39
Kalo banyak yang komen (komen bener loh ya) n vote (bisa update lagi kali) hehe
Warning ada gula gula
.
.
.
Siapa yang menduga jika Yoongi dalam mode tegasnya begitu menakutkan. Ara bahkan tak mampu berpikir dua kali saat pria itu memerintahkannya masuk ke dalam mobil. Pokoknya tidak mau ada masalah, sementara Yoongi menatap Hyunjin tajam dengan rahang yang mengatup sempurna tanpa sedikit pun menghiraukan bungkukkan tubuh pemuda itu.
"Kukira kau tak akan menjemput, padahal sudah lebih dari satu jam aku keluar sekolah lho," ucap Ara seraya memosisikan duduknya dan memasang seat belt. Dia hanya berusaha mencairkan suasana yang mendadak dingin itu. "Kau tidak menjemput Bora?" imbuh Ara menatap jok belakang lalu menyengir saat melihat buntalan lemak itu tertidur di sana.
Ara hanya mendengar gerutuan tak jelas alih-alih jawaban pasti. "Ey, kenapa tak menjawabku, kau sedang sariawan atau bagaimana?"
Tak membiarkan dirinya terjebak sendiri dalam diam, Yoongi mencoba bertanya. "Lim Ara, coba jawab aku. Apakah pemuda yang bersamamu tadi itu Oh Hyunjin?" Tatapan Yoongi masih fokus ke depan, berharap pertanyaannya itu terdengar biasa walau suara yang keluar terasa kaku.
"Oh yang tadi itu? Iya benar dia orangnya, kau mau mengabulkan permintaanku itu kan, Ahjussi? Kau sudah lihat wajahnya kan? Kasian sekali," jawab Ara seraya mendengkuskan tawa.
Sementara Yoongi tidak bereaksi apa-apa. Mood-nya terlalu aneh saat ini. Ada sedikit rasa panas yang menjalar merambati hatinya mengingat interaksi Ara dan Oh Hyunjin tadi.
Apa benar mereka tidak punya hubungan apa-apa? Lantas kenapa mereka melakukan hal seperti itu di tempat umum?
"Ahjussi, kok malah diam," tanya Ara, kali ini atensinya teralih penuh pada Yoongi yang sejak tadi bersikap aneh, "apa kau sakit?"
Ara segera mendaratkan telapak tangannya di kening Yoongi yang segera ditepis kasar pria itu.
"Yak! Aku hanya khawatir," seloroh Ara, cukup kesal karena perhatiannya disalah artikan. Dia memang sering seperti itu pada Jimin dan karena sang kakak tidak ada perhatiannya otomatis berpindah, menurut Ara itu hal yang wajar.
"Khawatirkanlah reputasimu sebagai istri dari Min Yoongi, Lim Ara!"
"Maksudmu?"
"Aku ini bukan sekadar seorang Min Yoongi, kau sebagai istriku seharusnya bisa menjaga sikapmu di luaran sana."
"Eh? Memangnya sikapku seperti apa?" tanya Ara, dia sampai berpikir sikap mana yang dia lakukan selama menjadi istri Yoongi yang melawan norma.
Yoongi memelankan laju roda empatnya, melirik ke belakang sebentar sebelum membalas pertanyaan Gadis itu. Dia sudah benar-benar siap menumpahkan kekesalannya, tetapi urung saat Bora bertanya sambil mengucek mata.
"Appa, kita sudah sampai di sekolah Eomma?"
"Hai, Eomma di sini," sahut Ara ceria, seraya melambaikan tangan, "Bora capek ya, sampai ketiduran begitu."
"Eomma!" seru sang anak dengan mata berbinar, nyaris melompat lalu mencondongkan tubuhnya untuk mencium pipi Ara. Astaga, Yoongi sampai mendengkus melihat serangan kegemasan itu, lebih tepatnya sedikit cemburu karena Bora sangat menempel dengan ibu sambungnya tersebut.
"Ke Eomma saja nih cium-ciumnya, ke Appa tidak," ucap Yoongi sejenak melupakan kemarahannya tadi.
"Eh? Appa mau dicium juga?"
"Maaf ya, tadi aku capek sekali jadi langsung tidur, Appa mau ciuman yang besar atau kecil?" tanya Bora, wajahnya sudah mendekat sampai napasnya menggelitik tengkuk pria itu.
Yoongi pura-pura berpikir lantas menyahut, "Yang besar deh."
"Oke, ciuman besar dataaaang!" Bora menggembungkan pipi sebelum mendaratkan bibirnya pada pipi Yoongi dengan suara mirip kentut. Ara bahkan tertawa melihat tingkah konyol menggemaskan Bora tersebut, "bagaimana? Sudah puas ciuman besarnya, Tuan?"
Yoongi menggeleng. "Tentu saja belum."
"Ya sudah aku beri bonus ciuman tambahan dari Eomma, oke."
Ara terkesiap sementara Yoongi membelalakkan mata sembari terbatuk-batuk kecil. Ini si gadis kecil kenapa malah menumbalkan Ara?
Bora menyengir membentangkan deretan giginya, menatap kedua orang tuanya bergantian.
"Eomma ayo cium Appa."
Suasana tadi berubah menjadi panas bagi Ara, sampai-sampai tangannya dikibas-kibas di depan wajah. Gadis itu tidak menyangka Bora dengan polosnya berkata demikian. Bukan apa-apa, tetapi Ara terlalu asing dengan perasaan di hatinya yang saat ini merambat hangat dan muncul di kedua pipinya.
Sementara Yoongi juga tidak kalah anehnya, ini sangat menggelikan. Bagaimana mungkin Bora menyuruh kedua orang dewasa yang tengah bersandiwara seperti dia dan Ara melakukan sesuatu yang intim begitu? Menurut Yoongi itu ide buruk tetapi dia tak kuasa juga menghentikan binar penuh harap sang anak gadis yang kini menatapnya masih dalam cengiran lebar. Merasa drama keluarga kecil bahagia itu tak akan berakhir jika tidak ada yang mengambil inisiatif, maka Yoongi berucap lebih dulu.
"Ayo Eomma, sini cium Appa." Ara mau tidak mau semakin membelalakkan matanya, "ayo dong, kan tadi Bora bilang bonus ciuman dari Eomma." Yoongi sudah memiringkan tubuhnya ke samping menunggu ciuman Ara. Sementara Ara tampak berpikir, dia benci terjebak dalam keadaan serba salah seperti ini. Menggigit bibir bawahnya sejenak, gadis itu kemudian menggeleng masa bodoh dan menutup mata sebelum dengan cepat mencium pipi Yoongi dalam satu tarikan napas.
Setelahnya, gadis itu segera menghempaskan tubuh, memperbaiki posisi duduknya dan melempar pandangan ke arah jalan. Tak kalah kikuk, Yoongi berdeham canggung dan kembali fokus ke jalan seolah berkonsentrasi penuh, berharap Bora tidak mengamati pipinya yang mulai bersemu. Ganjil memang tetapi perasaannya terlalu asing, maksudnya dia tidak mungkin 'kan jatuh cinta pada gadis berisik seperti Lim Ara.
Astaga, kedua orang dewasa itu tidak tau saja kalau buntalan lemak di belakang mereka tengah bertepuk tangan sambil bersorak kegirangan.
"Eomma dan Appa malu ya?" goda gadis kecil itu, matanya bahkan sudah membentuk satu garis saat tertawa begitu bahagia.
"Tidak kok," jawab Ara dan Yoongi bersamaan, hal itu membuat Bora semakin senang.
"Pipi Appa memerah, Eomma juga tidak kalah merah, pokoknya aku senang sekali sekarang karena mempunyai orang tua yang komplit dan sempurna ...." Bora menjeda ucapannya, mengambil napas panjang tampak berpikir ingin mengatakan hal lain tapi takut, tetapi otak kecilnya terus mendesak, "jadi Eomma dan Appa, umm ... adik kecil untukku sudah sampai mana?"
"Apa?!" jawab kedua orang dewasa itu kembali menyahut bersamaan, saling menatap kaget. Yoongi sampai harus menepikan mobilnya guna menatap sang anak.
Bora mengerjap lugu. "Eomma dulu berkata kalau adik kecilnya sedang dibuat dan aku tidak boleh banyak tanya, tapi ... aku penasaran, soalnya ada temanku yang bernama Beom, dia bilang adiknya sudah ada di perut eomma-nya dan tiga bulan lagi keluar." Bora terlihat khawatir sebelum mengimbuhi, "um ... apa aku tidak apa-apa bertanya seperti ini Eomma? Aku bukan anak nakal kan?"
Yoongi sampai menatap Ara dalam picingan seolah bertanya apa yang telah kau tanamkan dalam otak anakku sehingga dia bertanya hal seperti itu.
Ara menggerakkan dagunya, jelas tak mau disalahkan atas tatapan curiga Yoongi tersebut.
Yoongi menatap Bora dengan tatapan tenang dan senyum tipis. "Bora ingin adik ya? Bora tidak menjadi anak nakal kok dengan bertanya demikian. Memangnya Eomma pernah berkata seperti itu?" selidik Yoongi yang tentu saja membuat Ara kembali membelalakkan matanya.
Beruntung Bora menggeleng. "Tidak kok, Eomma dulu hanya berkata padaku. Aku tidak boleh bertanya terus tentang adik karena sedang dibuat. Iya kan Eomma?"
Ara mengangguk seraya melepaskan dehaman karena tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.
"Oh begitu, kalau Eomma berkata seperti itu berarti Appa juga setuju, adiknya sedang dibuat. Bora yang sabar saja ya, dan selama menunggu, Bora harus belajar dengan baik, sambil mempersiapkan diri jadi kakak yang hebat."
Mata bulat si buntalan lemak mengedip lugu dengan binar yang kembali antusias, kekhawatirannya yang semula terlihat kini hilang. "Baik Appa!" seru Bora kembali memberikan ciuman besarnya pada sang ayah, "Eomma berikan Appa bonus ciuman lagi!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro