Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36

Demi apa, update lagi cuman karena penasaran sama MV snooze yang fanmade mendapat.
Ini Yoongi and Woosung The Rose di acara apa sih band kerenan kek gini? Atau ini fanmade pake AI? Please kasih tau yaa yang tau.

.
.
.

Jimin pernah berkata padanya, jangan pernah pergi dalam keadaan marah karena hanya akan membuatmu menyesal setelahnya. Barang kali apa yang diucapkan sang kakak itu benar adanya. Ara yang pergi setelah berkata Ahjussi kau menyebalkan, kini cukup kebingungan mencari keberadaan kelas Bora.

"Astaga ini di mana?" Gadis itu melirik kiri dan kanannya yang berupa tembok, dia bahkan lupa berapa tangga yang dia lewati hingga sampai ke tempat ini. Tak hilang akal dia segera menelepon Yoongi.

Kaki gadis itu mengentak-ngentak tak sabar menunggu teleponnya tersambung dan harus berakhir mengeratkan rahang geram saat tak menerima jawaban. "Astaga harus bagaimana? Ini aku harus ke mana, ya? Ya Tuhan jangan sampai aku mempermalukan Bora."

Ara memilih berbalik, mencoba mengingat ke arah mana dia tadi berjalan. Sialnya tak ada satu pun orang yang dapat dia tanyai. "Bora itu kelas 2-3 kalau aku tak salah dengar saat rubah kecil itu bercerita," gumam Ara seraya menatap papan di atas pintu yang tertulis laboratorium, "astaga bagaimana mungkin aku bisa sampai ke sini?" Ara segera berjalan ke arah tembok pembatas koridor dan menyadari jika dia sedang berada di lantai empat.

Berjalan mencari tangga, Ara berakhir lega kala mendapati apa yang dicarinya berada di sisi ujung gedung. Tak menunggu lama, dia pun segera berjalan ke arah ujung kerumuman di lantai dua. Gadis itu berlari saat pintu itu sudah tertutup, dia terlambat karena di balik kaca persegi yang terdapat pada bilah kayu itu, para orang tua sudah menempati kursi mereka masing-masing.

Ara tak suka menjadi pusat perhatian karena keterlambatannya ini, tetapi dia juga tak tega memandang Bora yang saat itu tampak membalikkan badan mencari-cari dirinya.

Mengembuskan napas panjang, berharap keberaniannya terkumpul, Ara mulai mengetuk pintu, dan sukses mengalihkan atensi setiap orang dari guru yang sedang berbicara di depan kelas.

"Eomma!" teriak Ara dengan senyum lebar, nyaris melompat-lompat kegirangan di kursinya. Ara membalas melambaikan tangan, sebelum meminta maaf pada sang guru karena terlambat.

Wanita muda yang berparas cantik di hadapannya itu terdengar memaklumi lantas mempersilakan Ara untuk duduk di bangku belakang. Sekilas Ara mencari presensi sang suami dan melihat pria itu sudah dalam posisi duduk angkuhnya menatap Ara datar.

Tak mendapati kursi kosong di sebelah Yoongi karena dia sudah diapit dua wanita cantik yang menatap pria itu dengan sorot berbinar, Ara memilih duduk di kursi paling ujung di belakang.

Cih! Benar-benar tebar pesona ternyata.

Dengungan terdengar, salah satunya yang terang-terangan menunjuk Ara sebagai istri dari Yoongi.

Oh itu istri barunya? Kenapa penampilannya biasa sekali ya?

Rasanya kurang cocok bersanding dengan Min Yoongi yang tampan itu.

Masih cantik aku, kenapa Min Yoongi memilih gadis jelek itu.

Bukannya Ara tidak mendengar segala macam dengungan yang sukses memanaskan hati itu. Dia juga cukup menyesal karena tidak memakai berlian pemberian sang suami dan tetep bersikukuh pada pendiriannya yang ingin menjadi diri sendiri.

Fokus Lim Ara, nasi sudah menjadi bubur, jadikan saja bubur ini spesial dengan rasa yang lezat.

Ara mencoba fokus, menatap guru yang kini tengah mengajarkan literasi Korea dengan sangat baik di depan. Dia tak menyadari bahwa Yoongi sejak tadi merilik ke arahnya, khawatir. Ia tak menampik bahwa suara-suara itu terdengar juga menyapa rungunya.

Di satu lain, Yoongi merasa puas karena gadis keras kepala itu akhirnya mendapatkan pelajaran berharga karena tak menuruti sarannya, tetapi di sisi lain, dia tak terima karena istrinya-walau pura-pura-digunjing seperti itu.

"Nah, anak-anak sekarang siapa yang mau maju untuk membacakan puisi?!"
Hampir semua tangan-tangan mungil itu mengacung ke atas dengan bersemangat, termasuk Bora.

Ibu guru di depan menunjuk Bora yang segera maju ke depan. Senyum lebarnya selalu terpeta jelas menatap ke arah Ara.

"Bora akan membaca puisi untuk siapa?"

Gadis kecil itu berdiri dengan antusias dengan kaki berjingkat-jingkat saat menjawab, "Puisinya untuk Eomma-ku yang ada di sana." Bora menunjuk Ara dengan senyum lebar tetapi lantas mengerutkan keningnya saat melihat sang ayah duduk jauh dari Ara.

"Ayo Bora, kami ingin mendengarkan puisimu."

Gadis kecil itu mengangguk, lalu menatap kertasnya.

Eomma, terima kasih karena sudah mau menjadi Eomma-ku
Eomma selalu menjagaku
Eomma selalu mau bermain denganku
Aku sangat bahagia
Pokoknya aku sangat sayang Eomma

Begitulah isi puisi yang Bora baca, sangat sederhana tetapi sukses membuat Ara menitikkan air mata. Entahlah, tapi suara hati anak itu terdengar begitu tulus, dan ketulusan itulah yang membuat Ara sangat menyayangi sang anak sambung. Pokoknya Bora harus tumbuh dengan kasih sayang seorang ibu, walau Ara tak yakin dirinya akan menjadi ibu yang baik, tetapi setidaknya dia akan berusaha menjadi sosok terbaik di mata anak kecil itu.

Tepukan tangan riuh terdengar, setelah Bora selesai membacakan puisinya, dia tersenyum begitu lebar sebelum berlari dan memeluk Ara.

"Teman-teman, sekarang aku punya Eomma seperti kalian. Jangan mengolok-ngolok aku lagi, ya," teriak Bora, suaranya begitu lantang, "aku sayang Eomma."

"Iya Sayang, Eomma juga sayang Bora," ucap Ara menciumi wajah Bora gemas.
Melihat pemandangan tersebut, membuat Yoongi terenyuh, efek kehadiran gadis sampah itu di rumahnya selama seminggu ini memang memberikan dampak yang cukup besar pada sang anak. Bora menjadi anak penurut yang tidak pernah merajuk, mau makan sayur dan benar-benar menuruti apa yang dikatakan Ara.

Sepertinya, aku harus berhenti memanggilnya gadis sampah.

Setelah Bora kembali ke tempat duduknya, kini giliran anak lain yang membacakan puisi. Ada lima orang yang maju ke depan dan menurut Ara semua puisinya indah. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya dia akan duduk di sana sebagai orang tua. Ah pengalaman yang luar biasa.

Acara kunjungan itu selesai dan Ara sudah berdiri setelah sebelumnya melambaikan tangan pada Bora. Sekilas ia melirik Yoongi yang masih dikerubungi para ibu-ibu genit. Gadis itu merutuk dalam hati.

Benar-benar mau tebar pesona kan sampai menyemprotkan parfum sebanyak itu. Dasar duda cabul.

Ara memilih berlalu, berjalan sendiri dan berniat untuk menunggu Yoongi di depan mobil saja. Namun, dia kembali mendengar orang-orang membicarakannya.

Apa benar dia itu istri Min Yoongi? Tidak mungkin tipenya seperti itu kan?
Kau lihat? Bahkan Yoongi tidak mau repot-repot berjalan dengannya.
Sepertinya Min Yoongi terpaksa menikahi gadis itu.

Ara tetap berjalan dengan wajah tegak, tanpa memedulikan selentingan kotor semacam itu, diam-diam dia menimpali setiap omongan tersebut dalam hati.

Iya aku istrinya, memangnya kenapa? Aku cantik kok. Dia tidak mau repot-repot berjalan denganku karena terlalu sibuk tebar pesona. Kalau memang terpaksa menikahiku, itu sangat mengganggumu ya? Kenapa repot sekali beropini sih?

Mau tidak mau perkataan-perkataan seperti itu membuat Ara kesal juga. Gadis itu mempercepat langkahnya sebelum menyadari ada seseorang yang menggenggam tangannya. "Sayang, kenapa jalannya cepat-cepat sih?"

Gadis itu menggerakkan kepala, menatap si pria yang kini tersenyum hangat. Dalam hati Ara berkata, Sudah tebar pesonanya? Berapa mangsa yang sudah kau dapatkan hari ini?

Namun, alih-alih menyuarakannya Ara memilih membalas senyuman itu walau terasa dingin.

"Terima kasih karena sudah bersedia pergi ke sekolah Bora," ucap Yoongi sembari mulai menstarter mobilnya.

"Aku tidak punya pilihan bukan, kau bahkan membuatku bolos dari sekolah. Semoga aku tidak akan banyak bolos setelah ini."

"Sejak kapan kau peduli dengan sekolahmu? Sewaktu bertemu Bora kau sedang membolos juga kan?" ucap Yoongi tanpa kendala, sembari menatap Ara dalam senyum tipis.

"Yak! Hentikan semua anggapan negatifmu tentangku. Sejak kapan aku peduli dengan sekolahku? Aku peduli, sangat peduli," sahut Ara, tanpa ia sadari intonasinya sedikit meninggi. Ah itu pasti efek dari omongan-omongan para sosialita di sekolah Bora, walau mencoba cuek diam-diam ucapan itu masuk ke dalam hatinya.

Yoongi cukup kaget dengan apa yang Ara ucapkan, alisnya bertaut. Jika dalam kondisi normal, gadis berisik itu akan menimpali dengan sama menyebalkan ocehannya. Pria itu kemudian melirik Ara yang saat itu tengah memeluk tubuhnya sendiri dengan wajah berpaling ke arah jalan yang mereka lewati. Barang kali, gadis itu mengalami kultur syok, Yoongi sangat tau karena dia pun mendengar omongan-omongan para orang tua siswa itu, tetapi bukannya Yoongi sudah memperingatkan sebelumnya? Suruh siapa keras kepala.

"Mau makan siang di mana?" tanya Yoongi mencoba mencairkan suasana yang seketika hening.

Ara yang sibuk dengan pemikirannya hanya menjawab lirih, "Aku mau pulang saja."

"Kau yakin?"

"Mn."

Tak berapa lama, roda empat yang dikemudikan Yoongi tiba pada basemen apartemennya. Ara terlihat lega seolah terbebas dari suasana menyesakkan, setidaknya dia sudah tidak asing dengan tempat itu, tempat di mana dia tidak sering mendapat omongan-omongan menusuk seperti tadi.

"Terima kasih," ucap gadis itu segera keluar dari mobil tanpa menunggu Yoongi menjawabnya. Segala pemikiran tengah memenuhi otak dan Ara membutuhkan waktu untuk sendiri.

Yoongi pergi ke kantor dengan perasaan tidak enak. Ada rasa bersalah karena tidak duduk di samping gadis itu tadi dan tidak juga berusaha meredam omongan-omongan para orang tua siswa mengenai Ara. Ah, sebenarnya dia sudah berusaha dengan menggandeng tangannya sewaktu pulang bukan? tetapi kenapa Yoongi jadi merasa beraalah begini?

Ara masuk ke dalam kamar setelah menolak makan siang yang ditawarkan Go imo. Gadis itu kini menatap pantulan dirinya di cermin. "Apakah aku benar-benar jelek? Sampai-sampai tidak cocok bersanding dengan duda tua itu? Rasa rendah diri mulai menghinggapi Ara, "lima tahun, apakah aku bisa melewatinya selama lima tahun?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro