Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cerita 25 :: Tabinda dan Kebodohannya

"Kalau keputusan kamu akhirnya buat aku harus nunggu, nggak masalah. Yang penting kamu nggak menghindar dari aku, itu aja."

Kalimat panjang yang terdengar begitu penuh harapan di telinga Tabinda. Januari sepertinya benar-benar mengharapkan kembalinya hubungan mereka berdua.

"Nggak akan, janji." Tabinda hanya membalas dengan tiga kata.

Dan pada akhirnya, tiga kata dari Tabinda menjadi akhir dari pertemuan mereka. Tabinda sempat mengatakan hati-hati saat ia melihat mobil Januari berbalik arah dan akhirnya pergi. Entah apakah cowok itu mendengarnya atau tidak, Tabinda sungguh mengharapkan keselamatan bagi cowok itu. Mengingat Januari juga tidak lagi tinggal di kota ini, membutuhkan waktu baginya untuk sampai dan beristirahat. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk. Itu saja dalam benak Tabinda.

Akhirnya Tabinda masuk ke dalam rumah, setelah mobil Januari tidak lagi terlihat di matanya. Sampai ruang tamu, ia melihat sang ayah sedang menyeruput kopi. Sudah Tabinda duga, ayahnya berada di sini. Padahal jarang sekali jam segini beliau sudah ada di rumah, dan biasanya ketika jam segini berada di rumah, beliau memang suka berada di ruang tamu.

"Dari mana?" Suara tegas khas seorang ayah terdengar. Sungguh, dalam waktu satu Minggu Tabinda hanya berbicara dengan sang ayah beberapa kali, bahkan bisa dihitung dengan jari.

"Dari luar, bareng temen."

"Temen kamu pakai mobil?" Tabinda menjawab Iya. "Ya sudah, mandi dan istirahat sana." Tabinda mengangguk dan berlalu dari hadapan sosok tegas itu.

Memang keluarganya seperti ini. Sejak dulu, Tabinda sangat canggung dengan ayahnya. Mereka tidak punya kenangan yang berharga untuk bisa diingat dalam jangka waktu lama. Kenangan itu hanya ia isi dengan ibunya. Berdua saja. Kendati ibunya juga sama sibuknya, tapi setidaknya Tabinda masih merasa dekat dengan sang ibu, meski tidak bisa bermanja-manja seperti hubungan anak dan ibu pada umumnya. Saking sibuknya kedua orang tuanya, dari SD saja Tabinda sudah bisa mandiri. Ia bisa masak nasi sendiri dan kadang membeli lauk di warung depan sana. Asal ada uang, Tabinda bisa makan.

"Udah pulang? Tumben keluar lama? Ibu kira kamu di dalem kamar dari tadi." Tabinda menghampiri Ibunya, memeluk wanita itu sebentar lalu duduk di kursi bar. Memperhatikan ibunya yang sedang memasak di dapur.

"Aku keluar bareng temen. Kukira malah Ibu sama Ayah nggak pulang lagi hari ini."

Betul, Ibu dan Ayahnya sering dinas keluar kota. Jadi, Tabinda terbiasa ditinggal berhari-hari lamanya. Kemarin saja sudah dua hari mereka berdua tidak pulang. Kadang juga gantian, saat ibunya berangkat dinas, ayahnya baru saja datang. Begitu pula sebaliknya. Keluarga yang sangat tidak umum, tapi Tabinda bersyukur, setidaknya dengan fasilitas yang mereka kasih Tabinda masih bisa bertahan hidup dan menjadi manusia yang waras.

"Ayah hari ini sama besok ada di rumah, terus ke luar kota lagi. Ibu sampai Minggu depan di rumah. Terus dua Minggu ke luar negeri. Kamu ada sesuatu yang penhen dimakan nggak? Ibu mau masak seminggu full."

"Aku request tongkol suwir sama ayam suwir aja. Sisanya terserah Ibu."

"Oke, siap. Dah sana mandi, istirahat. Besok ngajar lagi, kan?"

Tabinda mengangguk, lalu kembali ke kamar.

Dari sekian banyak keanehan keluarga, setidaknya Tabinda masih bisa mengobrol hangat dengan Ibunya. Meski kadang tidak setiap hari, karena Tabinda dan ibunya sama. Ketika lelah menjalani hari mereka akan menghabiskan waktu seharian di kamar dan tidak ada obrolan. Terbiasa hidup masing-masing membuat hal-hal seperti ini sering kali terjadi. Apalagi sudah sejak lama kedua orang tuanya memiliki kamar masing-masing yang membuat ketiga penghuni rumah ini kadang seperti orang asing.

Kini, cukup membicarakan keluarga Tabinda. Mari kembali fokus pada Januari dan kejadian yang terjadi hari ini. Saking kebingungannya Tabinda bahkan tidak ingat kalau ia harus menyimpan teh-teh yang dibelikan Januari tadi di pantry tadi.

Sebenarnya, ada banyak hal yang membuat Tabinda ragu pada dirinya sendiri. Maka dari itu, ia perlu waktu untuk memastikan apa keinginannya. Karena memang, meski masih memiliki perasaan pada Januari, belum tentu ia masih ingin kembali mempunyai hubungan dengan cowok itu. Namun, Tabinda bisa melihat keseriusan pada Januari. Bahwa cowok itu benar-benar ingin memperbaiki hubungan mereka, ingin kembali bersama.

Bahkan kalimat terakhir dari Januari membuatnya tersadar, dulu yang membuat hubungan mereka akhirnya menjadi canggung dan berakhir tidak saling menyapa sampai waktu kelulusan tiba adalah Tabinda sendiri. Gadis yang penuh penyesalan inilah yang membuat lubang karmanya sendiri. Padahal Tabinda yang memulai, dan kini ia yang harus menerima balasannya. Menghindari Januari sangat mungkin ia lakukan, makanya cowok itu sampai langsung meminta Tabinda untuk tidak menjauhinya atau menghindarinya.

Ah, Tabinda, Tabinda. Nilaimu selalu bagus, caramu mengajar selalu lemah lembut, tapi kamu selalu bodoh dalam hal perasaan.

Itu yang Tabinda katakan pada dirinya sendiri. Tabinda harus segera memikirkan perasaannya dan menghilangkan segala keraguannya. Ia tidak boleh membuat Januari menunggu terlalu lama dan menggantungkan cowok itu dalam situasi yang tidak mengenakkan. Tabinda harus tegas pada dirinya sendiri sekarang.

🌸🌸🌸

6 Februari 2025

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro