Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9

)❥❥❥ 𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰 ❥❥❥(
.
.
.

"Eomma!" Ara itu memang ajaib, karena tangis pilu Bora segera tergantikan senyum cerah sesaat gadis itu masuk ke kamarnya. Ah sial, hati Ara jadi menghangat atas reaksi sederhana itu.

Barang kali, diam-diam anak kecil itu sudah menempati sudut hati Ara karena merasa dibutuhkan.

Ara melenggang ke dalam kamar sementara gadis kecil itu menghambur memeluknya. Namun, jangan lupakan Jessica yang tampak tidak suka menatap kedatangannya kembali ke sana.

Jessica merasa gadis sampah itu menikung jalannya untuk memenangkan hati Bora.

"Hm, Sica imo dan Go imo, lebih baik kalian di luar saja ya. Aku ingin berdua saja dengan Eomma."

Go imo segera menuruti kehendak Bora sementara Jessica tampak enggan. "Bora benar tidak mau Aunty di sini?"

Bora mengangguk.

Cukup tercengang dengan respons gadis kecil itu, Jessica segera menjingkatkan pundak seraya tersenyum teduh. "Oh baiklah, tapi ... appa menyuruh Aunty tetap di sini, takut terjadi apa-apa." Mata cantiknya melirik curiga pada Ara, seolah gadis itu membawa virus mematikan pada saku rok sekolahnya.

Bora menjingkatkan pundak dan sedikit mencebik. "Ya terserah saja sih, tapi Imo jangan marah ya kalau aku tidak mengajak bermain."

Jessica kembali menatap Ara, kali ini terlihat terang-terangan tidak suka.

Masa bodohlah, yang penting aku punya uang banyak kali ini, batin Ara jelas peka dengan tatapan tak bersahabat yang Jessica tunjukkan.

"Eomma jadi tinggal di sini? Jangan pergi lagi ya. Pokoknya aku akan jadi anak baik," ucap Bora dengan mata berbinar, "oiya, aku akan tunjukkan Elmo padamu." Gadis kecil itu menuntun Ara ke arah balkon yang berupa taman kecil asri meninggalkan Jessica yang tampak kesal.

Dalam kolam penuh bebatuan terdapat kura-kura Brazilia yang cukup besar, kira-kira dua kepal tangan Ara.

"Nah ini Elmo, liat deh matanya seperti Eomma, kan?" Tunjuk Bora, Ara sedikit mengernyit ketika kura-kura bernama Elmo itu menatapnya.

Astaga, sebengkak itu ya mataku?
Ara hanya mengangguk-ngangguk, mengiyakan saja supaya cepat. Sementara tak jauh dari sana, tampak Yoongi sedang melinting lengan kemejanya, lalu berkacak pinggang menatap interaksi anaknya dan si gadis sampah.

Menurut pria itu, Ara lumayan juga, lumayan membantu menenangkan Bora maksudnya. Anak kesayangannya itu terlihat nyaman bersama si gadis liar,  walau memiliki perangai yang jelas sampah sekali.

Astaga, Yoongi sampai memikirkan mantan istrinya dulu. Tentang bagaimana jikalau Yuna tak pergi meninggalkan mereka? Bora pasti tidak akan kesulitan seperti sekarang ini.

Ah barang kali itu nasib sial yang harus dilalui, Yoongi bahkan tak mengerti kenapa Yuna begitu saja meninggalkannya dan sang putri.

"Appa!" Terdengar Bora memanggil namanya, lantas membuat tanda hati dengan kedua tangan terangkat ke atas, Yoongi terkekeh membalas dengan gerakan yang sama.

Mau tak mau Ara ikut tersenyum, kali ini tulus. Tempo hari sewaktu kecil, dia juga pernah melakukan hal manis seperti itu dengan sang ayah. Pandangannya lantas bergulir ke arah Bora, menatap senyum secerah mentari si rubah kecil. Diam-diam Ara mendoakan, agar senyum itu tidak akan pernah hilang dari wajah chubby-nya.

Semoga ayahmu akan selalu sayang padamu, rubah kecil.

Tampaknya Ara harus bersyukur karena di balik kesedihan dan kemarahan hari ini, setidaknya Tuhan mengabulkan satu hal—selain dompetnya yang tiba-tiba menebal– hujan deras itu tak kunjung berhenti menjelang malam dan kabut mulai turun, ia hanya perlu berbohong sedikit pada Jimin, jika ia terjebak hujan di rumah temannya dan akan bermalam di sana. Yah, sepertinya itu terdengar sangat baik.

Yoongi sudah pergi mengantarkan Jessica ke rumahnya dari satu jam lalu, kini hanya ada Go imo yang terlihat sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan makan. Ara yang bosan karena Bora tengah mengerjakan PR menulis hangeul-nya, mendekati wanita paruh baya tersebut.

"Hm, Bu Go, maaf ya kalau hari ini sangat berisik," ucap Ara sedikit canggung sementara wanita paruh baya itu menyunggingkan senyum teduh.

"Tidak apa-apa Nona Ara, aku rasa Tuan terlalu berlebihan menuduhmu sebagai penculik, kulihat Nona Bora juga sangat menyukaimu, aku tahu kau bukan orang jahat." Wanita itu berbicara dengan tangan terampil mengiris bawang, tipis-tipis sekali.

Ara mendengkus, kesal juga jika mengingat kejadian tadi pagi.

"Entah kenapa gadis kecil itu terus saja menempel dan memanggilku Eomma. Itu sungguh merepotkan. Belum lagi setiap orang tadi menatapku curiga dengan mengatai aku anak tak terdidik karena sudah mempunyai anak saat masih sekolah."

Go imo tersenyum kembali, sedikit tertawa kali ini. "Nona Bora itu kesepian, Nona Ara. Setiap hari ia selalu bertanya kenapa ia tak memiliki ibu seperti teman-temannya. Walau Nona Jessica berusaha menjadi ibunya, tapi Nona Bora terlihat enggan bahkan cenderung tidak menyukainya. Mohon dimaklum ya, Nona Bora tumbuh tanpa kasih sayang ibunya."

"Ibunya meninggal sudah lama?"

"Hm, aku tidak tahu karena aku bekerja di sini setelah Nona Bora lahir dan ibunya memang sudah tidak ada."

Ara mengangguk paham, merasa kasihan juga pada si rubah kecil itu. Meskipun kehidupannya tak berjalan baik, tapi saat kecil ia pernah memiliki dan merasakan keluarga yang sempurna. Ada ayah, ibu, dan kakak. Namun Bora berbeda, sejak kecil ia memang tak pernah memiliki keluarga utuh.

"Astaga, begitu rupanya," timpal Ara lirih.

"Dan Tuan sering kali marah jika Nona Bora mulai merajuk meminta ibu. Jadi hari di mana Nona Bora kabur untuk pertama kali, itu karena dia mendengar nyonya besar membicarakan pernikahan yang akan digelar antara Tuan Yoongi dan Nona Jessica. Nona Bora sepertinya benar-benar tidak mau Nona Jessica menjadi ibunya."

"Oh, jadi Jessica itu kekasih Tuan ya? Pantas saja wanita itu terlihat tak suka denganku."

"Tepatnya orang yang dijodohkan dengan Tuan, karena meskipun Tuan dan Nona Jessica selama ini dekat, tapi aku belum pernah melihat Tuan tertarik dengan hubungan percintaan. Selama ini, jangankan kencan, Tuan hanya menghabiskan waktu dengan bekerja dan merawat Nona Bora." Go imo kini mulai mencipipi sup iga yang dibuatnya, meminta juga penilaian Ara dan gadis itu mengangkat jempolnya karena masakan wanita paruh baya itu memang enak sekali.

Tak lama Bora memanggil Ara dan memperlihatkan hasil PR yang sudah dikerjakannya.

"Eomma, aku sudah mengerjakan PR-nya, bisa Eomma periksakan untukku?"

"Tentu," jawab Ara sambil tersenyum. Agaknya ia merasa benar-benar tersentuh dan merasa kasihan pada gadis kecil ini. Apa ia benar-benar haus akan kasih sayang, sampai wanita berisik sepertinya malah mau ia jadikan ibu?

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh saat terdengar seseorang datang. Itu Yoongi, dia sudah kembali dari mengantar Jessica yang bahkan tadi terlihat enggan untuk pulang. Pria itu membawa sebuah tas kertas yang langsung dia berikan pada Ara.

"Gantilah bajumu, aku tak mau disangka menyelundupkan anak sekolah di rumahku," ucap Yoongi  datar sementara Ara membuka tas kertas itu dengan cukup antusias.

Ini mahal, batinnya lalu menyembunyikan wajah tersenyumnya sekilas saat mengeluarkan kaos panjang dan celana jeans, disertai satu stel pakaian tidur. Ia kembali menatap label yang terpasang di baju dan senyumnya semakin lebar. Astaga, ini benar-benar mahal! Seharga tiga kali lipat uang jajanku sebulan. Ini original, kan? Tidak mungkin KW sih.

"Oke," jawab Ara sama-sama datar. Meskipun senang, ia tak mau menunjukkan pada pria galak nan angkuh itu.

Setelah selesai dengan urusan masing-masing, mereka pun kini menyantap hidangan makan malam yang telah Go imo tata di meja, berlakon layaknya keluarga kecil bahagia dengan Bora menjadi pusatnya.

Lalu ketika malam semakin larut, Ara akhirnya berhasil menidurkan Bora setelah membacakan beberapa cerita. Anak kecil itu bilang, buku yang Jessica bacakan tak seseru Ara, pokoknya Ara nomor satu, dan hal itu tanpa bisa ia cegah, membawa senyum bangga pada gadis delapan belas tahun tersebut.

Keluar pintu kamar, gadis itu menilik cuaca di balik gorden di ruang tengah, hujannya masih lebat dan sangat riskan untuk pulang. Ponselnya juga dari sore terus menampilkan pesan yang dikirimkan sang kakak. Ara yang tak mau kakaknya khawatir, akhirnya membalas pesan itu dan mengatakan akan pulang besok, jadi Jimin tak perlu menjemputnya sekarang.

Ara berbalik setelah selesai membalas pesan Jimin dan mendapati Yoongi yang sudah memakai pakaian tidurnya dengan handuk kecil di pundak. Mau tak mau gadis itu mencium aroma segar yang menguar dari pria tersebut, dan Ara harus mengakui bahwa ia menyukai aroma segar pria galak ini.

"Kau tidur saja di sini, hujannya tampak tak mau berhenti," ucapnya masih dengan nada datar, "kabari saja orang tuamu, kau bisa tidur di sofa," imbuhnya menggerakkan dagu ke arah sofa di ruang tengah.

Ara mendelik lalu berdeham kikuk, merasa bahwa suara Yoongi saat tidak marah-marah itu cukup enak didengar, dengan kata lain seksi barang kali. Perutnya bahkan terasa berdesir asing beberapa saat lalu.

Ah tidak, tidak. Jimin oppa tetap nomor satu, astaga Lim Ara kenapa otakmu jadi kotor begini?

Gadis itu hanya diam dan menilik hujan di balik gorden. Memang deras sih, tapi apa tidak apa-apa menginap di sini? Berbeda dengan tadi siang, dimana ia berharap menginap di sini. Saat ini berdua dalam ruangan yang sama dengan duda itu rasanya aneh juga.

Yoongi kemudian menyahut wine di lemari dapur bagian atas, membuka segel dan menuangkannya sedikit pada gelas berkaki tinggi, dari raut wajahnya dia jelas tengah memikirkan sesuatu dan menimangnya dengan sangat hati-hati.

Menggulirkan tatapannya pada Ara yang saat itu masih berdiri di dekat jendela, pria itu mendekat.
"Um, Ara-ssi, bagaimana kalau kita menikah?"

Ara jelas mendengar ajakan tiba-tiba itu, tapi ia justru tak bisa langsung merespons dengan benar. Gadis itu hanya menatap Yoongi lama lalu menelengkan kepala, menunduk lalu menatap Yoongi lagi. Ia seolah mendadak bodoh dan tidak bisa berpikir dengan benar. Lalu setelah pikirannya kembali, Ara justru tertawa terbahak-bahak sampai Yoongi harus membekap mulutnya karena takut jika Bora atau Go imo bangun.

"Apa kau gila?! Kenapa tiba-tiba tertawa sekeras itu, eoh!" ujar Yoongi setelah melepas bekapannya pada Ara.

Mengatur napas agar kembali tenang, Ara tersenyum lebar dan menunjuk Yoongi tanpa sopan. "Hei, Duda galak! Kau gila ya?"

"Apa kau bilang?!"

"Apa? Benar, kan? Jika tidak gila, bagaimana mungkin kau mengajak anak sekolah sepertiku menikah. Belum lagi kau tak pernah menyukaiku dari awal. Menganggapku sampahlah, penculiklah, gadis tak punya tata kramalah, lalu sekarang kau mengajakku menikah? Kau ini puncak komedi sekali." Ara tertawa lagi setelah mengatakannya, kali ini lebih pelan. Ia lalu duduk di sofa dan membiarkan Yoongi duduk di seberangnya.

"Dengarkan dulu, bodoh!"

"Apa?"

"Bora membutuhkanmu jadi ibunya. Ia masih kecil dan tak mengerti banyak hal. Hanya sampai ia lebih besar, ayo kita menikah kontrak sampai hari itu."
Ara kini terdiam, lalu mendelik ke arah Yoongi dingin. Gadis itu bahkan sedikit menggeritkan geraham karena merasa begitu direndahkan. Bagaimana bisa pria terhormat seperti Yoongi meminta dirinya menikah dengan tenggat waktu hanya karena anaknya menginginkan seorang ibu.

"Tidak!"

Yoongi bahkan sampai melebarkan mata saat mendengar suara dingin Ara. Ia lalu meminum wine di tangannya sampai tandas. Berpikir bahwa mungkin ia salah dengan meminta gadis ini menikah kontrak. Meskipun terlihat arogan, ia sebenarnya masih punya rasa sungkan pada orang lain. Pria itu lalu menuang kembali wine ke dalam gelas tanpa berusaha memperpanjang urusan, mungkin ia benar-benar harus menikah dengan Jessica. Walau sekarang terlihat tak suka, tapi mungkin suatu saat Bora bisa menerima wanita pilihan neneknya tersebut.

Namun, saat ia akan meminum wine-nya lagi, tiba-tiba saja gelasnya direbut oleh Ara. Yoongi sudah akan mengingatkan, tapi gadis itu justru meminum cairan merah pekat itu sampai tandas walau setelahnya mengernyitkan dahi.

Ara mendesau puas dan meletakkan gelas tinggi itu di meja.

"Kau tahu minuman apa itu?"

Ara mengedipkan mata pelan, menarik napas dan merasakan seluruh tubuhnya memanas. Ia yakin pipinya kini memerah saking panasnya. Gadis itu kini merasa lebih tenang dan bebas.

"Tuan arogan, bagaimana mungkin kau mengajakku menikah, aku hanya mau menikah dengan Jimin oppa."

Yoongi mengeryitkan dahi mendengar nada suara Ara yang berbeda. Ia tahu gadis itu tengah merasakan sensasi dari minuman yang ditenggaknya tadi. "Kau masih kecil, seharusnya tidak boleh minum ini! Lihat kan, kau jadi mabuk!"

"Tuan arogan, anakmu mau aku jadi ibunya, tapi aku tak bisa. Aku mau Jimin oppa, tapi dia malah mau menikah dengan wanita lain. Bagaimana ini? Aku harus apa?"

"Hei, apa kau mencintai pria itu?"

Ara mengangguk tanpa mengangkat pandangannya. Ia kini justru menangis dalam diam, begitu tenang, berbeda dari hatinya yang bergemuruh sakit.

"Katakan padanya kalau kau mencintainya, tetapi  jika dia memilih wanita itu, berarti dia tak menyukaimu. Kau tidak bisa memaksa orang lain untuk menyukaimu, bodoh!"

"Tidak bisa."

"Apa?" tanya Yoongi bingung. Lebih dari itu, ia justru bingung dengan diri sendiri. Kenapa juga ia harus menanggapi gadis sampah yang sedang mabuk.

"Aku tidak bisa mengatakannya."

"Kenapa?"

"Karena Jimin oppa mungkin akan marah dan membenciku," jawab Ara menghapus air matanya.

"Kenapa harus marah? Kau hanya perlu mengatakannya, bodoh. Jangan memaksa."

Ara tersenyum tipis, mendongak untuk menatap Yoongi. "Benarkah? Apa dia tak akan membenciku saat ia tahu adiknya ini mencintainya? Tuan Arogan, aku ... mencintai kakakku sendiri. Bagaimana ini, rasanya sakit sekali ...."

Bagai tersambar petir di luar, Yoongi sampai menahan napas dengan mata melebar. Tatapannya tiba-tiba saja menjadi rumit saat melihat Ara. Pria itu kini merasa jijik sampai ke akar. Gadis sampah itu ... ternyata benar-benar menjijikkan.

.......

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro