26
Part ini adalah jawaban kali ya atas pertanyaan-pertanyaa kalian.
.
.
.
Min Yoongi duduk menyilang kaki dengan tatapan angkuh dan senyuman remeh di depan Lim Jimin yang terlihat ingin mematahkan lehernya. Yoongi bahkan tak sedikit pun merasa khawatir saat Ara tadi menghubungi dirinya, mengatakan bahwa keluarga sang gadis ingin bertemu dia malam itu juga. Setelah sang ibu pergi dari apartemennya, masih dalam keadaan marah, pria itu segera menuju alamat yang diberikan oleh Ara.
Sebagai seorang pria, tentu saja ia langsung menyetujui, biar pun pernikahan ini hanyalah permainan untuk menyenangkan sang putri. Ia tetap dipandang sebagai calon suami dari seorang gadis, dan meminta izin pihak wanita, jelas merupakan hal wajib untuk dilakukan.
"Jadi kau benar-benar akan menikahi adikku dalam waktu dekat?" Jimin sekali lagi bertanya, membuat Yoongi berdecak dalam gelengan kentara lalu bergumam malas.
"Aku meluangkan waktu sibukku, hanya untuk mendengar pertanyaan seperti ini terus-menerus? Yang benar saja."
"Kau ingin mempermainkan adikku?!" tuduh Jimin dengan nada suara naik.
"Di mana ceritanya meminta izin untuk menikahi seorang gadis dinamakan mempermainkan? Jika ingin mempermainkan, mungkin adikmu sudah aku lecehkan begitu buruk lalu aku tinggal, nyatanya aku tidak melakukan hal itu, bukan?"
Jimin menatap tajam, jelas kesal pada sikap arogan pria di hadapannya itu, agaknya ia berpikir keras, bagaimana mungkin sang adik yang berhati lembut itu bisa terjerat cinta pria beranak satu tersebut?
"Aku tidak akan mengizinkan!" putus Jimin singkat.
"Kau bukan walinya," ujar Yoongi menyatukan tautan tangannya di depan dada, tenang, terkesan meremehkan sekali atas ancaman Jimin.
"Ara tak akan menikah tanpa restu dariku," timpal Jimin geram.
"Ho, benarkah? Kenapa begitu? Kau tak setuju adikmu bahagia, atau kau tak setuju jika adikmu bahagia dengan orang lain selain dirimu?" jebak Yoongi.
"Apa maksudmu?" tanya Jimin dengan suara rendah, selain karena terkejut, ia juga marah atas kelancangan Yoongi barusan.
Yoongi menyunggingkan senyum remehnya. "Apa kurang jelas, atau kurang tepat?"
"Min Yoongi, aku peringatkan padamu untuk tidak bermain-main dengan keluargaku!" ucap Jimin dengan rahang mengerat.
"Bukankah kau yang sedang mempermainkan hati adikmu ... Lim Jimin?" Kali ini Yoongi merebahkan tubuhnya pada punggung sofa, gesturenya santai tetapi dengan sorot berkilat serius.
Ada banyak makna atas ucapan Yoongi barusan, terkesan menjebak tetapi Jimin bukan orang bodoh yang dengan mudah terjerat hanya karena permainan kata. Jimin tahu jika Yoongi tengah memancing ikan emas yang bersembunyi di bawah batu.
Jimin menaikkan satu sudut bibirnya, menghempaskan punggungnya pada sofa ruang tamu di mana hanya ada mereka berdua di sana. Ara sudah ia kunci di dalam kamar dan sang ibu tengah menangis di dapur, menyerahkan urusan Ara tersebut pada si sulung, wanita itu terlalu syok dan takut. Jimin sendiri berusaha mengontrol diri agar suaranya tidak terlalu mengganggu, walaupun tetap saja akan terdengar karena rumah mereka yang kecil.
"Tuan Min Yoongi, kau memang sesuatu."
Yoongi hanya tersenyum angkuh, terkesan bangga akan sindiran Jimin barusan. Ia lalu memperbaiki duduknya, condong ke depan, merendahkan suaranya dan mulai bicara serius.
"Lim Jimin, kau sebenarnya ... tau perasaan adikmu, bukan? Kepergianmu ke luar negeri, itu adalah saran dari ibumu karena dia tak mau jika Ara semakin memimpikan hal manis tentang hubungan cinta tak bermoral kalian, apa aku benar?"
Jimin jelas saja terkejut, bagaimana bisa Yoongi mengetahui rahasia yang hanya ia dan sang ibu tahu? Manusia gila macam apa pria di hadapannya ini?
Melihat Jimin hanya diam saja dengan napas memburu, Yoongi langsung bisa menyimpulkan jika tebakannya benar. Strike! Yoongi membidik begitu tepat sasaran, dia bahkan bersorak dalam hati. Sebagai seorang CEO yang menangani berbagai macam sifat manusia, baik dengan para pegawai atau klien, ia jelas bisa merunutkan satu masalah dengan masalah lainnya dengan begitu mudah.
Jika boleh jujur, sebenarnya ia hanya asal bicara saja, ia tak benar-benar tahu tentang masalah dalam keluarga Ara. Namun sejak ia datang ke tempat itu, tatapan marah Jimin bukan murni sebagai kakak yang tidak terima dengan keputusan sang adik, Jimin terkesan tersinggung karena ada pria yang berani mendekati wanitanya. Hei, Yoongi dan Jimin sama-sama pria, jadi tentu dia dapat mengetahui arti di balik tatapan kakak Ara tersebut padanya, belum lagi ditambah sikap Ara yang terbuka dan mudah ditebak, sangat tidak mungkin untuknya menyembunyikan perasaan tanpa ada satu orang pun di dekatnya yang tahu, dan melihat Jimin tengah menatapnya tajam dengan rahang mengatup erat, Yoongi mendapat jackpot karena bisa mengalahkan lawannya dengan mudah.
"Kau bicara sembarangan," putus Jimin lirih kali ini geraman itu seolah hilang.
Yoongi bisa mendengar suara bergetar Jimin barusan, ia terkekeh. "Benarkah? Oh, maafkan jika aku benar."
"Min Yoongi!"
"Lim Jimin, rendahkan nada suaramu, atau aku akan menaikkan nada suaraku agar adikmu mendengar kenyataan ini dan dia akan membatalkan pernikahan kami hanya untuk mengembangkan mimpinya menjadi istrimu? Apa kau mengharapkan semua itu?"
Jimin semakin mengatupkan rahangnya, menatap marah pada sosok arogan nan kurang ajar di hadapannya itu. Sementara pria bernama Min Yoongi yang terkenal apik dalam kepemimpinannya di banyak perusahaan, benar-benar berbangga diri karena menjadi pribadi yang tak bisa diremehkan dengan sebuah gertakan.
"Jadi putuskan saja, restui kami ... atau aku yang akan merestui kalian. Kau jangan khawatir tentang restuku, akan aku pastikan kalian sampai di depan altar dengan andil besar dariku."
Jimin tampak kehilangan kepercayaan dirinya, kembali menghela napas panjang sebelum bertanya, "Kau benar-benar serius dengan adikku?" Kali ini ia terlihat putus asa.
"Apa aku terlihat seperti pria yang suka bermain-main?"
"Jawab saja dan jangan membalik pertanyaanku, Min Yoongi yang terhormat!"
Yoongi berdecak, tak suka jika ada yang berani membentak dirinya, tapi demi kesuksesan membuat Ara menjadi ibu dari anaknya, ia mengalah.
"Ya, aku serius, sangat serius."
"Kau tak akan menyakitinya?"
"Menyakiti seperti yang kau lakukan padanya? Tentu saja tidak."
"Aku tahu keluargamu bukan orang sembarangan, sementara kami hanya dari keluarga sederhana dengan banyak kekurangan, apa keluargamu setuju jika Ara menjadi istrimu?"
"Setuju atau tidak, itu urusanku. Namun yang pasti, aku tak akan membiarkan Ara menanggung sakit jika keluargaku tak setuju. Aku punya seorang anak, dia sangat menyukai Ara, jadi akan aku pastikan Lim Ara akan menjadi ibu untuk anakku itu."
Jimin menekuk alisnya, menatap Yoongi dengan bingung. "Jadi kau menikahi Ara hanya untuk menjadi ibu untuk anakmu?"
Yoongi terjebak ucapannya sendiri, ia menggigit ujung lidahnya lalu tersenyum miring seolah jawabannya tak ada yang aneh. "Apalagi? Aku mempunyai seorang anak, jika aku menikah lagi, bukankah anakku harus setuju dengan calon istriku nanti? Aku punya banyak calon, tapi anakku hanya senang ketika Ara aku perkenalkan padanya. Jadi tentu saja restu anakku menjadi hal paling penting dalam memilih Ara menjadi istriku."
Yoongi tertawa dalam hati, merasa begitu puas dengan kepintarannya dalam membalik situasi dan memenangkan duel argumen ini. Ia lalu kembali melemaskan duduknya, bersandar santai dan menyilangkan kakinya dengan anggun. "Ada lagi yang ingin kau tanyakan?"
"Kau ... bisakah kau membuat adikku bahagia?"
Yoongi memiringkan kepala, menaruh atensi lebih pada ucapan lirih Jimin barusan. Bukan karena ia tak dengar, hanya saja ucapan kakak Lim Ara itu terkesan menyedihkan sekali. Yoongi tetap diam sampai Jimin kembali membuka suara.
"Sejak kecil, Ara banyak terluka atas ketidak harmonisan orang tua kami. Dia selalu merengek dan menangis ketika ayah dan ibu bertengkar. Ara tidak punya siapa pun selain aku saat itu, bergantung banyak bahagia hanya padaku. Dia sangat takut jika semua lelaki akan seperti ayah kami yang selalu menyakiti ibu, membuatnya menatap dunia begitu sempit dan berakhir salah paham akan perasaannya padaku. Min Yoongi ... terima kasih telah menjaga adikku tiga tahun ini, dan aku harap kau bisa menepati janjimu untuk membuatnya bahagia."
Min Yoongi terdiam untuk respons dari ucapan Jimin barusan. Entah mengapa kini ia merasa bersalah karena telah memaki Ara sebagai gadis sampah tak bermoral tanpa mau tahu alasan gadis itu bisa sampai mencintai kakaknya sendiri. Cerita Jimin amatlah singkat, sangat tak terperinci, tetapi mampu membuatnya membuka mata jika Lim Ara tak seburuk yang ia kira.
Setelah menghela napas besar, Yoongi berdiri dan tersenyum sopan pada Jimin yang kini juga ikut berdiri. Kedua pria itu saling tatap, tapi bukan lagi dengan pandangan sengit seperti tadi. Ada bendera putih tak kasat mata di antara keduanya, tanda jika mereka sudah bisa menerima keadaan yang sedang dan akan terjadi.
"Lim Jimin, terima kasih untuk restu darimu. Ara akan sangat bahagia jika kau bisa memaafkannya dan membiarkan menjauh untuk mengobati luka hatinya atas kabar pernikahanmu. Tolong biarkan dia menjauh, sampai dia bisa menata kembali hatinya dengan benar dan bisa menatapmu kembali sebagai kakak dan bukan seorang pria yang patut ia cintai."
Jimin mengangguk, menjabat tangan Yoongi dengan mantap. "Tolong jaga adikku, Ara pantas bahagia. Aku juga berharap jika suatu saat nanti dia bisa menatapku seperti dulu lagi, adik kecilku. Aku akan mengantarkannya ke atas altar pelaminan untuk bersanding denganmu nanti."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro