28
Menurut Ara sih dia sudah tampil cantik, dress berwarna hitam yang dikirimkan Yoongi lewat Pak Kwon sukses membuatnya berdecak kagum.
Dress-nya sederhana namun terkesan elegan dengan off shoulder yang tidak terlalu rendah. Gadis itu bergerak ke kiri dan kanan, mematut tampilannya di cermin, tersenyum puas karena tampaknya pria itu memilihkan pakaian yang benar-benar Ara sukai.
Selain mengirimkan pakaian, Yoongi juga mendatangkan make up artist—seorang wanita nyentrik berambut hijau yang memperkenalkan diri dengan nama Mee–untuk merias wajah dan menata rambutnya. Ara cukup terkesan dengan cara Mee bekerja karena pantulan dirinya di dalam cermin tampak berbeda, bahkan Ara nyaris tidak mengenalinya dirinya sendiri saking cantiknya.
Walau pada awalnya, si wanita nyentrik itu terlihat risi tatkala melihat betapa sempitnya rumah Ara, hal itu sepertinya tak jadi soal karena setelahnya dia melakukan konversasi santai dengan gadis itu, pembawaannya ramai dan cepat akrab.
“Aigo, lihatlah Nona ini, aku bahkan tidak banyak membubuhkan riasan, tapi Anda sudah terlihat sangat cantik,” ucap Mee menyanjung Ara yang tersenyum malu-malu, “Yoongi-nim pasti akan menyukainya, Anda bahkan sama cantik dengan mantan istrinya.” Seketika wanita nyentrik itu membekap mulutnya, jelas telah keceplosan.
“Kau mengenalnya?” tanya Ara menatap Mee antusias, walaupun tak peduli, dia penasaran juga sih akan sosok wanita yang meninggalkan Yoongi itu. Ayolah, walau sikapnya arogan tak dapat dipungkiri jika pria itu kaya raya dan juga tampan. Apa yang membuat istri Yoongi itu kabur? Apakah kekerasan dalam rumah tangga? Atau penyimpangan seksual. Ara bahkan membayangkan pria itu membawa sebuah cambuk dan tertawa layaknya iblis. Gadis itu bergidik ngeri.
“Oh uhm ... Yuna-nim, tentu saja aku mengenalnya, sejak dulu aku menjadi make up artist di keluarga Min.” Ucap Mee ragu, tetapi setelahnya terlihat bangga.
“Um ... kau tahu kenapa mereka bercerai?” tanya Ara penasaran.
Pantulan diri Mee di dalam cermin terlihat kaget saat mendengar pertanyaan tentang Yuna mengudara, tetapi kemudian melihat kanan kirinya dan pintu di belakang mereka sebelum menjawab, “Aku tidak tau pasti penyebabnya, tetapi menurut gosip yang beredar, hubungan Yuna-nim dan Nyonya besar memang buruk. Kau tau kan Nyonya Besar itu memang, ya ... begitulah.”
Ara mengangguk pelan, sedikit menerawang jauh dan bertanya-tanya dalam hati.
Apa ibu duda tua itu sebegitu mengerikannya sampai mantan istrinya memilih pergi?
“Tapi kau tidak perlu khawatir Nona Ara, bila dilihat dari wajahmu yang cantik ini. Kau memiliki hoki dan mempunyai hati besar yang tangguh," imbuh Mee merasa bersalah karena dia seolah menakut-nakuti calon istri Yoongi yang baru itu.
Ara tertawa, bagaimanapun sang make up artist berambut hijau itu terlihat bersungguh-sungguh, kemudian sebelum Ara bertanya lebih jauh, sebuah ketukan menghentikan sesi tanya jawab mereka.
“Mee-ya, apakah Nona Ara sudah siap? Karena tuan sudah datang,” tanya Pak Kwon yang sejak tadi menunggu di pintu depan.
“Sudah, tentu saja,” jawab Mee, seraya menyuruh Ara berdiri dan wanita nyentrik itu membenarkan posisi dress Ara sebagai sentuhan akhir.
“Astaga, kau cantik sekali. Yoongi-nim seharusnya terpesona,” pekik Mee antusias, “aku ingin ikut mengantar ke depan. Aku ingin melihat reaksinya.”
Ara tertawa. “Tidak perlu berekspektasi tinggi, dia itu terlalu dingin untuk melemparkan pujian.”
“Kita lihat nanti.”
Ara segera ke luar kamarnya, menghampiri Yoongi yang sedang dalam posisi duduk angkuhnya.
“Surprise!” teriak Mee dalam cengiran lebar, “bagaimana Tuan, Nona Ara cantik sekali kan?”
Yoongi yang saat itu sedang sibuk dengan ponselnya, segera mengalihkan atensi, menatap sang gadis lamat. Maniknya bergerak dari atas ke bawah dan berakhir menatap wajah Ara yang tersenyum begitu manis. Yoongi bahkan beberapa terlihat mengedipkan mata sebelum akhirnya sadar dan berdeham kikuk.
“Ok, lumayan,” jawabnya memalingkan wajahnya seolah tak ingin melihat Ara lagi.
“Lumayan katamu Tuan? Astaga kau menyakiti professionalismeku.” Mee tampak memutar bola matanya malas, lantas berbisik pada Ara, “tuan memang seperti itu, sok cuek padahal dia deg-degan.”
“Yak! Mee-ya sampai kapan kau akan mengajak ngobrol Ara, sudah jam berapa ini, kami sudah terlambat,” protes Yoongi.
“Iya-iya Tuan, baiklah,” jawab Mee tanpa merasa bersalah.
Yoongi mendekat menggerakkan tangannya memberi celah agar Ara mengaitkan tangannya. “Ayo, seharusnya dengan penampilanmu yang begini bisa membuat orang tuaku menyukaimu.”
Ara hanya mengangguk tipis, sementara tanpa ia sadari ucapan Mee tadi membuatnya berpikir keras.
Bagaimana kalau mereka tidak menyukaiku? Apa duda tua ini akan mempertahankanku?
Tak menunggu waktu lama, roda empat yang dikemudikan Yoongi tiba di sebuah rumah megah. Gerbang otomatis yang terbuka itu memperlihatkan bangunan tinggi menjulang yang terlihat angkuh menatap dunia.
Yoongi melirik Ara yang tampak tegang, dia tentu dapat melihatnya dalam sekali tatap bahwa gadis itu sedang dilanda khawatir.
“Jangan terlalu tegang, aku akan bersamamu sepanjang makan malam, santai saja. Jika cerita di keluargamu kita sudah bersama selama tiga tahun, maka di versi keluargaku kita tidak mungkin berbohong. Ada Bora di sana.”
“Um ... apa tidak apa-apa?”
“Pokoknya tidak usah tegang, aku akan pastikan mereka tidak mengintimidasimu.”
Pria itu menangkup tangan Ara yang terasa dingin, meremasnya lembut dan memberinya senyum tulus sebelum menuntun sang gadis masuk ke dalam rumah.
Ara mengembuskan napas panjang, mengangguk ramah pada beberapa pegawai rumah tangga yang menyambutnya di sana sementara Yoongi berjalan di sebelahnya dengan menempatkan tangan di pinggang sang gadis.
Terdengar suara orang bercakap-cakap dari arah ruang makan yang mereka tuju dan netra Ara seketika menangkap presensi seorang pemuda yang tersenyum lebar saat melihatnya, heboh sekali.
“Hai! Nona peach berenda!” Itu Yuta, pemuda yang membuat Ara senewen tempo hari di arena ice skating. Yuta melambaikan tangannya penuh semangat, sementara di sebelahnya ada gadis cantik yang Ara tau dengan pasti bernama Jessica.
“Kalian di sini?” tanya Yoongi, merasa aneh karena jelas-jelas hari ini dia akan mengenalkan Ara pada kedua orang tuanya, tetapi kenapa ada Jessica dan Yuta juga.
“Iya tadi aunty mengundangku makan malam, kebetulan si pengganggu ini ada di rumah dan ingin ikut kemari” terang Jessica, netranya melirik ke arah Yuta malas, sebelum beralih menatap Ara, menyapa gadis yang tengah gugup itu sopan.
“Hai, kau Lim Ara kan? Kau cantik sekali dengan penampilan itu. Kau masih ingat denganku?”
“Ah, hai Jessica eonnie.” Timpal Ara balik menyapa.
“Wah! Sapaanku tidak digubris,” protes Yuta mencebik, “sekali lagi, halo Nona peach berenda.”
“Gunakanlah panggilan yang sopan pada calon istriku, sialan!” gertak Yoongi.
“Iya, iya maaf. Hallo Nona Lim Ara cantik. Penampilanmu luar biasa sekali, pantas Hyung-ku ini tergila-gila.”
“I-iya halo,” balas Ara singkat.
Yuta terkekeh, gemas dengan sikap malu-malu Ara. “Hari pertama bertemu calon mertua ya, santai saja nanti aku bantu. Uncle dan aunty Min baik sekali kok.”
Yoongi mendesis menatap Yuta dengan picingan tajam sebelum berbisik. “Jangan khawatir dengan semua sendok yang berjajar di sini, nanti ikuti saja aku.”
Yoongi kesal, menatap perangkat alat makan yang berjejer di meja. Dia tak menyangka sang ibu akan bertindak demikian.
Table manner, astaga yang benar saja eomma. Kali ini aku tak akan membiarkanmu mempermalukan wanita yang aku bawa ke rumah ini.
Ara yang baru menyadari, kini menatap ke arah meja, matanya melebar cemas bersama tegukan saliva lamat.
Astaga apa-apan ini? Aku belum pernah belajar table manner.
Ara masih berusaha menenangkan dirinya saat sebuah dehaman mengalihkan atensi setiap orang di ruangan itu.
“Eomma!” teriak Bora yang saat itu datang bersama seorang wanita dan pria paruh baya yang terlihat berkelas. Gadis kecil itu berlari ke arah Ara dan memeluk pinggangnya erat, “wah Eomma cantik sekali, aku tak menyangka Eomma datang kemari juga.” Bora mendongak dengan senyum lebar ceria, “Ngomong-ngomong, Halmeoni dan Harabeoji belum mengenal Eomma-ku ya?” Bora memalingkan wajah, menatap sang kakek dan nenek ceria.
“Sayang, hari ini Appa membawa Eomma ke sini untuk diperkenalkan pada kakek dan nenek,” terang Yoongi lembut, lantas kemudian menyuruh sang anak untuk tenang karena dia tau dengan pasti, bahwa atmosfer di ruangan tersebut seketika menegang.
Pria paruh baya dengan stelan jas mahal itu terkekeh memandang sang cucu yang ceria seraya menarik kursi untuk duduk yang berada pada ujung tengah meja panjang itu. Hal tersebut segera diikuti semua orang yang berada di sana.
“Ekhem.” Yoongi mulai berdeham, memaksa atensi semua orang agar tertuju padanya, “seperti yang aku katakan kemarin pada ibu, hari ini akan mengenalkan Ara pada kalian.”
Wanita paruh baya dengan hair bun tinggi itu menatap Ara dengan wajah tegang, tetapi kemudian tersenyum tipis yang Ara tahu sekali merupakan senyum palsu.
“Annyeonghasimnika. Aku Lim Ara.”
“Kau masih sekolah Lim Ara? Di mana?” tanya Nyonya Min dingin, terlihat malas membalas sapaan Ara.
“Aku bersekolah di Donggu Highschool, Nyonya Min,” jawab Ara sopan, dalam hati gadis itu bahkan berdebar setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan dingin wanita paruh baya itu terlalu mengintimidasi.
“Dong, dong apa?”
“Donggu.”
“Apa kau pernah mendengar nama sekolah itu, Yeobo?” tanya Nyonya Min pada sang suami.
“Tidak.”
“Sekolah tidak populer sepertinya,” timpal Nyonya Min menghela napas berat seolah masalah sekolah menjadi hal penting baginya saat ini.
Tak ingin Ara merasa tidak nyaman, Yoongi mulai menimpali. “Aku baru saja membeli sekolah tersebut, jadi kalian tidak perlu khawatir. Sekolah Ara akan segera menjadi sekolah terkenal.”
“Whoa, kau keren. Demi calon istri ya.” Yuta menimpali, berusaha bergabung dalam percakapan tersebut mengingat dia tak akan tahan kalau gadis secantik Ara akan habis menjadi bulan-bulanan Nyonya Min yang terkenal galak itu.
“Apa kau gila Min Yoongi?” Pekik Nyonya Min.
“Eomma, sekolah Ara murah kok, hanya mengambil tidak lebih dari lima persen kekayaanku.” Yoongi berkata santai agar sang ibu tidak heboh seperti itu.
“Wah Yoon kau bertindak sampai sejauh itu, ya.” Itu Jessica, tersenyum ramah memandang Ara, “Ara-ssi kau benar-benar sudah berhasil mendapatkan pria keras kepala ini.”
Ara hanya tersenyum kikuk, entah itu sebuah pujian atau ada sarkas terselubung di balik ucapan wanita cantik itu, yang pasti Ara benar-benar tidak nyaman menjadi pusat perhatian seperti ini.
“Astaga Jessica sayangku, aku bahkan tak melihatmu, terima kasih sudah datang di acara makan malam ini. Kau sudah seperti bagian dari keluarga kami, wow you look so georgeus. Apa itu busana keluaran terbaru dari perancang Prancis itu?” Berbeda dengan sikap dinginnya pada Ara, Nyonya Min tampak lebih tertarik membangun konversasi dengan Jessica Wang.
“Iya Aunty, ini busana yang tempo hari aku kirim gambarnya via sns.”
Nyonya Min menatap Jessica takjub. “lihatlah, kau itu mempunyai nilai seratus sebagai seorang wanita. Sayang sekali, ada yang buta matanya sampai tak pernah melirikmu.” Nyonya Min mengerling malas pada Yoongi.
Ara tahu dengan pasti bahwa makan malam ini sesuatu hal yang menyebalkan. Sejak tadi sudut bibirnya berkedut gatal ingin memaki sejak ibu Yoongi itu membahas sekolahnya yang tidak populer. Astaga melihatnya saja, wanita itu seolah melihat Ara seperti permen karet di sol sepatu.
Baik apanya, mengerikan begini.
Namun seolah menjadi setitik air di padang gersang, suara kecil Bora mengalihkan atensi semua orang. “Eomma-ku juga nilainya seratus. Dia menyayangiku dengan tulus. Terima kasih Eomma. Harabeoji maafkan Bora jika menyela, tetapi Bora lapar bisakah kita memulai makan malamnya.”
Suara tawa Min Jihoon menggelagar, gemas sekali dengan sang cucu yang semakin pintar. Berbeda dengan tajamnya tatapan Nyonya Min, pria tua itu tersenyum hangat menyambut Ara. “Selamat datang Nona Lim Ara, semoga makan malam ini tidak membuatmu kapok. Semoga kau bisa menjadi istri yang baik untuk anakku.”
“Ah, te-terima kasih Tuan Min,” ucap Ara. Gadis itu dapat menilai jika Ara dan ayah Yoongi berada di kubunya. Entahlah kalau pria menyebalkan bernama Yuta itu, sejak tadi Ara bahkan kesal dibuatnya.
“Ayo kita mulai makan.” Ucapan Tuan Min seolah menjadi sabda. Walau menghela napas panjang, Nyonya Min akhirnya menghentikan apa yang tengah dilakukannya dan mulai menatap Ara, memperhatikan dengan saksama bagaimana gadis itu bergerak.
Oke ujian table manner dimulai. Jangan bilang namaku Lim Ara kalau menghadapi wanita mengerikan macam ini kau kalah. Semangat Lim Ara...kau pasti bisa!
Di bawah sana, kaki Yoongi menyenggolnya pelan, bermaksud agar gadis itu mengikutinya. Dari mulai caranya menyimpat serbet di pangkuan dan mengambil sendok yang benar untuk apa saja yang tersaji di atas meja.
Ara masih berusaha menyunggingkan senyum ramahnya pada ibu Yoongi yang sejak tadi menatapnya tak bersahabat. Seolah ada kibaran bendera perang tak kasat mata, Ara sudah bertekad akan mengalahkan wanita itu bagaimanapun caranya.
Aku tak akan membiarkan diriku kalah dengan table manner sialan ini.
“Jadi, kapan rencananya kalian akan melangsungkan pernikahan,” tanya Min Jihoon sesaat setelah asisten rumah tangga yang bertugas menyiapkan makan malam menuangkan wine pada gelas berkaki tinggi miliknya. Hidangan utama telah selesai disantap dan mereka tinggal menunggu hidangan penutup.
“Rencananya akhir bulan ini,” jawab Yoongi bersungguh-sungguh.
“Secepat itu? Bukankah Lim Ara masih sekolah?” Nyonya Min sampai lupa menaikkan intonasi suaranya, lupa jika ada Bora di sana.
Mengetahui jika pembicaraan serius akan berlangsung, Yoongi menyuruh Go imo membawa Bora menjauh dari ruang makan.
Terlihat enggan, gadis kecil itu merengek sebelum akhirnya pamit dengan membungkuk sopan dan memeluk hangat orang-orang di ruangan tersebut, dan tentu saja melewatkan Jessica yang saat itu memaki dalam hati. Dasar setan kecil sialan.
“Jadi kenapa secepat ini Yoon? Apa Lim Ara hamil?” Alih-alih sebuah pertanyaan itu terdengar seperti tuduhan.
Yoongi menghela napas, berusaha sabar. Sejak mengetahui bahwa ia telah mempunyai calon istri, mood sang ibu jadi kelewat buruk sekali, dan sebagai anak yang baik Yoongi mencoba fokus agar tak sedikitpun meninggikan suaranya.
“Eomma, bukankah aku sudah menjelaskan padamu kemarin? Semakin cepat semakin baik bukan. Lagi pula apa yang kami lakukan bukan sesuatu yang melanggar hukum.”
“Sudahlah Sayang, Yoongi sudah besar, bisa memilih apa yang terbaik untuknya. Bora juga aku lihat sangat menyukai Nona Lim Ara. Restui saja mereka.” Berbanding terbalik dengan Nyonya Min, ayah Yoongi merupakan orang yang ramah. Terkesan tak acuh pada awalnya, tetapi saat dia berbicara apa yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang baik.
Nyonya Min tampak ragu, menatap Yoongi dalam decakan, memicing menilai Ara kemudian menatap Jessica penuh sayang. “Lim Ara apa kau tak tau alasan Yoongi ingin menikahimu, eoh?” Ini adalah serangan terakhir.
“Tentu saja karena aku mencintainya Eomma.” Potong Yoongi membuat Nyonya Min mendecih remeh.
“Karena ... karena ...” Ara menatap Yoongi bingung.
“Ditanya begitu saja kau bingung, apa kau sedang memikirkan alasan lain yang lebih masuk akal agar terlihat berkelas? Atau bingung karena tak memiliki alasan lain mengingat Yoongi adalah seorang CEO dari Min San Group, seseorang dengan reputasi seperti Yoongi tentu tidak dapat bersanding dengan gadis biasa saja. Untuk ukuran gadis belia sepertimu, kau memiliki ambisi yang cukup mengerikan Lim Ara.”
Ara hampir saja kehilangan kesabaran jika saja Yoongi tidak meremas tangannya, seraya menatap Ara lembut seolah mencegah gadis itu meledak.
“Eomma!”
“Tidak apa-apa, Oppa aku mengerti.” Sergah Ara.
Memejamkan mata sebentar, gadis itu akhirnya menimpali dengan begitu lembut namun tegas. “Apa menurut Anda aku ingin dinikahi Yoongi oppa karena harta? Jika iya, Anda terlalu rendah menilai anak Anda sendiri Nyonya Min. Yoongi oppa itu ....” Ara menatap Yoongi, meletakkan tangannya di pipi sang pria, “dia seorang pria penyayang, selalu melindungi disaat aku membutuhkannya, selain itu dia juga memiliki anak yang sangat cantik dan menyenangkan.”
“Ra-ya, kau tak perlu seperti ini.”
“Aku belum selasai, Oppa. Aku selalu senang melihat bagaimana sayangnya Yoongi oppa pada Bora. Apakah itu tak cukup membuatku jatuh cinta padanya? Terserah Anda jika menilaiku palsu, tetapi walau aku masih muda, aku menyayangi Bora seperti anak sendiri.”
Untuk beberapa saat tidak ada yang mengucapkan apa pun, Nyonya Min seakan kehilangan kata-katanya, kedua orang tua Yoongi saling tatap, dan dari sorotnya terlihat Min Jihoon gembira, seolah mendapatkan jackpot.
“Impressif, aku menghargai ketulusanmu Nona Lim Ara, aku memberikan restuku,” ucap Min Jihoon tertawa sementara Nyonya Min berdeham dengan wajah tertekuk masam, jelas bertolak belakang dengan apa yang diucapkan sang suami.
“Wow Nona peach—maksudku Nona Ara, kau keren sekali, selamat!” Yuta bertepuk tangan antusias.
“Selamat Yoon, Ara-ssi. Aku ikut berbahagia.” Jessica ikut menyelamati, mengingkari hatinya yang berdenyut nyeri, sementara Nyonya Min berdiri.
"Jessica bisa antar aku ke kamar?”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro