Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

43

Byurr ….

Tubuh Ara terjatuh, kehilangan keseimbangan dengan tangan menggapai udara tanpa seorang pun menariknya. Dia tidak tau siapa yang mendorong saat itu, kejadiannya begitu cepat dan air yang mengurungnya sekarang jelas sukses membuat Ara panik luar biasa.

Mencoba menendang air agar tubuhnya terangkat ke atas, Ara justru mendapati kakinya kesakitan karena keram. Gadis itu belingsatan dengan tangan mencoba bergerak ke atas. Bagaimana pun dia harus segera bernapas karena rongga dadanya saat ini terasa begitu panas.

Memaksa mengentakkan kaki sekuat yang dia bisa, akhinya Ara berhasil muncul ke permukaan, menghirup udara cepat dan berteriak minta tolong sebelum kembali tenggelam dengan tangan bergerak liar.

Apa tidak ada yang ingin menolongku? Oppa! Tolong aku!

Dulu, saat Ara berada di hari-hari kesepiannya selama tiga tahun, dalam renungan acaknya, ia pernah berpikir ingin menjadi ikan saja di kehidupan selanjutnya. Mungkin, jadi ikan itu enak, bisa berenang dan menjelajahi lautan yang penuh misteri itu tanpa sedikitpun khawatir akan tenggelam.

Dan saat ini, ia benar-benar ingin jadi ikan saja karena dikepung oleh air itu ternyata sangat menyakitkan.

Kepalanya nyeri luar biasa dengan dada panas karena kekurangan oksigen sedangkan tak ada tanda-tanda penolong saat tubuhnya mulai melemah.

Pandangannya kini mulai mengabur, sebelum bias terakhir yang berhasil ditangkap retinanya benar-benar meredup dan merenggut kesadarannya.

Oppa ….

Ara tidak tau apa yang terjadi, saat seseorang meraih pinggang dan membawanya ke permukaan. Semuanya terasa hampa, hanya pekat yang mengungkung Ara sekuat apa pun dia mencoba berteriak.

Apakah dia sudah mati? Kalau sudah mati kenapa dia tidak melihat cahaya? Mana Malaikat yang datang menjemputnya? Apakah karena dia sudah melakukan dosa besar karena mencintai sang kakak, sampai Malaikat maut pun tak sudi menampakkan diri? Semenjijikan itukah dia? Apakah hidup Ara benar-benar semenyedihkan ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghunjam, hingga rasa pening dan sesak yang membakar dadanya seketika hilang bersamaan perasaan bergejolak dalam perut yang disusul oleh rasa lega saat respiratornya kembali berfungsi.

Ara bernapas, terbatuk-batuk memuntahkan air. Kini telinganya berdengung, tetapi tak dapat menangkap satu per satu suara yang memanggil namanya. Rasanya masih terlalu lemas bahkan untuk sekadar membuka matanya lamat.

Bercahaya, itulah yang pertama kali ditangkap retinanya. Cahaya matahari yang menjadi latar belakang sosok itu kian memudar saat fokusnya sedikit demi sedikit terkonsentrasi penuh. Yoongi memanggilnya dengan raut khawatir.

Hm, khawatir? Bahkan sosok imajiner di otak Ara pun berdecih remeh.
Benarkah dia sekhawatir itu padaku?

“Lim Ara! Kau mendengarku?”

“Eung ….” Ara hanya mampu merespons dengan erangan, terlalu lemas dan dia hanya dapat mendengar Yoongi memerintahkan seseorang memberinya handuk sebelum mengangkat tubuh Ara ke dalam rumah.

“Air hangat! Beri aku air hangat!” teriak Yoongi pada seorang asisten rumah tangga yang secepat kilat memberinya satu gelas yang lantas meminumkannya pada sang gadis.

“Ra-ya? Bagaimana keadaanmu? Apa yang sakit?” Yoongi kembali bertanya, masih dengan nada khawatir.

“Le … mas ….”

“Kita ke rumah sakit, ok?” Entahlah, Ara tidak mengerti apa yang dia rasakan saat ini, tetapi saat melihat kedua manik Yoongi, ada rasa hangat yang menggelenyar memenuhi relungnya. Aneh, karena perasaan seperti itu tidak asing dan perasaan itu selama ini hanya dia dapatkan dari Jimin.

Ara menggerakkan tangannya pelan, menolak. “P-pulang,” ucapnya lirih. Ya, gadis itu hanya ingin merebah di atas sofa empuknya saja.

Setelah beberapa orang pelayan membantu Ara mengganti pakaian, tanpa perdebatan seperti yang biasa Yoongi layangkan jika mereka melakukan konversasi. Pria itu hanya mengangguk, dan mulai mengangkat tubuh Ara dan menolak siapa pun yang membantunya.

Wajahnya tegas, dengan sorot tajam menyapukan pandangan pada semua orang yang ada di taman. “Siapa yang telah mencelakakan istriku?”

Semua orang yang ada di sana tampak terdiam, sebelum seorang gadis dengan seragam hitam putih senada dengan asisten rumah tangga di tempat itu maju dengan wajah menunduk dan pucat.

“Maafkan aku Tuan, a-aku tidak sengaja.”

Yoongi menatap sang gadis dengan air muka tak terbaca. “Aku akan membuat perhitungan denganmu.” Pria itu segera melanjutkan langkahnya menuju mobil dengan Ara masih berada dalam dekapan, setelah sebelumnya memerintahkan Pak Kwon untuk mengamankan gadis itu.

Sejujurnya, Ara tidak pernah tau bagaimana ekspresi Yoongi saat marah besar, terlebih selama ini juga mereka hanya sering melakukan perdebatan kecil yang tidak berarti. Namun hari ini, untuk pertama kalinya Ara menatap pria itu dengan begitu berbeda. Dalam keadaan lemahnya, Ara dapat melihat bagaimana kilat berbahaya di mata Yoongi. Astaga, andai dia bisa menolong gadis pelayan itu.

***

Ara bahkan lupa dengan cara bagaimana Yoongi membawanya pulang, sepertinya dia terus tertidur sejak sang pria berhasil membawanya masuk ke dalam mobil.

Lamat-lamat dia mendengar suara Bora yang bertanya pada sang ayah tentang keadaannya, diikuti suara Go imo yang mengatakan bahwa makan malam sudah siap.

Ara harus bangun, apalagi suara piring dan mangkok yang beradu di atas meja tak jauh dari tempatnya berbaring, menguarkan uap harum dari masakan yang tersaji di sana.

Ah mungkinkah ini wangi galbitang? Aku lapar, harus bangun.

Perlahan Ara membuka mata dan mendapati Bora yang berseru pada sang ayah.

Appa! Eomma bangun!”

Tak menunggu lama, setelah kesadaran Ara benar-benar terkumpul, Ara sudah mendapati Yoongi yang berdiri di sebelah Bora, menatapnya khawatir. “Apa ada yang sakit?”

Eomma, aku sedih sekali saat tau kau sakit.”

Ara tersenyum tipis sebelum menjawab, entahlah rasanya begitu mengharukan. Kesepiannya selama tiga tahun seakan terbayar oleh perhatian dua orang di hadapannya itu. “Eomma tidak apa-apa kok, besok juga sembuh.” Tangannya mengusap lembut pipi gembil Bora dan mencubitnya pelan, “terima kasih karena sudah mengkhawatirkan Eomma.”

Atensinya kini beralih pada Yoongi, dan bayangan bagaimana pria itu tadi menatapnya berlatar belakang sinar matahari kembali direpetisi otaknya. "A-aku ...." Ara terlihat menjeda ucapannya, tentu saja karena apa yang ingin dia sampaikan buyar begitu saja.

"Ya?" tanya Yoongi memiringkan wajah, menunggu jawaban sang gadis.

"Aku ... lapar," ucapnya spontan yang diikuti helaan napas lega karena mengatakan hal yang benar. Bagaimana jadinya jika dia mengatakan bahwa Yoongi terlihat tampan saat menolongnya tadi, itu terdengar mesum alih-alih memperlihatkan rasa terima kasih.

Satu hal yang dapat Ara maklumi dari poin yang dituliskan pria itu dalam perjanjian mereka, yaitu tentang rambut basah. Untuk pertama kalinya Ara mengakui, bahwa Yoongi dan rambut basah, cukup meresahkan juga.

Ara tampaknya masih merasa terkejut dengan apa yang dipikirkannya, tetapi segera teralihkan oleh Bora yang membawa piring makanan. Yoongi sampai memekik karena khawatir Bora akan menjatuhkannya.

"Sayang! Biar Appa saja." Yoongi segera mengambil alih piring tersebut dan meletakkannya di atas nakas sebelum membawa mangkok berisi galbitang sebelum sang anak melakukannya.

"Aku ingin menyuapi Eomma," ucap Bora sedikit kecewa, wajahnya menunduk hampir menangis karena respons Yoongi cukup kaget tadi.

"Sayang, sini peluk Eomma," ucap Ara dengan senyum teduh seraya merentangkan kedua tangannya, jelas paham situasi, "Appa tadi hanya khawatir kau menjatuhkan dan melukai kakimu, Sayang."

Yoongi sampai mengangguk-angguk setuju, menatap sang anak dengan tatapan merasa bersalah. "Appa yang memegang piringnya, Bora yang menyuapi Eomma, bagaimana?"

Bora setuju, lantas buru-buru mengesat  pelupuknya yang sudah berkaca-kaca. "Ok!"

Begitulah, momen sederhana keluarga kecil itu terjalin begitu hangat. Ara belum ingin membahas kejadian hari ini karena masih merasa lemas dan Yoongi pun tampaknya tidak memaksa, walau dia sudah memerintahkan Pak Kwon agar mencari informasi lebih jauh, apa yang menyebabkan Ara terjatuh.

Bora tampak puas karena dirinya sudah memberikan suapan terakhir pada sang ibu. Memberikan minum dan tersenyum begitu lebar.
"Appa, aku ingin menjaga Eomma di sini. Bisakan kita tidur bertiga?"
*
*
*

Dikit dulu ya maleman insyaAllah double update.

Selamat malam minggu hehe





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro