lebih tenang, suasana cerita yang dibawakan oleh lagu-lagu itu sampai padanya. Membuat suasana hatinya juga ikut ceria.

Tepat ketika Tabinda menyeruput ice lemon tea terakhirnya, Arin datang tergesa-gesa. Wajahnya penuh keringat dan napasnya juga lebih cepat. Gadis itu buru-buru menyimpan tas dan barang bawaannya di kursi sebelahnya. Benar-benar terlihat seperti orang yang sedang diburu waktu.

"Maaf banget, aku telat. Bosku tiba-tiba aja ngasih kerjaan, mendadak banget, katanya urgent jadi nggak bisa cepet-cepet ke sini. Maaf baru sempat ngabarin sepuluh menit yang lalu." Tabinda tersenyum, sungguh ia tidak masalah. Malah ia menikmati waktunya ketika sendirian berada di sini tadi.

"Nggak masalah. Pesen dulu, kayaknya kamu butuh minuman yang seger."

Arin masih terlihat sibuk merapikan riasannya juga dengan barang bawaan yang semakin berantakan. "Pesenin aku kayak biasanya aja ya, sebentar-sebentar."

Tabinda mengangguk lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia sudah tidak aneh dengan pemandangan ini, sejak dulu Arin memang terkenal dengan kecerobohannya. Jadi Tabinda sudah sangat mengenal Arin sampai pada kebiasaannya. Sekali lagi, ia tidak mempermasalahkan itu. Selagi Arin terlihat nyaman dengan hidupnya, Tabinda tidak akan mempermasalahkan hal kecil seperti itu.

Selesai memesan beberapa cemilan dan juga minuman, Tabinda kembali ke tempat. Ia melihat Arin sudah rapi, barang bawaannya juga rapi. Mereka siap bercengkrama sekarang. Omong-omong tentang Arin, wanita itu tengah menjalin hubungan dengan teman sekelasnya waktu kuliah, saat ini gadis itu juga tinggal di kota sebelah. Bukan karena pekerjaannya, lebih ke karena suasananya. Arin sejak kuliah memang bekerja secara wfh dengan perusahaan luar, ia butuh suasana yang tepat untuk bekerja dari rumah, makanya gadis itu memutuskan untuk pindah ke kota sebelah yang memang lebih sepi dari kota yang ia tinggali sekarang.

"Udah pesennya? Maaf banget ya, ninggalin kamu lama banget di sini."

"Nggak masalah, aku menikmati waktu sendirian tadi di sini."

"Tau sih, kamu mah dari dulu sukanya gitu. Oh, iya. Gimana sekarang?"

Gimana sekarang? Apanya yang bagaimana? Tabinda menatap Arin dengan tatapan bertanya. Arin tertawa lepas, dari dulu Tabinda masih sama.

"Udah move on belum?"

Pertanyaan dari Arin dengan wajah yang jenaka membuat Tabinda mengkerutkan kening. Ia mengerti, perasaannya ini memang sudah sejak lama menjadi bahan ledekan. Tidak, Tabinda tidak masalah. Hanya saja kadang ia merasa malu karena belum bisa melupakannya. Jadi Tabinda hanya menggeleng pelan.

"Beneran belum move on? Ya ampun Bin, udah lama banget lagian. Pasti dia juga udah beberapa kali punya pasangan. Kayak nggak kenal cowok kek mana aja kamu itu."

"Ya, gimana yaa. Rasanya kayak ada yang mengganjal. Belum selesai aja, sih. Makanya perlu diselesaikan dulu."

"Gimana caranya coba? Dia tuh beneran ngilang yang ngilang. Nggak ada yang tahu di mana dia sekarang, bahkan si Vero temen baiknya aja nggak tahu dia di mana sekarang. Kalau ada yang bilang dia udah meninggal juga aku bakal percaya."

Selaras dengan apa yang Arin bilang, Tabinda sebenarnya juga setuju. Kalau ada yang tiba-tiba mengatakan jika dia sudah meninggal juga Tabinda mungkin akan percaya begitu saja, saking tidak ada kabarnya dia selama ini. Bahkan ini sudah enam tahun berlalu semenjak mereka lulus dan dia masih tidak ada kabar sampai sekarang.

"Aku juga ya nggak ngerti apa yang ada di kepalamu sampai sekarang belum bisa move on. Padahal kalau kamu mau, cowok-cowok juga kayaknya udah pada ngantri jadi pasangan kamu. Saranku sih, Bin, move on. Lupain dia dan cari kesenangan baru. Nggak harus pasangan, yang penting lupain aja dulu. Soalnya kemungkinan kalian ketemu tuh bisa dibilang 0,000001 persen saking mustahilnya. Emang, sih, nggak ada yang mustahil, tapi kita nggak tahu kan sampai kapan kita ada di dunia ini. Daripada menyia-nyiakan waktu yang kita punya cuma buat mikirin dia, mending waktu itu dialihkan buat yang lain. Nggak ada salahnya mencoba."

Tabinda mengerti apa yang Arin maksud, tapi bagaimana caranya?

🌸🌸🌸

16 Januari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro