42
Hello its me again...dia belum wamil tapi aku kangen mulu. Jadi ya gini, update terus...
.
.
.
Ara berdiri kikuk dengan mata yang terus memindai pergerakan roda empat yang sedang diparkirkan Yoongi di halaman depan rumah utama.
Yoongi sampai kasihan juga saat dirinya ke luar dari mobil dan mendapati gadis itu menggigiti bibirnya. Barang kali kalau harus mengatakan sesuatu, maka Ara akan berkata Ahjussi tolong bawa aku pergi dari sini.
Yoongi bukannya tidak peka, tetapi acara golf hari ini benar-benar dia tunggu-tunggu juga, mengingat investor itu terkenal sangat royal. Semuanya demi kemajuan perusahaan yang telah sang ayah bebankan di atas pundaknya.
"Siap untuk bersandiwara?" bisik sang pria, mendadak mesra dengan menyelipkan anak rambut Ara ke belakang telinga, ah jangan lupakan juga senyum tipis-tipis gemasnya. Ara belum juga terbiasa walau terlalu sering bersemu merah karena serangan kegemasan yang tiba-tiba ini, "tidak usah terpesona sampai memerah begitu, aku tau sex appeal-ku memang sesuatu. Aku hanya memberitahumu saja, di atas ujung kanan ada CCTV."
Sebenarnya Ara ingin sekali memutar bola matanya malas alih-alih membalas senyuman Yoongi dengan tak kalah manisnya. "Iya sex appeal-mu memang sesuatu sampai-sampai aku ingin membekapmu saja agar tidak sering-sering tebar pesona."
"Cemburu?" tanya Yoongi, menaikkan satu sudut bibirnya dengan sorot penuh percaya diri.
Ara kembali tersenyum, menaikkan kedua tangannya di pundak sang pria dan bergerak sedikit agar tubuh Yoongi membelakangi CCTV.
Menjingkatkan kaki, gadis itu berbisik, "Jangan mimpi, selama kau bukan oppa-ku mana mungkin aku cemburu padamu."
Yoongi terkekeh, kepalanya sampai bergerak ke belakang sebelum tangan besarnya menuntun tubuh Ara. Merasa ajaib dengan tingkah sang gadis yang akan membuat siapa pun yang melihat rekaman CCTV pasti menyangka mereka tengah berciuman.
Tangan Yoongi masih berada di pinggang Ara, saat pria itu menuntun sang gadis ke dalam rumah.
Suasana rumah masih sepi, Ara hanya mendapati dua asisten rumah tangga yang menyapa keduanya dengan ramah di pintu depan, mereka tampak sibuk menerima buket bunga mawar yang dipesan Yoongi.
"Di mana acaranya?" tanya pria itu pada salah satu asisten yang membawa buket bunga.
"Di taman belakang Tuan," jawabnya sopan.
"Oh, oke. Ayo." Yoongi lantas menggandeng tangan Ara yang seketika menegakkan punggungnya, cemas.
"Santai saja, dia tak akan memakanmu," bisik Yoongi mencoba menguatkan.
"Tidak memakan tubuhku tapi memakan kepercayaan diriku," gumam Ara yang kembali mengundang pria di sampingnya menepuk pelan tangan yang digenggamnya penuh simpati.
Ara pun tak mengerti bagaimana bisa seorang wanita mempunyai aura mendominasi seperti Park So Eun, bahkan suaranya yang terdengar sayup-sayup di taman belakang sukses membuat bulu kuduknya berdiri.
"Omo Yoongi-ya!" sapanya ramah, memberikan pelukan hangat, lantas menangkupkan kedua tangannya di pipi sang anak, "kau terlihat kurus? Apa kau makan dengan baik?"
See? Bahkan sejak sapaan awal pun, apa yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu sudah mengandung kalimat sarkas yang mendiskreditkan Ara.
"Aku makan dengan baik Eomma, masakan Ara itu enak sekali. Aku hanya sengaja menjaga tubuhku karena dia suka yang sixpack," jawab Yoongi, menatap dan mengedipkan satu matanya pada sang istri.
"Benarkah?" tanya So Eun sangsi, menatap Ara yang membungkuk sopan padanya sekilas. Wanita paruh baya itu bahkan tak repot-repot membalas sapaan sopan sang menantu.
"Coba saja berkunjung ke rumah kami sekali-kali," jawab Yoongi, kali ini melingkarkan tangannya di pundak Ara.
Demi apa pun, Ara bersumpah kalau dia melihat tatapan maut sang ibu mertua yang tampak jijik. Ini lagi, kenapa juga Yoongi harus menyanjung dirinya secara berlebihan, kalau wanita paruh baya itu benar-benar berkunjung ke apartemen bagaimana?
Wanita paruh baya itu sepertinya memilih untuk tidak menimpali karena bahasan tentang Ara itu baginya tidak menarik sama sekali dan hanya mengangguk sebagai respons.
"Selamat pagi, Aunty!" Terdengar suara lembut seseorang dari arah pintu depan mengalihkan atensi semua orang.
Itu Jessica yang secara sukses tanpa harus bersikap berlebihan, berhasil menaikkan kedua sudut bibir So Eun terangkat ke atas. "Hai Sayang, cantik sekali. Terima kasih mau datang kemari dan membantu Aunty."
"Eh, Eomma menyuruh Jessica kemari juga?" tanya Yoongi tampak antusias.
"Tentu saja, Eomma membutuhkan wanita yang mempunyai personal taste bagus untuk menata meja, dan si cantik ini mau menolongku," ucap So Eun dengan sesekali melirik Ara tampak membandingkan, "memangnya kau menyuruh Jessica kemari juga?"
Yoongi mengangguk. "Iya, untuk menemani istriku."
Kali ini, untuk pertama kalinya So Eun tampak tertarik dengan menolehkan kepalanya ke arah Ara, menatap gadis itu dengan salah satu alis terangkat. "Kenapa minta ditemani? Kau takut datang kemari?"
Benar-benar aura intimidasi yang kuat, Ara sampai harus menelan salivanya lamat sebelum menimpali. "Ti-tidak Nyonya, hanya saja aku tidak terbiasa."
"Tidak terbiasa dari?" Oh wow, So Eun sepertinya mendapatkan topik yang seru karena wanita paruh baya itu kini mengubah posisi berdirinya, guna menatap Ara lurus.
"Ah, Aunty maaf memotong pembicaraannya, tetapi apa tidak sebaiknya kita mulai menata meja," ucap Jessica, sepertinya dia masih punya sedikit rasa empati dengan membebaskan Ara dari pertanyaan berbau intimidasi tersebut. Bukankah dengan begini Yoongi pasti akan melihatnya sebagai wanita tanpa cela?
Walau sedikit tidak setuju karena Jessica memotongnya, So Eun mengangguk memperlihatkan senyuman ramahnya. "Baiklah, Cantik."
Jessica tampak sedikit menjingkatkan kakinya mendengar hal itu, lantas berpaling pada Yoongi. "Yoon kau jadi pergi main golf?"
"Tentu, aku kemari hanya untuk mengantar istriku dan berpamitan. Aku pergi dulu Eomma, Jessi," ucap Yoongi memberikan ciuman di pipi keduanya sebagai salam perpisahan, lantas berbalik dan merentangkan kedua tangannya, membenamkan tubuh Ara dalam dekapan. "Aku pergi dulu ya Sayang, semangat ya membantu Eomma. Love you!" Satu kecupan sukses mendarat di bibir Ara yang entah kenapa rasanya membuat dia tak mampu berkata-kata. Gadis itu mengerjap lugu, sebelum tersadar saat Yoongi berbisik figthing. Seketika Ara seperti mendapatkan suntikan percaya diri.
Tak ada sesuatu yang terjadi kala Ara membantu mempersiapkan acara. Tepatnya, Ara hanya mengekori Jessica yang berperan begitu apik sebagai peri penolongnya di sana. Gadis itu cukup mensyukuri walau tetap penuh antisipasi.
Pada pukul sebelas, para tamu mulai berdatangan. Saling berteriak antusias dengan memamerkan jumlah kekayaan yang diperlihatkan lewat perhiasan yang mereka kenakan. Ara yang baru pertama kali berada dalam sebuah acara penuh sosialita tampak berdecak kagum. Ya, benar-benar kagum, bagaimana mereka tertawa lepas bagai tak mempunyai beban yang membuat Ara iri.
Barang kali gadis itu bisa tahan saat mulut-mulut itu melemparkan penilaian padanya.
"Istrinya Yoongi ya? Cantik sekali, tetapi berbeda sekali dengan saat menikah ya? Saat menikah terlihat lebih dewasa, aku sampai salah mengenali. Kukira istrinya yang ini?" ucap salah seorang tamu dengan dress berbulu yang entah kenapa menurut Ara terkesan gatal, wanita itu terang-terangan menunjuk Jessica yang seketika membantah dengan senyum kikuk.
Ara sih biasa saja menanggapi hal tersebut, hingga sesuatu terjadi dan membuatnya meradang.
***
Barang kali, kalau untuk sekadar membungkuk penuh penghormatan sambil tersenyum sopan, hal itu dapat Ara lakukan dengan sangat baik.
Dia juga dapat menimpali tanpa kendala, jika ada yang bertanya ke mana sang suami, kenapa tidak kelihatan di acara tersebut. Namun, sepertinya kini Ara sudah berada dalam batasannya. Rungunya sejak tadi berdengung panas karena terlalu banyak mendengar nada sumbang mengenai dirinya yang konon sangat tidak cocok dengan Yoongi.
Iya, memang tidak cocok, tetapi apakah itu pantas diutarakan di depanku? Hah! Andai saja Jimin oppa ada di sini, aku pasti akan merasa aman.
Merasa lelah, gadis itu menyelinap ke sudut taman mendekati stan subak hwachae--es buah ala Korea atau yang biasa juga disebut dengan watermelon punch, menyahut satu gelas lantas berdiri di sudut paling sepi.
Barang kali, meneguk hwachae merupakan hal terbaik baginya hari ini, setelah menandaskan satu gelas yang sukses menyegarkan kerongkongannya yang kering, Ara kembali menyahut satu gelas lagi.
Merasa sedikit rileks, tatapan gadis itu tertuju pada bagian tengah di mana sebuah panggung buatan dan meja kecil di tengahnya terhias cantik. Sedikit menautkan alis, Ara baru menyadari bahwa panggung kecil tersebut terletak di atas sebuah kolam renang yang ditutup separuh bagian atasnya. Mengedik pelan, merasa hal itu tidaklah penting, sang gadis segera menandaskan cairan dalam gelas di tangannya itu untuk kedua kali.
Uh ... subak hwachae memang terbaik, gerah lahir batinku jadi sedikit lebih baik. Kalau begini ... aku jadi merindukan oppa, aku telepon jangan ya?
Ara tengah memainkan benda pipih miliknya, berpikir apakah sebaiknya dia menelepon sang kakak atau tidak, saat seseorang menyapa tiba-tiba. "Tidak terbiasa dengan pesta seperti ini ya?" Ara sampai terperanjat dibuatnya, memekik pelan tetapi lantas mengangguk dan tersenyum canggung saat melihat siapa yang berbicara padanya.
Seorang wanita paruh baya berwajah ramah menatapnya dengan senyum teduh. Bila ditilik dari penampilannya, wanita itu tidak terlalu mencolok, bahkan Ara tidak mendapati perhiasan lain, selain sepasang anting berlian di kedua telingannya. Gadis itu jadi bertanya-tanya, benarkah wanita berwajah ramah itu bagian dari mereka?
"Aku Cha Mirae dan aku tidak terlalu suka dengan pesta," bisiknya di telinga Ara, yang kembali direspons senyum canggung dari sang gadis, "terkadang aku tidak mengerti bagaimana cara berpikir orang-orang yang menilai dirinya sebagai kelas atas. Mengadakan pesta, pamer perhiasan dan pakaian mahal tapi tidak mempunyai rasa hormat pada sesama. Aku mendengar sejak tadi, kalau kau menjadi pusat perhatian hari ini. Bagaimana rasanya? Pasti melelahkan, ya?"
Ara masih bungkam, belum memahami maksud pertanyaan dari wanita paruh baya tersebut. Apakah dia seorang antagonis atau peran pembantu protagonis di sini.
"Pesanku, tetaplah berdiri tegak, jangan terpancing emosi. Min Yoongi sudah memilihmu, kau layak bersanding dengan pria tampan seperti dia karena kau juga sangat cantik Lim Ara, dan aku yakin Yoongi melihat nilai plus dari dalam dirimu yang sebagian besar orang di sini tidak melihatnya."
Bagai tetesan air di padang pasir gersang, Ara seketika telah mendapati oase-nya. Gadis itu menatap lurus ke arah wanita yang mengaku bernama Cha Mirae tersebut, bertanya-tanya dalam hati apakah dia cenayang? Mengingat namanya yang berarti masa depan?
"Um ... terima kasih Nyonya Cha," ucap Ara tergagap.
Wanita itu tergelak tetapi kemudian menepuk pundak ara tiga kali. "Jangan sungkan, aku akan meminta Yoongi mengajakmu berkunjung ke rumah kapan-kapan." Belum sempat Ara menimpali dengan panjang lebar, wanita itu sudah kembali berjalan menuju stan buah-buahan.
"Lim Ara!" panggil So Eun dari atas panggung kecil yang segera mengait atensinya, suara wanita itu terdengar seperti memerintah alih-alih memanggil sang menantu dengan intonasi lembut. Padahal menurut Ara, saat itu dirinya sudah berhasil menyelinap ke tempat paling jauh dan paling aman guna menghindari tatapan menilai para sosialita tersebut, tetapi tetap saja ketahuan.
Melangkahkan tungkainya secepat kilat ke arah si pemanggil, Ara melihat Jessica berdiri di sebelah So Eun bersama seorang wanita paruh baya yang tampaknya berumur tidak jauh berbeda dengan sang ibu mertua. Entah kenapa, tatapan wanita itu membuat Ara merasa tidak nyaman.
"Oh jadi ini gadis yang berhasil merebut hati Yoongi?" ucapnya tanpa basa-basi, matanya bergerak memindai penampilan Ara dari atas ke bawah, tetapi mengangguk dengan senyum tipis.
Ara pun mencoba sopan dengan membalasnya melalui bungkukkan, bingung juga harus menimpali apa karena rasanya tidak mungkin juga kalau dia menjawab, tentu saja karena aku cantik dan menarik, bukankah itu akan terdengar tak tau diri? Sementara ada Jessica di sana yang konon bernilai sempurna di mata sang ibu mertua.
"Aku Cecillia Wang, ibu dari Jessica. Kau seharusnya mengenaliku karena wajahku sering muncul di majalah bisnis." Wanita itu terkekeh, entah menertawai leluconnya yang mana karena menurut Ara, apa yang dia ucapkan tidak lucu sama sekali, "itu pun kalau kau sering membaca majalah bisnis," imbuhnya seraya menyesap jus lemon yang sejak tadi berada di tangannya.
"Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wang," sapa Ara.
So Eun terlihat mendengkus tak suka, sebelum berkata dengan penuh penyesalan, "Tolong maafkan aku Eonnie, karena Yoongi lebih memilih gadis ini, perjodohan anak kita jadi gagal. Ini semua gara-gara cucuku yang sangat menyukainya." Kali ini wanita paruh baya itu secara terang-terangan melirik Ara remeh terlihat kesal bercampur kecewa.
Sementara di sebelahnya, Jessica tampak berdiri canggung dengan raut wajah tak enak. "Aunty, kenapa membahas hal itu terus, aku dan Yoongi hanya bersahabat, kami tidak mungkin menikah."
Cecillia tergelak. "Iya, hanya sahabat, sampai-sampai kau jarang sekali berkencan karena menunggu Yoongi terlalu lama."
"Mommy!" protes Jessica, menatap sang ibu dan Ara bergantian, "astaga Ara-ssi, jangan didengar, ok."
Ara menggerakkan tangannya di depan dada, berusaha tersenyum tulus walau mati-matian menahan kelenjar air matanya agar tak memproduksi cairan bening tersebut. "Tidak apa-apa Eonnie, santai saja."
Astaga! Kenapa juga aku rasanya ingin menangis begini? Padahal semua yang diucapkan mereka itu benar, dan lebih dari itu. Kenapa aku harus bersedih? Mengingat pernikahan ini hanya sebuah pernikahan kontrak. Kau harus kuat Lim Ara, seperti ucapan Nyonya Cha tadi.
Ara segera tersadar dari lamunannya, lantas beralih pada So Eun, sedikit tak terima karena dipanggil hanya untuk diremehkan seperti tadi. "Umm ... Anda memanggilku Nyonya Min? Ada apa?"
"Astaga So Eun, kau membiarkan menantumu memanggil dengan sebutan Nyonya?" seru sebuah suara yang baru bergabung, bahkan Cecillia Wang yang sedang tertawa segera mengatupkan bibirnya.
"Mirae eonnie! Kenapa tidak bilang padaku kalau mau datang? Astaga, maafkan karena tak menyambutmu dengan baik," pekik So Eun dengan wajah diramah-ramahkan. Ara sampai menautkan kedua alisnya bingung akan perubahan sikap sang mertua. Memangnya siapa Cha Mirae itu, sampai-sampai sang ibu mertua yang galaknya nyaris seperti nenek sihir itu tampak tunduk?
"Untunglah ada Lim Ara, dia sudah memberiku hwachae yang segar di sana," ucap Mirae melirik Ara dan mengedip pelan. Sebenarnya Ara tidak merasa menyambut juga sih, tetapi karena lagi-lagi diselamatkan dari kegerahan, sang gadis meresponsnya dengan anggukan sopan.
"Lim Ara, beri hormat pada Nyonya Cha, dia adalah investor terbesar Min San Group," perintah So Eun, tetapi kali ini intonasinya sedikit lembut.
"Eun-ah, menantumu ini sangat sopan, kau tidak perlu mengajarinya sopan santun. Dia juga cantik, aku menyukainya, menurutku Yoongi punya penglihatan yang bagus karena menjadikannya istri." Mirae kembali menepuk pundak Ara yang sukses membuat So Eun bungkam, "Lim Ara tolong temani aku di dalam saja, Di sini gerah."
Ara tak mau besar kepala sebenarnya, tetapi jika ditilik dari mengatupnya dan menurunnya pandangan pedas So Eun, sedikit banyak Ara ingin bersorak juga, walau dalam hati.
Gadis itu dengan cepat menuruti ajakan Mirae, berbalik badan mengikuti langkah sang wanita paruh baya yang sudah berjalan jauh.
Ara baru saja melangkahkan tungkainya dua kali saat gumaman So Eun yang terdengar di telinganya membuat hati Ara benar-benar terbakar.
"Jangan besar kepala, memangnya aku tak tau apa yang dilakukan ibumu untuk membesarkanmu? Melacur," desis So Eun tajam.
Ara memejamkan mata dengan rahang mengerat, wajahnya merah padam bersama kepalan tangan yang siap menyambar apa saja. Dia bisa menahan segala hinaan jika itu menyangkut dirinya, tetapi kala nama sang ibu dibawa dalam bahasan tersebut. Ara tidak bisa tinggal diam.
Gadis itu membalikkan badan, bermaksud untuk membalas semua dengan sumpah serapah yang bahkan tidak terbayangkan oleh So Eun. Namun, belum sempat Ara membalas, sesuatu menabraknya begitu keras.
Aaaargh!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro