Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35

Siapa yang nangis brutal gegara mau ditinggal wamil? GUEEEE
.
.
.

Saat ini terhitung dua minggu pernikahannya, dan Ara merasa baik-baik saja setelah menyandang gelar sebagai nyonya Min Yoongi.

Selain duda tua itu yang selalu menolak berganti tempat untuk tidur, di mana Ara pun akan selalu kalah dari permainan batu kertas gunting yang ia usulkan sendiri, ada satu hal lagi yang membuat gadis itu hampir mengalami serangan jantung, Min Yoongi dan dada telanjangnya!

"Omo! Yak, Ahjussi! Kau sudah dua kali muncul seenaknya seperti ini. Bisakah kau mengetuk dulu sebelum masuk? Kalau aku sedang telanjang bagaimana?” protes Ara di dalam walking closet seraya membalikkan badan, malu luar biasa mendapat pemandangan tak senonoh ini lagi. Oh ayolah, dada bidang dengan dua biji kenari, otak mana yang tidak merasa tersetrum?

Kehadiran Yoongi ke dalam walk in closet hanya dengan handuk yang membelit pinggang, jelas membuatnya kesal juga. Mencoba untuk terlihat tidak terlalu jelalatan di hadapan pria itu, Ara berkata dengan nada ketus meskipun kini bibirnya mencebik kesal karena otaknya random sekali sekarang. Ya, mau bagaimana lagi? Ara tetap gadis normal walau memiliki perasaan tidak normal pada sang kakak.

“Kau ini kenapa sih? Pria dewasa sepertiku ini sangat menghargai waktu, kau tau? Aku tidak suka membuang waktu hanya untuk menunggumu bergantian menggunakan walk ini closet ini, kita bisa terlambat ke sekolah Bora, bodoh!” terang Yoongi dengan intonasi kelewat menyebalkan, seolah apa yang sedang dia sajikan di depan Ara adalah hal yang wajar, toh dia tidak telanjang kan.

“Tapi tidak begini juga dong, kau menuliskan beberapa poin dalam perjanjian kita, tapi kau sendiri melanggarnya,” elak Ara tak terima, masih enggan membalik badan sebelum duda gila itu memakai baju dengan pantas.

“Poin yang mana?” tantang Yoongi, mengambil satu kaos putih sebagai dalaman lalu memakainya, "oh, kau merasa tergoda olehku?"

Melalui pantulan kaca salah satu lemari, Ara berbalik setelah melihat Yoongi telah memakai baju, melipat kedua tangannya di depan dada lalu tersenyum miring mencoba mengatasi situasi ternistakan yang sedang ia alami. Setidaknya ia tak boleh terlihat mati kutu di depan Yoongi, bisa habis ia nanti diledek oleh duda arogan satu itu.
"Hei, Ahjussi. Apa kau memang selalu mempunyai kepercayaan diri sebesar itu, eoh? Kau tau tidak, badanmu itu jelek, aku tak mau melihat bukan karena sedang terpesona, hanya tak mau mengotori mataku dengan pemandangan buruk seperti bentuk badanmu itu! Cih!"

"Oh, bagus kalau begitu. Jadi tak masalah kan kalau setiap hari aku bertelanjang dada, toh kau juga tidak tertarik."

Ara melongo mendengar jawaban Yoongi yang jauh di luar perkiraan. Dua kali saja sudah membuat kepalanya pening, apalagi setiap hari harus melihat kacang kenari milik Yoongi. Oh Tuhan, cobaan ini harus ia nikmati atau dilewati?

“Cepat ganti bajumu, kurasa yang ini cocok.” Yoongi mengeluarkan baju dari kotak yang tadi baru dikirim Pak Kwon, mengulurkannya pada Ara yang diam saja di pojok ruangan.

Ara menghela napas panjang, mendekat dan mengambil dress selutut berwarna putih elegan di tangan Yoongi itu. Dengan sengit ia berjalan melewati samg pria, tak lupa menabrak bahunya, mengancam dengan suara dingin.

"Awas saja kalau kau terus bertelanjang dada di hadapanku, aku juga bisa berkeliaran di hadapanmu dengan rambut basah setiap saat."

Yoongi terpaku, melotot kaget tanpa bisa membalas ucapan Ara yang kini memilih keluar ruang ganti. Ia membayangkan bagaimana jika Ara benar-benar terus berkeliaran dengan rambut basahnya yang acak-acakan. Yoongi mendecak frustrasi, menendang sofa panjang di dekatnya untuk meluapkan emosi. Dia kesal! Kenapa juga harus selemah itu hanya karena si bodoh Ara dengan rambut basahnya itu. Sialan!

Sementara Ara lebih memilih ganti baju di dalam kamar mandi, setelah menggerutu sejak masuk tadi. Yoongi benar-benar pintar dalam membuatnya emosi, mood-nya jadi rusak pagi-pagi begini padahal ia harus menghadiri acara di sekolah Bora.

Jadi dua hari lalu Bora pulang ke rumah dengan membawa surat pemberitahuan mengenai acara kunjungan orang tua ke sekolah. Gadis kecil itu amat senang, terutama karena dia sekarang mempunyai ibu cantik yang bisa dia banggakan pada teman-temannya, terlebih pada Jessica Kim, teman sekelasnya yang selalu memperolok Bora karena tidak mempunyai ibu.

Acara kunjungan sekolah itu akan di mulai pukul sembilan. Anak-anak yang sedang belajar akan diberi kejutan dengan kedatangan orang tua mereka. Sebagai seorang anak gadis yang pernah bahagia, Ara tentu mengingat bagaimana hari kunjungan orang tua itu berjalan baik saat dia kecil. Ayah dan ibunya datang memberi semangat dan hal itu membuat Ara berjanji akan membanggakan mereka kelak. Namun, dua tahun setelahnya, hanya ada Jimin yang datang ke acara kunjungan sekolah itu, tak ada ibu apalagi ayah yang tersenyum di bagian belakang kelasnya.

Ara menggelengkan kepala, menghela napas panjang dan mengeratkan rahangnya. Ia tak suka mengawali hari dengan hati yang tak nyaman, itu akan sangat berdampak buruk karena ia tak bisa melakukan hal dengan baik nantinya. Terlebih Ara sudah berjanji pada diri sendiri untuk memberikan hal terbaik yang ia bisa sebagai seorang ibu kandung, juga sebagai balas dendam atas masa kecilnya yang buruk.

Setelah merasa tenang berada di dalam kamar mandi hampir setengah jam hanya untuk duduk melamun di depan cermin, Ara keluar dari kamar mandi dan sudah mendapati Yoongi di sana, menyemprotkan minyak wangi yang tak terhitung jumlahnya. Dari ujung kepala sampai ujung kaki Yoongi semprot semua.

"Kenapa tidak kau buat mandi saja sekalian? Kau mau ke sekolah Bora atau tebar pesona pada ibu-ibu di sana?" komentar Ara dengan nada sinis luar biasa.

"Bilang saja kalau cemburu." Ara mendengkus keras, menarik kursi meja riasnya setelah mendorong Yoongi menjauh dari sana, tak peduli protesan duda gila itu.

"Hei, aku belum selesai!"

"Kau mau memakai apa lagi? Lipstik?"
Dengan ringannya Yoongi memukul kepala Ara sampai gadis itu oleng, tapi langsung mendapat balasan dengan sikutan keras di perut. Yoongi mengusap perutnya, memilih duduk di sisi sofa untuk memakai sepatunya saja, sikutan Ara tak main-main. Badannya saja kecil, tenaganya banteng sekali.

"Aku tunggu di luar, cepat bersiapnya! Aku tidak mau membuat Bora sedih dengan keterlambatan kita!"

"Iya."

Yoongi segera keluar, duduk di sofa ruang tamu dan mulai sibuk dengan ponsel di tangan. Pekerjaannya sangat banyak, tapi sekali lagi bahwa Bora memang prioritas utama untuknya. Mencuri waktu untuk mengerjakan sesuatu yang bisa dijangkau ponsel, Yoongi hanya memanfaatkan waktu sebaik mungkin agar tidak perlu lembur sampai terlalu larut bahkan menginap di kantor.

Tak sampai dua puluh menit jika ia lihat dari jam digital yang ada di ponsel, Ara sudah keluar dari kamar dengan riasan ringan yang menempel di wajahnya, dan sepatu flatshoes yang senada dengan baju yang ia pakai. Rambutnya ia biarkan tergerai, terkesan sederhana sesuai dengan umurnya. Yoongi bukannya tak suka, ia masa bodoh sebenarnya, tapi ia hanya takut jika Ara nanti dipandang remeh oleh wali murid yang lain. Sekolah Bora itu elite, yang berarti wali murid pun pasti dari kalangan atas.

"Aku menyiapkan perhiasan di atas meja, kenapa tidak dipakai? Sepatu itu, aku juga sudah membelikanmu yang punya hak tinggi dan mahal, kenapa memakai itu?"

Ara menilik penampilannya, merasa tak ada yang salah, ia mengedikkan bahu tak acuh. "Perhiasan itu berkilauan sekali, terlalu ramai dan aku tidak suka memakainya. Kau juga keterlaluan Ahjussi, bagaimana bisa kau membelikanku sepatu setinggi itu? Kau mau mengajakku ke sekolah Bora atau tempat sirkus sih? Kalau aku jatuh dan membuatmu malu bagaimana? Setidaknya belikan yang haknya lebih rendah, jangan yang setinggi harapanku pada Jimin oppa dong!"
Yoongi tak bisa berkata-kata mendapat rentetan keluhan barusan. Ia menyiapkan semua itu dengan setulus hati tanpa ada niat buruk sama sekali. Lalu kenapa ia merasa sedang dihakimi atas hal baik yang ia lakukan. Yoongi sensi sendiri jadinya.

"Kau yang norak kenapa mengeluh padaku? Perhiasan itu berlian asli, aku pilihkan yang ramai agar semua orang langsung tahu jika istri Min Yoongi memakai perhiasan dengan harga terbaik, dan tidak ada yang berani merendahkanmu. Lagi pula sepatu itu hanya sepuluh senti, salahkan dirimu sendiri kenapa pendek sekali huh!"

"Yak, apa perhiasan mahal bisa membeli harga diri?! Jika orang itu buruk, mau dari kepala sampai kaki ditutup perhiasan mewah pun akan tetap menjadi buruk! Aku itu tidak pendek tahu, Ahjussi saja yang tinggi!"

"Sudahlah!" sela Yoongi cepat. "Terserah kau mau memakai apa, berdebat terus nanti kita bisa terlambat. Jangan merengek kalau nanti banyak yang memandang sebelah mata padamu, karena aku sudah memperingatkanmu."

"Tidak akan."

Keduanya lalu segera berangkat, benar-benar tak mau mengecewakan Bora yang tadi pagi amat bersemangat karena akhirnya bisa memamerkan kedua orang tuanya secara lengkap layaknya teman-teman yang lain.

Sepanjang perjalanan tak ada acara debat, mobil tampak hening karena tak ada lagu sebagai pemecah sunyi.
Setelah tiga puluh menit perjalanan, akhirnya mobil yang dikendarai Yoongi memasuki area sekolah Bora, dan Ara mendelik horor menatap bangunan sekolah mewah di hadapannya. Belum lagi deretan mobil import beraneka warna yang terparkir di kanan dan kirinya kini.

Ara merosot di kursinya, memegang kuat sabuk pengaman karena merasa rendah diri sekarang.

"Ayo keluar." Yoongi yang sudah melepas sabuk pengamannya dan siap membuka pintu, terhenti saat melihat Ara hanya diam saja, "kau kenapa?"

"Ahjussi ...."

"Mn?

Perlahan Ara menoleh, menatap Yoongi dengan tatapan melas. "Bisakah kita pulang dulu?"

"Kau gila? Acaranya lima menit lagi dan kau minta pulang? Kau ingin membuat Bora menangis?"

Dituduh begitu membuat Ara menggeleng brutal, mengibaskan kedua tangannya panik. "Hei, tidak! Mana mungkin aku setega itu pada Bora! Aku hanya ... eum, hanya ... ak-aku ...."
Yoongi menatap Ara lamat, terkekeh geli saat menyadari rasa rendah diri dari istrinya itu. Tangannya dengan kurang ajar menoyor pelipis Ara yang langsung mendelik kesal.

"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak merengek. Sekarang keluar!"
Ara hanya bisa menghela napas panjang, dengan lesu melepas sabuk pengamannya, menatap penampilan sederhananya pada cermin yang tergantung di tengah. Ara kembali menghela napas, makin rendah diri saat satu per satu wali murid yang datang sungguh berpenampilan mewah sekali. Ara menyemangati diri, berusaha bersikap tak acuh jika pun nanti di pandang sinis oleh yang lain. Tujuannya hanya untuk Bora, jadi perkara lain tak boleh mengacaukan semuanya. Yoongi benar, ia tak boleh mengecewakan Bora bahkan sampai membuat anaknya itu menangis.

Ara membuka pintu mobil, mengedarkan pandangan dan melebarkan mata saat melihat Yoongi dikerubungi wanita. Oh astaga, dugaannya benar! Yoongi pasti datang ke sekolah ini dengan niat tersembunyi, yaitu tebar pesona agar semua orang tahu bahwa ia tampan. Ish, itu menjijikkan. Ia lalu mendekat, menarik ujung lengan jas Yoongi yang langsung membuat pria itu menoleh padanya.

Namun sial, para wanita yang kemungkinan besar adalah wali murid itu ikut menaruh atensi pada Ara, membuat gadis itu kembali menunduk karena merasa tak nyaman menjadi pusat perhatian banyak orang. Ara tak bisa berkutik, ia tak suka situasi seperti ini, tapi mau berbalik atau masuk ke dalam sekolah pun jadi bingung sendiri.

Sampai ia merasa tangannya hangat karena ada tangan besar yang melingkupi, Ara mendongak, melihat Yoongi yang tengah tersenyum padanya, seolah melalui sorot hangat itu, Yoongi ingin agar Ara merasa nyaman dan tak tertekan di sini.

"Oh, perkenalkan ini istriku, Lim Ara."
Lalu Ara bisa mendengar dengung bagai serangga itu memenuhi rungunya, yang membuat mau tak mau ia ikut mengeratkan genggaman tangan Yoongi, mencari pegangan agar merasa lebih baik.

Mungkin yang tak terlalu disadari Ara, bahwa Yoongi itu adalah sosok baik yang pengertian di balik semua sikap arogan, tak acuh, sombong, angkuh, tak berperasaan, dan berbagai sikap buruk lainnya.

"Kami harus masuk sekarang, permisi," pamit Yoongi pada orang tua murid yang tadi mengajaknya bicara. Mereka wanita baik, selama ini selalu membantu dalam mengawasi putrinya, Yoongi juga meminta bantuan mereka agar anak mereka mau berteman baik dengan Bora.

Lalu bagaimana kini pinggang Ara direngkuh mendekat, ditarik halus untuk berjalan masuk ke dalam sekolah dalam lindungannya. Membuat Lim Ara menarik sudut bibirnya, membentuk senyum manis bersama rona merah yang merambat sampai telinga dan lehernya. Menolak semua kesadaran bahwa yang dilakukan Yoongi hanyalah agar sandiwara mereka berjalan lancar, Ara justru merasa senang dengan sikap manis Yoongi kali ini.

"Tinggimu berapa sih? Ada satu meter tidak?"

Ara tidak jadi bersemu, tidak jadi malu dan senang. Yoongi tetap duda menyebalkan, membuatnya kesal luar biasa. Ia berontak, melepaskan diri dari pelukan Yoongi yang melingkari pinggangnya, tanpa bicara langsung berjalan cepat untuk menjauh dari Yoongi.

"Hei, kenapa berjalan secepat itu, kau kan tidak tahu di mana kelas Bora."
Ara tak peduli, tetap berjalan tak acuh mengikuti orang-orang di depannya.

"Kau salah jalan Lim Ara! Belok kanan!"
Masih mode kesal, Ara yang tadi belok kiri langsung mengganti arah jalannya dengan cepat dan hampir menabrak Yoongi yang ternyata sudah ada di depannya. "kau ini kenapa sih? Berjalan cepat tak tentu arah seperti anak hilang saja," omel Yoongi dengan suara pelan agar tak didengar yang lain.

Namun Ara hanya diam, sedikit banyaknya ia kesal pada diri sendiri karena tadi bisa merasa senang atas sikap manis Yoongi, padahal ia sudah berulang kali mendoktrin diri bahwa semua yang ia alami hanyalah kepalsuan. Ara hanya tak mau terjebak dalam perasaan yang salah lagi, karena ia sudah berjanji pada diri sendiri bahwa ia harus bahagia setelah menyelesaikan pernikahan kontrak ini.

"Ahjussi."

"Mn?"

"Kau menyebalkan!"

Setelah itu Ara malah berlari menjauh, mencari sendiri kelas Bora berada. Biar saja seperti anak hilang, dari pada harus terjebak dalam situasi merah jambu dengan duda arogan itu. Setidaknya Ara harus mengembalikan akal sehatnya kini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro