Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

41

Terima kasih buat 40 an lebih yang suka nge-vote ... Murah rejekinya ya xixixi...semoga mimpiin Yoongi malam ini
.
.
.

Jadi, apakah malam itu Ara dapat tertidur nyenyak? Jawabannya tentu saja tidak, rasa manis tipis-tipis dari wine yang ditinggalkan Yoongi pada bibirnya membuat Ara bertanya-tanya dengan anomali jantung yang menggila. Apakah Yoongi mabuk sampai menciumnya seperti itu? Memang hanya beberapa detik, tetapi tetap saja yang dilakukan pria itu adalah sesuatu yang intim bukan?

Ara bergerak, mengganti posisi tidurnya, mencoba mengingat apa yang diucapkan Yoongi. Namun, jika apa yang ia dengar dari perkataan yang sang pria ucapkan tadi, sepertinya dia sadar sepenuhnya.

Ara bingung harus menanggapinya seperti apa. Bangun sekarang lalu marah-marah atau tetap diam saja pura-pura tidak terjadi apa-apa? Tapi apa mungkin gadis itu bisa berpura-pura? Bagaimanapun Yoongi sudah melanggar kesepakatan mereka.

Ara jadi pening sendiri. Kalau bangun sekarang pasti pria itu akan meledeknya karena bereaksi begitu telat, tetapi kalau tidak bangun, dia takut akan ada ciuman-ciuman selanjutnya di malam hari, nanti dia yang rugi dan itu jelas tidak boleh terjadi.

Barang kali Ara membutuhkan waktu setengah jam untuk berpikir dan menutuskan, dia juga tidak ingin terus terjaga dengan berbagai macam pemikiran sementara Yoongi tertidur lelap. Maka sesudah mengumpulkan keberanian, dia memilih bangkit dan mencoba membangunkan sang suami.

"Ahjussi!" panggil Ara dengan tangan menggoyang-goyangkan tubuh sang pria, "Ahjussi! Apa yang kau lakukan padaku tadi."

Yoongi hanya mengerang dalam temaramnya lampu kamar di sana. Ara bahkan tak dapat memastikan apakah pria itu sudah terjaga atau belum jika dia tidak mendekatkan wajahhya.

"Ahjussi! Apa kau mabuk? Pokoknya kau harus ganti rugi karena telah melanggar kesepakatan kita." Ara mencondongkan tubuhnya guna menatap wajah Yoongi, apakah sudah terjaga atau belum karena dia tidak peduli, pokoknya pria itu harus bangun. "Yak! Ahjussi!"

"Mmph ...." Sebuah erangan terdengar dan Ara terus menggoyang tubuh Yoongi, pokoknya ganggu saja terus sebelum keinginannya tercapai.

"Ahjussi bangun!"

"Hmm ... da pa?" tanya sang pria, seraya mengubah posisinya menjadi duduk. Rambutnya mencuat dengan tangan mengucek matanya pelan. Pria itu menggerutu, jelas protes karena tidurnya diganggu.

"Kenapa kau menciumku?" tuduh Ara, wajahnya sudah menuntut jawaban dengan tangan bersedekap kesal.

Yoongi tidak langsung menjawab, tetapi menatap Ara lamat lalu mendaratkan telapak tangan besarnya di kening sang gadis seraya tertawa. "Kau berhalusinasi Lim Ara? Mimpi ya?"

Mendapatkan perlakuan seperti itu, Ara hanya mengerjap lugu. Entahlah, sirkuit otaknya kadang suka tiba-tiba macet jika mendapatkan perlakuan mendadak seperti itu.

"Yak! Apa maksudmu, jelas-jelas kau tadi menciumku karena manisnya cairan yang kau minum ada di bibirku," tuduh Ara saat sudah menyadari situasi.

Mendengar penuturan seperti itu Yoongi malah semakin meledakkan tawanya.

"Kau ini lucu, bilang saja kalau merasa bersalah karena tadi menamparku, jadi sekarang kau mengganggu tidurku."

Ara jelas tak terima dan langsung menahan wajah Yoongi yang baru saja menarik kembali selimutnya. Secepat kilat Ara mendekatkan hidungnya di depan mulut sang pria, mengendusnya."Tuh kan masih ada bau minumannya. Masih mau mengelak, eoh?" Ara mendongak dengan wajah terlampau dekat hingga mata mereka beradu pandang sebelum akhirnya radar tak kasat yang mereka menyala dan membuat keduanya saling menjauh.

"Kau berhalusinasi," ucap Yoongi datar, menggeleng dan berdecih remeh, "sudah-sudah aku mau tidur lagi." Ara kembali mengedipkan matanya memindai sang pria yang tampaknya akan kembali tidur.

Ara jelas tak terima, Sialan! Padahal dia sudah memberanikan diri membangunkan pria itu untuk memberi perhitungan tetapi kenapa malah dipojokkan seperti ini?

"Yak!" Ara kini menyibak selimut yang menutupi tubuh Yoongi, wajahnya mendongak menantang sebelum menyahut remot lampu dan memaksimalkan penerangan.

Sejenak netranya seolah mencari bukti dan sebuah noda di kemeja kerja Yoongi yang bahkan tidak digantinya dengan baju tidur tampaknya berpihak pada Ara.

"Aha! Kau memang habis minum, Ahjussi! Buktinya ada pada kemejamu." Tunjuk Ara penuh kemenangan.

Namun seperti biasa Yoongi selalu gesit kalau menyoal berargumen, dengan penuh ketenangan pria itu menimpali. "Kenapa kau begitu bersemangat mencari bukti bahwa aku sudah minum dan menuduhku menciummu?" Matanya menyorot pada kemeja kerja yang masih dia pakai, dan mendapati noda merah pekat di sana lantas terkekeh, "akui saja, kau sedang berhasrat ya? Sini kemarilah. Kita ini sudah sah kok." Pria itu menggerakkan tangan, mengedipkan sebelah mata, mengajak Ara agar duduk di sebelahnya.

Diperlakukan seperti itu, siapa yang tidak geram. Sikap Yoongi juga tak bisa Ara tebak, kadang baik kadang juga begitu menguras emosi seperti saat ini. Gadis itu mendekat, lalu mendorong tubuh Yoongi sekuat tenaga, menjauh dan mengentak kakinya tak kalah keras. "Aku membencimu, Ahjussi!" ucapnya sebelum berlari ke kamar mandi, kesal bukan main.

Yoongi memaku dengan tatapan mengikuti gerakan Ara yang berlari ke kamar mandi. Tangannya menggaruk belakang kepala yang tak gatal. Ya, bagaimana lagi, memang sikapnya tidak bisa dibenarkan, tetapi dia itu seorang pria dewasa yang tidak mungkin dapat dibuat mati kutu oleh gadis berisik seperti Ara. Yoongi hanya berharap, semoga gadis itu tidak melihat bagaimana wajahnya memucat kala gadis itu mengkonfrontasi dirinya tadi. Ah, bukankah Yoongi harus mempertahankan harga dirinya?

Menyusul Ara ke kamar mandi juga rasanya bukan sesuatu yang tepat untuk saat ini, terlebih sandiwaranya tadi pasti akan terbongkar jika dia meminta maaf. Mungkin besok pagi dia akan melakukannya. Meminta maaf karena telah menuduh gadis itu yang bukan-bukan, sementara mengenai ciuman yang dia lakukan dengan sadar tadi, barang kali akan menjadi rahasianya dengan Tuhan saja.

Argh! Kenapa jadi rumit begini? Wajah tertidurnya begitu mengingatkanku akan sosok Yuna. Astaga! Kau ceroboh Min Yoongi.

Pria itu kembali membawa tubuhnya berbaring, bertanya-tanya dalam hati kapan Ara akan kembali dari kamar mandi. Kalau dia masuk angin bagaimana? Toh hari juga masih malam.

Sementara itu di kamar mandi, gadis itu tampak berjalan mondar-mandir dalam jarak dekat. Napasnya memburu dengan wajah merah padam bahkan telapak tangannya yang berada di depan dada juga dapat merasakan seberapa kacaunya dia.

Argh! Kau bodoh atau bagaimana sih Lim Ara? Kau tau dengan baik kalau pria itu sangat menyebalkan kalau sudah berargumen, tetapi kenapa juga kau masih berusaha berdebat dengannya?

Barang kali, waktu sudah bergulir selama empat puluh menit saat Ara memutuskan untuk keluar. Tentu dia tidak boleh membiarkan dirinya terjebak di sana lebih lama, kalau masuk angin bagaimana? Udara juga semakin dingin menjelang dini hari.

Berharap Yoongi sudah kembali tidur, Ara memutar kenop pintu kamar mandi, mengendap perlahan berniat kembali merebah pada sofa empuk kekuasaannya.

"Lim Ara?"

Punggung gadis itu menegak, setelah mematung. Suara yang terdengar kala menjawab pun serak.

"Y-ya?"

"Kita harus bicara," ucap Yoongi serius, rupanya ada yang berubah pikiran secepat kilat.

***

Jadi, pada waktu malam tepatnya dini hari itu, ada beberapa kesepakatan baru yang Ara dan Yoongi setujui untuk menjadi poin tambahan dalam kontrak mereka. Salah satunya berbunyi; Selama pernikahan berlangsung tepatnya hari ini sampai batas waktu yang sudah ditentukan dalam kontrak. Kedua belah pihak, yaitu Min Yoongi dan Lim Ara harus setia dan menjaga kehormatan pasangan.

Ara juga sudah menjelaskan bahwa dirinya tidak terlibat romansa apa pun dengan Hyunjin dan berharap Yoongi bisa mewujudkan keingan Ara dengan memberi beasiswa untuk pemuda itu.

Saat ini Ara tidak dapat menebak apa keputusan sang pria, yang pasti gadis itu juga tak dapat bertanya lebih jauh karena dia tak mau terkesan memaksa.

Sepertinya malam itu berjalan dengan baik, walau Yoongi tetap tidak mengakui perkara ciuman singkatnya di bibir Ara, dan gadis itu juga memilih mengalah saja, walau hasrat hati ingin sekali membuktikannya, tetapi kalau mengingat betapa pintarnya Yoongi melempar bola panas saat beradu argumen. Ara sepertinya harus memilih diam, toh perkara perintah sang ibu mertua untuk berkunjung ke rumah utama akhir pekan nanti, belum dia beritahukan juga.

Ahjussi, tadi ibumu mengirim pesan, menyuruhku ke rumah utama akhir pekan ini,” ucap Ara, akhirnya memutuskan untuk memberitahu Yoongi karena sedikit banyak hal itulah yang mengganggunya sejak sore tadi.

“Apa? Kapan ibuku memberitahumu?” tanya Yoongi sedikit kaget.

“Sore tadi saat aku sedang menunggu Hyunjin. Dia bilang akan ada acara bersama dengan teman-temannya."

“Oh ....” timpal Yoongi tanpa minat, kenapa juga Ara harus membawa nama Hyunjin lagi dapat percakapan mereka. Entah kenapa, Yoongi malas saja mendengarnya.

Melihat reaksi datar Yoongi, gadis itu melanjutkan. "Kau bisa menemaniku tidak? Terus terang aku sedikit takut menghadapi ibumu."

Yoongi menatap Ara, lantas terkekeh. "Memangnya ibuku monster apa, dia baik kok hanya membutuhkan beberapa penyesuaian saja dengan orang baru. Akhir pekan ini aku akan bermain golf dengan calon investor dari Amerika, jadi sepertinya aku akan meminta tolong Jessica untuk menemanimu saja, bagaimana?"

Kedua mata Ara mengerjap cepat, yang dia dengar itu tentu saja bukan gagasan bagus. "Apa kau tau? Kalau Jessica itu menyukaimu?" ucapnya sedikit panik, walau terlihat ramah, Ara yakin dengan sangat kalau wanita elegan itu selalu berhasrat untuk memakannya di belakang gara-gara sudah merebut Yoongi.

Tawa Yoongi semakin keras terdengar yang membuat Ara mengatupkan bibirnya rapat. "Aku dan Jessica sudah saling mengenal lama, jadi tolong jauhkan pikiranmu itu."

Melihat Ara tak merespons dan hanya menatap dirinya seolah menerawang jauh, Yoongi segera menimpali, "Aku akan mengantarmu ke sana sebelum bermain golf, dan setelah acaraku selesai, aku akan menjemputmu di sana, bagaimana?"

Ara mengangguk dengan perasaan tak lega sama sekali. Dia jadi mengingat berbagai scene dalam drama rumah tangga yang ditontonnya, di mana seorang mertua kaya raya dan jahat berusaha menjatuhkan dan mempermalukan sang menantu miskin dengan berbagai cara. Gadis itu mengembuskan napas panjang. "Aku tidur dulu," ucapnya sambil melirik jam di dinding yang sudah menunjuk ke angka tiga. Setidaknya ada waktu dua jam sebelum dirinya sibuk menyiapkan sarapan untuk semua pagi nanti.

Yoongi tau bagaimana Ara tampak gelisah, dia pun berharap akhir pekan nanti acaranya dengan calon investor akan cepat selesai dan dia akan menemani Ara di rumah utama.

***

Kalian tau tidak? Waktu itu akan cepat sekali berputar saat kalian tidak mengharapkan sesuatu. Seperti saat ini, akhir pekan yang kalau bisa dilewati oleh Ara akhirnya tiba.

Entah berapa kali embusan napas panjang dan berat yang terdengar dari bilah gadis itu sepagian ini, yang pasti hal itu begitu kentara saat Yoongi mendengarnya.

"Ahjussi! Benar-benar tak bisa menemaniku ya? Aduh, padahal Bora juga tidak bisa karena ada les berkuda," rajuk Ara saat melihat pria itu keluar dengan pakaian santainya, kaos putih berkerah dengan celana hitam panjang. Ara bahkan tak ada waktu untuk sesak napas atau mimisan, saat tanpa sadar mengagumi visual yang ada di hadapannya itu. Pokoknya rasa tertekannya saat ini mengalahkan apa pun.

Yoongi menatap Ara lamat, merasa kasihan karena terlihat sangat gugup, tetapi calon inverstor dari Amerika ini juga bukan sesuatu yang bisa dilewatkan begitu saja mengingat sudah tiga proposal yang dikirimkan Min San Group padanya dan baru kali ini ditanggapi.

"Kau terlihat baik dengan pakaian itu." Anggap saja itu adalah sebuah pujian yang diberikan Yoongi dalam usaha memperbaiki mood Ara.

Gadis itu mengenakan dress A-line berwarna mocca dengan aksen brokat yang tampak sempurna membalut tubuhnya. Seakan teringat sesuatu, Yoongi kembali masuk ke dalam walk in closet dan keluar dengan cepat seraya membawa sebuah kotak dan menyodorkannya pada Ara. "Kau bisa memakai ini sebagai tambahan, kemarin aku lupa memberikannya padamu."

Ara membuka kotak biru yang segera memperlihatkan sebuah kalung dengan bandul bulat sederhana. Say it with diamond, barang kali sebagian wanita akan sangat senang dengan hadiah tersebut, tetapi demi apa pun, Ara lebih menginginkan Yoongi ada di sampingnya saat ini alih-alih berlian.

"Jangan membantahku dan pakai ini." Yoongi bahkan bersikap manis dengan membantu memakaikannya di leher Ara, dan gadis itu juga hanya mengangguk pasrah dengan tidak memperlihatkan banyak penolakan. Yoongi jadi takut, jangan-jangan energi positif Ara memang sudah tersedot banyak untuk acara di rumah utama ini.

Tidak dapat dipungkiri, sikap sang ibu memang sering kali membuat orang lain, khususnya orang baru, ketakutan. Hal itu juga dialami Yuna saat menjadi istrinya dulu. Gadis itu kerap kali merajuk tiap kali sang ibu meminta dia berkunjung ke rumah utama. Namun, Yoongi berpikir, kalau Yuna yang feminim dan berhati lembut itu dapat melewatinya dengan baik, apalagi Ara.

Yoongi berpikir hal itu tidak akan menjadi masalah besar untuk gadis berisik seperti Ara. Buktinya, Bora dengan cepat bisa menempel padanya melebihi pada Yoongi. Lagi pula, kemarin saat ia menghubungi Jessica, wanita itu sudah setuju untuk menemani sang istri di rumah utama.

Yoongi mengerutkan dahi saat membalikkan tubuh Ara setelah memakaikan kalung berlian itu, gadis itu hanya menunduk tak mau menatapnya. "Dengarkan aku, di sana kau akan baik-baik saja. Penampilanmu cantik, kau terlihat anggun. Tidak akan ada acara pembantaian mental seperti di drama-drama yang kau tonton jika hal ini sedang kau pikirkan. Kau cukup tersenyum, menjawab pertanyaan mereka jika mereka bertanya, hanya sesederhana itu, okay?"

"Ka-kalau mereka bertanya, aku harus jawab apa?"

"Jawab hal-hal yang kau ketahui. Jadi diri sendiri lebih baik, bukan?"

Ara mengangguk gamang, lalu mengembuskan napas panjangnya lagi, sebelum akhirnya menatap kedua manik hitam milik Yoongi. Entahlah, barang kali dia berharap menemukan secercah kekuatan di sana, karena sejak semalam, memikirkan hari saja sudah membuatnya mual.

"Ayo, aku akan mengantarmu."
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro