Cerita 3 :: Berusaha Menemukan Jawaban
Sembari menyeruput es teh tarik yang ia buat sendiri beberapa menit yang lalu, Tabinda berada di depan laptopnya. Besok adalah hari Minggu, di mana ia juga libur mengajar. Tidak banyak yang bisa ia lakukan besok, mungkin ada beberapa agenda yang memang sudah direncanakan jauh-jauh hari yakni bertemu dengan salah satu teman dekatnya ketika SMA. Mereka sudah menentukan pertemuan ini beberapa Minggu yang lalu. Berhubung sang sahabat tidak lagi tinggal di kota ini, melainkan kota sebelah, agak sulit bagi mereka untuk bertemu kembali. Maka dari itu ia menyempatkan waktu untuk bertemu dengannya. Selain update mengenai kehidupan masing-masing, mungkin satu-satunya orang yang bisa ia jadikan tempat untuk bercerita adalah sahabatnya ini.
Tabinda berada di depan laptopnya tidak semata-mata hanya untuk menonton saja. Ia habiskan banyak waktunya di sana untuk menggambar, atau untuk menulis. Sejak dulu, ia memang suka mencurahkan isi hatinya pada tulisan atau pada gambar. Walaupun tulisan dan gambarnya bukan seperti milik seniman, itu sudah lebih dari cukup.
Memiliki orang tua yang sejak ia kecil sampai saat ini sangat sibuk, Tabinda tidak memiliki banyak waktu untuk bercengkrama bersama keluarganya seperti anak-anak lain pada umumnya. Yang ia habiskan selesai mengajar kebanyakan adalah di kamar. Tabinda bahkan tidak tahu kapan orang tuanya pulang atau kapan mereka berangkat. Sejak dulu, hubungan di keluarga ini seperti ini. Makanya, Tabinda lebih suka mencurahkan isi hatinya melalui tulisan atau menggambar di canvas bahkan di tablet.
Seperti saat ini, suasana rumah yang sunyi senyap, hanya ada suara musik dari aplikasi yang sejak tadi ia buka. Tabinda membuka laptopnya untuk menulis. Ia bahkan tidak mempublikasikan tulisannya di media manapun, tapi ini adalah kegiatannya sehari-hari. Tidak selalu setiap hari sih, tapi Tabinda memang sering menulis di sini. Mungkin suatu saat ia memiliki keinginan untuk mempublikasikannya. Mungkin saja.
Mungkinkah bertemu dengannya?
Itu adalah kalimat pembuka dalam tulisannya malam ini. Sebenarnya kalimat yang sama sudah berulang kali ia tulis. Kemungkinan-kemungkinan jika bertemu dengannya atau apa yang akan ia lakukan jika tidak sengaja bertemu dengannya, semuanya Tabinda tulis di sana. Termasuk salah satu kemungkinannya adalah mengajaknya berbicara, karena sungguh demi apa pun Tabinda mulai melupakan suaranya.
Apa yang Tabinda lakukan dengan belum melupakan sang mantan memang terdengar sangat bodoh. Tapi perlu diketahui, ia sendiri yang memutuskan untuk tidak melupakannya. Maka dari itu, sampai saat ini masih ada keinginan besar untuk Tabinda kembali bertemu dengannya. Namun sayang sekali, selama beberapa tahun belakangan, Tabinda belum pernah bertemu sekali pun dengannya. Entah semesta betulan mengakhiri masa mereka, atau memang ia betulan tidak akan pernah bertemu lagi dengannya.
Namun, satu yang Tabinda harapkan. Ia hanya ingin kembali bertemu, meski hanya sekali. Walaupun tidak berbicara, bahkan mendengar suaranya. Sekali saja Tabinda ingin melihat wajahnya, wajah terbarunya, bukan wajah dari masa lalu yang selama ini membayanginya. Meskipun Tabinda hanya bisa melihat dari jauh, tidak masalah. Ia hanya ingin kembali melihat wajahnya. Hanya itu, tidak perlu yang lain.
Rasa rindu yang memuncak membuatnya kembali merasakan perasaan-perasaan aneh. Kadang saking anehnya, Tabinda bisa tiba-tiba menangis. Saking rindunya ia bisa memimpikannya setiap malam. Saking sesaknya, Tabinda tidak bisa tidur. Dan banyak sekali perasaan aneh lainnya.
Tapi menurutnya, ini adalah hukuman dan konsekuensi yang harus ia jalani. Tidak ada yang menyuruhnya tidak melupakan dia. Tidak ada yang memintanya untuk masih mengingat segala kenangan di masa lalu. Harusnya dari awal setelah mereka putus, Tabinda melupakan dia. Harusnya perasaan ini tidak ada. Perasaan aneh ini tidak perlu ia rasakan, jika semua itu ia lakukan sejak awal.
Padahal Tabinda juga kadang berprasangka dia tidak mungkin sendiri, tidak mungkin sepertinya. Mungkin sudah dua atau tiga kali hubungan yang dia jalani. Mungkin saat ini juga dia telah memiliki tambatan hati dan ia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk meraihnya kembali. Tapi apakah itu yang ia inginkan? Jelas tidak.
Tidak ada dalam benaknya terbesit kalau ia akan kembali mengulang masa lalu bersamanya. Manusia bisa berubah kapan saja. Bisa jadi dia yang sekarang, bukan lagi dia yang dulu. Bisa jadi yang belum ia lupakan adalah dia di masa lalu, bukan dia di masa kini. Bisa jadi perasaan yang masih terpendam ini hanya untuk sosoknya di masa lalu. Maka dari itu, mulai sekarang Tabinda harus memperjelas tujuannya. Apa yang akan benar-benar ia lakukan jika bertemu dengan dia?
Tabinda menghela napas berat. Mengapa ia bodoh sekali mengambil keputusan ini sejak dulu? Kenapa manusia seribet Tabinda ini harus ada? Apa yang bisa ia lakukan untuk berubah? Tidak ada. Jawabannya tidak ada. Ia hanya perlu menyelesaikan semuanya yang ada di masa lalu, baru bisa beranjak ke masa sekarang. Dengan perasaan baru, perasaan yang lebih tenang.
🌸🌸🌸
15 Januari 2025
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro