66
whoa cepet juga....
kalo kemarin bisa tembus 90... sekarang minta 90 vote lagi ya? Boleh?
Jangan lupa komen juga
.
.
.
Minkyung tentu tidak membiarkan dirinya larut dalam ketidaktahuan, sementara ekspresi kedua anaknya sejak tadi menunjukkan bahwa mereka tidak baik-baik saja. Wanita paruh baya itu mendesak agar dirinya ikut turun dan membicarakan hal ini di apartemen Yoongi, setelah sebelumnya bertanya apakah ada Go imo di sana untuk dititipi Bora sementara mereka membahas semua.
Ara memutuskan untuk membawa Jimin dan Minkyung ke arah dapur, setidaknya jarak tempat itu dan kamar Bora lumayan jauh, sehingga kecil kemungkinan gadis itu akan mendengar masalah yang akan mereka bahas.
Tensi di ruangan tersebut cukup dingin, ketiganya sudah mengelilingi table bar tampak menatap satu sama lain sebelum Minkyung berkata, "Jadi, ceritakan pada Eomma, apa yang terjadi?"
Hening cukup lama, Ara tampak menggigit bibir bawahnya ragu tetapi akhirnya mulai berbicara "Umm ... kekasih Oppa adalah mantan istri Yoongi oppa," jawab Ara, gadis itu bahkan tersenyum hambar saat mengutarakannya. Dia tak ingin dikasihani terlebih kerjapan di mata Minkyung menandakannya begitu jelas. Oh ayolah! Ara sedang berusaha tegar, jangan sampai pertahanannya runtuh.
Ara sangat takut, tetapi tidak mengerti apa yang dia takutkan, padahal selama ini dia selalu berdoa untuk kebahagian Yoongi dan Bora. Egoiskah jika ternyata Ara diam-diam merevisi doa itu dan menambahkan namanya ada dalam kebahagian Yoongi dan Bora? Dan sekarang, seolah semua harapan berada di ujung tanduk karena kehadiran masa lalu suaminya tersebut.
"Bagaimana ...." Minkyung menatap Ara dan Jimin bergantian, menunggu penuturan lebih lanjut dari mereka berdua.
"Eomma, aku hanya meminta Jimin oppa memberikan kesempatan pada mereka untuk berbicara karena tampaknya mereka berpisah tidak dengan jalan yang baik," imbuh Ara masih dengan ketenangannya.
"Ra-ya, kau tidak apa-apa?" tanya Minkyung ketika Ara terus-menerus menyunggingkan senyum yang nyatanya terlihat hambar. Wanita paruh baya itu ingin sekali memeluk putri kecilnya karena melihat bagaimana cairan bening sudah menggenang di kedua pepuluknya jelas menandakan bahwa Ara tidak baik-baik saja. Namun, lagi-lagi dinding tak kasat mata yang membentang di antara mereka masih saja memberikan jarak pada keduanya. Minkyung tak ingin begini, tetapi kenapa rasanya sulit sekali?
"Aku baik, yang tidak baik itu putra sulung Eomma, mengingat faktanya memang sangat mencengangkan sekali." Ara menautkan kedua tangannya di atas table bar, mencondongkan tubuh bagian atas guna menatap Jimin lebih dekat, "Oppa, kurasa kita harus bertindak dewasa di sini, kita tidak bisa memaksakan diri jika mereka ingin kembali. Setidaknya kita tidak boleh egois, 'kan? Ada kebahagiaan Bora, seorang gadis kecil yang kita semua sayangi dengan tulus. di sini."
Ara tidak menyangka bahwa dirinya bisa berkata hal semacam itu tanpa sedikitpun menemui kendala. Sesak? Tentu saja, dia bahkan ingin segera membenamkan wajahnya di balik bantal dan menangis meraung sekarang. Bukankah hidup itu harus penuh antisipasi? Bersiap untuk sesuatu yang terburuk agar kita tidak terlalu jatuh saat terpuruk.
"Aku masih bingung harus melakukan apa," balas Jimin singkat. Dia menghela napas panjang dengan kedua tangan memijat pelipisnya yang sejak tadi berdenyut.
"Aku akan menceritakan apa saja yang aku tau mengenai mereka menurut versi Yoongi oppa, setidaknya Oppa nanti dapat menilik masalah ini dari sudut pandang yang bijak saat Yuna eonnie menceritakannya padamu."
Pribadi yang tampil menawan dalam balutan jas formal itu mengangguk dan sesudahnya hanya bisa mengepalkan kedua tangannya di atas table bar dengan sesekali mengernyit kala penuturan Ara tersebut menuju pada kesimpulan akhir yang sudah Ara kemukakan di awal. Kita tidak bisa memaksakan diri jika mereka ingin kembali. Setidaknya kita tidak boleh egois, 'kan? Ada kebahagiaan Bora, seorang gadis kecil yang kita semua sayangi dengan tulus di sini.
Ara melepas kepergian Jimin dan Minkyung saat jarum jam menunjuk pada pukul 21.45. Memang masih belum terlalu malam, terbukti dari Bora yang melongok ke luar, mencoba mengecek keadaan sekitar. Gadis kecil itu tidak mau menuruti Go imo walau dia sudah diseduhkan susu hangat karena memang belum mengantuk.
"Eomma ...? Kenapa?" panggil gadis kecil itu lirih, menatap Ara yang kali ini menyandarkan keningnya di pintu depan. Gadis itu bahkan tidak menyadari saat anak sambungnya itu mendekat hingga tangan kecilnya menarik lembut dress yang Ara pakai.
"Eh! Kau belum tidur?" tanya Ara kaget, lantas menatap Go imo yang memasang wajah bersalah karena tidak berhasil membujuk Bora untuk tidur.
"Aku belum mengantuk, samchon dan oehalmeoni sudah pulang ya? Padahal aku ingin memeluk mereka," tanyanya, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang, lalu memaku lagi pada wajah Ara yang tampak kacau, "Eomma kenapa?"
"Maaf karena tidak berhasil menidurkan Bora, Nyonya" ucap Go imo, di tangannya bahkan masih ada segelas susu hangat yang masih belum tersentuh.
"Tidak apa, biar aku saja yang menidurkan Bora," sahut Ara, mengulas senyum tipis seraya menyahut susu hangat di tangan wanita paruh baya tersebut.
"Ayo rubah kecil, Eomma temani kau tidur ya. Eomma ada cerita baru untukmu."
Bora berjingkat antusias dan tanpa kendala menuruti Ara masuk ke dalam kamar.
***
Tak membutuhkan waktu lama, Bora sudah meminum habis susu dan menyikat giginya lantas menaikkan selimut bersama Ara yang mulai menceritakan sebuah kisah.
Kali ini kisah tentang seorang anak angsa yang terpisah dengan ibunya dan dibesarkan oleh seekor itik. Itu adalah cerita yang Ara karang sesaat lalu, setidaknya dia ingin menggambarkan tentang bagaimana perasaannya pada anak itu tanpa sedikitpun menceritakan apa yang terjadi sebenarnya.
"Wah, lalu akhirnya si anak angsa bertemu ibu angsa, Eomma?"
Ara mengangguk. "Anak angsa dan ibu angsa hidup bahagia selamanya," ucap Ara dengan intonasi dramatis dengan tangan merangkul buntalan lemak itu gemas.
Namun, bukannya ikut tertawa. Bora malah terdiam, otak kecilnya tampak menimang sesuatu, sedikit tidak setuju dengan ending yang diceritakan Ara. "Eomma, menurutku akhir ceritanya tidak bahagia," ucapnya lirih.
"Eh? Kenapa tidak bahagia?"
"Bagaimana dengan ibu itik? Dia ditinggalkan sendiri? Itu sangat menyedihkan. Menurutku akan bahagia jika anak angsa hidup bahagia dengan ibu angsa dan ibu itik. Jadi ibunya ada dua," kata Bora dengan bersemangat sembari mengacungkan dua jarinya ke udara.
Ara tertawa, tetapi entah kenapa tawanya kali ini diikuti dengan luruhan bening di kedua pipinya, beruntung Bora tidak melihatnya karena posisi si anak yang menjadikan lengan Ara menjadi penopang kepala tidak memungkinkannya melihat wajah sang ibu.
"Oke, jadi anak angsa hidup bahagia bersama ibu angsa dan ibu itik, begitu?"
"Hm." Angguk Bora sebelum menguap lebar.
"Tidur ya Sayang, have a nice dream."
"I love you, Eomma."
"I love you too, Sayang."
Ara semakin takut kehilangan.
***
Ara kembali mengembuskan napas setelah menutup bilah kayu kamar Bora, jujur hatinya semakin tak karuan saja, ingin segera membersihkan diri dan tidur, siapa tau semua ini hanya mimpi yang seperti nyata saja.
Namun, lagi-lagi dia harus memaku saat mendapati Yoongi berdiri tak jauh dari tempatnya. Ah, seandainya saja Ara menemukan petunjuk mengenai konversasi seperti apa yang pria itu habiskan dengan Yuna tanpa bertanya, maka ia tidak akan kembali terbebani seperti harus memasang topeng tegarnya lagi.
Ara mendekati sang pria, kembali tersenyum tipis sebelum Yoongi membenamkan tubuh Ara dalam dekapannya. "Ra-ya, biarkan seperti ini, aku memerlukan bahumu."
Gadis itu paham, sangat paham dengan ikut menepuk-nepuk punggung pria itu lembut walau menyadari ada wangi lain dalam dekapan tersebut. Ara ikut menangis sama seperti Yoongi, tetapi menangisi yang mana? Tangis karena ikut larut dalam kecamuk hati sang suami atau menangisi dirinya yang mungkin sebentar lagi akan kehilangan sosok yang selalu membuatnya nyaman itu?
Sementara di sisi lain, seseorang tengah menyesali akan sesuatu yang telah dia lakukan.
.
.
.
Jangan ada yang komplen sedikit ya... ikuti aja alurnya, misuh2 juga boleh...hehe...have a nice day
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro