Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21

Jum'at berkah, kencengin vote dan komennya. Terima kasih hehe
.
.
.

"Kau kenapa, eoh?" Yoongi jelas kaget dengan apa yang baru saja didengarnya.

"AKU BILANG AYO KITA MENIKAH! KAU MAU MENIKAH DENGANKU UNTUK BORA, KAN? KALAU BEGITU AYO NIKAHI AKU!" teriak Ara untuk kedua kalinya dan tanpa aba-aba gadis itu membenamkan diri, melingkarkan tangannya pada tubuh Yoongi, menangis tersedu. Ia hanya butuh sandaran, hatinya sedang sangat rapuh dan yang ada di hadapannya hanyalah Min Yoongi.

Seharusnya Yoongi senang mendengar ajakan tersebut, tetapi kenapa dia justru malah bingung. Ke mana tatapan angkuh gadis sampah itu? Kenapa berganti dengan sorot putus saja seperti itu?

"Hei, Lim Ara kau kenapa, eoh?"

"Bawa aku pergi, Ahjussi ...," pinta Ara dengan suara serak, "kumohon."

Yoongi sampai harus memfokuskan telinga untuk mendengar panggilan ahjussi itu. Kenapa si gadis sampah tidak memanggilnya duda arogan lagi? Apa yang terjadi? Petir mana yang berhasil membuat gadis ini berubah secepat ini?

"Kumohon!" ucap Ara kembali dengan bibir mengerat penuh penekanan.

Tak ingin tubuhnya semakin basah karena hujan juga bertambah lebat, Yoongi mengalah, menuntun tubuh Ara memasuki mobilnya. Ah, beruntung tadi dia tidak membawa Bora bersamanya karena dia baru saja mengantar Jessica pulang yang menolak diantar Yuta. Gadis kecil itu tentu tidak mau semobil dengan Jessica dan memilih pulang bersama Go imo.

Yoongi terdiam dengan tangan mengetuk-ngetuk kemudi, dia tak tau harus membawa Ara ke mana. Gadis itu terlihat kacau sekali sampai-sampai pria itu khawatir hanya dengan melihatnya tersengguk pilu seperti itu.

Lim Ara, masalah apa yang bisa membuatmu sampai menangis seperih itu? Kau benar-benar gadis bermasalah.

Gadis itu terus saja menangis, memeluk kedua lengannya, dia tak peduli mau sebesar apa matanya nanti, yang dia inginkan hanya mengeluarkan rasa sakitnya.

"Lim Ara?" panggil Yoongi khawatir, dia tidak punya pilihan selain melanjutkan kalimatnya, "kau tidak keberatan 'kan aku bawa ke apartemen, atau mau ke tempat yang lebih tenang?"

Pertanyaan yang dilayangkan Yoongi itu terdengar samar kendati Ara dapat mendengarnya. Gadis itu menatap sang pria lamat, dadanya makin terasa sesak kala bibirnya hendak berucap, "A-apartemen saja."

Yoongi mengangguk lantas membawa roda empat itu pulang, sementara di belakang mereka, tepatnya di sebuah halte bus, terlihat Jimin memperhatikan sedan mewah yang membawa adik kesayangannya itu sudah pergi, melaju kencang meninggalkan dirinya. Jimin kembali mengepalkan tangan, menggenggam erat jepit rambut milik Ara, ia menurunkan pandangan, menaikkan sudut bibirnya dan menghela napas panjang.

Princess ... maafkan aku, tetapi siapa pria yang bersamamu? Apakah pria dengan satu anak itu?

***

Walau awalnya menolak, Ara berakhir berjalan ke unit apartemen Yoongi dengan jaket tersampir menutupi tubuhnya. Tak dapat dipungkiri bahwa aroma musk yang Yoongi semprotkan pada jaketnya membuat Ara nyaman. Dia bahkan menyadarinya ketika mendekap pria itu tadi. Ah, lupakan, hal itu barangkali hanya satu persen kesenangan dari sembilan puluh sembilan persen lukanya.

Ara memeluk diri dengan memegangi ujung jaket itu berharap dapat menyembunyikan getaran tubuhnya yang mulai menggigil. Di sampingnya terdengar Yoongi menghubungi Go imo dan menyuruh wanita itu agar menyiapkan air panas untuk mandi.

"Lim Ara, aku tak tau apa yang menyebabkanmu berubah pikiran secepat ini, tetapi kau lebih baik istirahat, aku sudah menyuruh Go imo untuk menyiapkan keperluanmu," ucap Yoongi yang sejak tadi menghindari menatap Ara karena rambut basah gadis itu lagi-lagi mengganggu kinerja otaknya. Yoongi menekan beberapa tombol di pintunya lantas membiarkan Ara masuk lebih dulu.

"Astaga Nona Ara, apa yang terjadi?" tanya Go imo khawatir. Wanita paruh baya itu segera mengganti jaket yang tersampir di bahu Ara dengan handuk tebal hangat.

Hanya menerima respons berupa senyum tipis dan bungkukan canggung dari Ara, wanita itu melanjutkan, "lebih baik Nona Ara mandi dulu, aku akan menyiapkan air hangat.

Go imo sudah akan melenggang ke arah kamar mandi sebelum Yoongi mencegahnya. "Air hangat di kamarku sudah siap?"

"Sudah Tuan."

"Itu untuk Ara," jelas Yoongi, lantas menatap Ara yang saat itu kelihatan kedinginan. "Ara-ssi, mandi di kamarku saja, nanti Go imo akan mengambilkanmu pakaian."

Tak perlu menunggu lama, gadis itu segera melenggang ke bilik mandi di kamar Yoongi. Rasanya dia hampir mati beku saja.

"Tuan, maafkan aku, sepertinya aku melupakan sesuatu. Pakaian tidur yang tempo hari Tuan belikan untuk Nona Ara, baru saja masuk mesin cuci karena aku baru menemukannya dalam kantong tadi sore. Hanya ada pakaian dalam yang baru dan untuk pakaian penggantinya tidak ada." Go imo menjelaskan dengan nada merasa bersalah, sementara Yoongi menanggapinya dengan santai.

"Biar aku yang urus." Pria itu menyahut ponselnya lantas berjalan menuju ambang jendela untuk menilik keadaan di luar. Ah, hujan semakin lebat, rasanya tidak mungkin membiarkan Pak Kwon—sekretarisnya yang baru saja kembali bekerja setelah meminta cuti dua minggu--untuk menembus hujan demi pakaian Ara.

Yoongi mengembuskan napas panjang sebelum pergi ke kamarnya. Berdiri di depan lemari yang sudah bertahun-tahun ini tak dibukanya di dalam walk in closet. Seiring embusan napas yang keluar pada bilahnya, pintu geser lemari itu terbuka, memperlihatkan tumpukkan rapi pakaian wanita yang tidak pernah dia izinkan siapa pun menyentuhnya.

Rasanya rindu sekali kala jemari panjang Yoongi menelusuri tumpukan pakaian itu. "Yuna," bisik Yoongi sendu.

Tak ingin larut dalam kesedihan, pria itu menyahut satu stel pakaian tidur yang biasa dikenakan istrinya dulu, berharap itu bukan sebuah kesalahan karena membiarkan orang lain memakainya.

Menyimpannya di atas kasur empuk bersama pakaian dalam yang sudah disiapkan Go imo, pria itu masih juga khawatir akan keadaan Ara dan memutuskan mengetuk pintunya.

"Hei! Jangan lama-lama mandinya nanti kau sakit."

Tak ada sahutan, hal itu membuat gedoran Yoongi pada pintu kamar mandinya mengeras.

"LIM ARA KAU MANDI ATAU MATI?"

Masih tidak ada sahutan, hingga pada gedoran ketiga saat Yoongi semakin khawatir dan berniat mendobrak pintu tersebut, bilah kayu itu terbuka, menampilkan Ara dalam jubah mandi yang lagi-lagi membuat Yoongi salah tingkah.

"Yak! Kenapa tidak menyahut?" tanyanya tidak mampu menatap wajah dengan rambut basah Ara. Yoongi benar-benar harus menjauhkan segala hal basah dari gadis ini agar otaknya tidak macet terus.

"Maaf ...." Ara hanya menimpali dengan singkat, menunduk, yang membuat Yoongi semakin tidak nyaman.

"Eum, pakailah baju itu, kurasa itu akan cocok denganmu." Tunjuk Yoongi pada pakaian yang sudah dia siapkan di atas ranjang, "aku tunggu di luar, Go imo sudah membuatkan sesuatu yang hangat untuk kita."

Tak mendapat respons berarti, Yoongi segera ke luar dari kamarnya. Perasaan aneh itu datang kembali, kali ini dengan debar samar. Tanpa bisa dicegah, ia sedang sangat menantikan bagaimana rupa Ara kala memakai pakaian Yuna? Apakah sama cantiknya? Pria itu lantas menggeleng, menolak pikiran liarnya itu. Kenapa juga harus membandingkan kedua wanita yang jelas-jelas mempunyai sifat yang bertolak belakang, itu menjatuhkan istrinya.

Tak menunggu lama, rasa penasaran Yoongi terbayar kala gadis itu ke luar kamar dan reminisensi manis yang terajut apik di otak Yoongi mulai bekerja.

Sayang, kenapa selalu membiarkan rambutmu basah begitu sih? Kau menggodaku ya?

Kau pernah bilang aku cantik ketika rambut basah, jadi ya aku ingin terus terlihat cantik di matamu kan?

Yoongi terkekeh geli. "Tidak begitu konsepnya, kalau masuk angin bagaimana? Sini biar aku keringkan rambutmu.

Tanpa sadar sudut bibir pria itu tertarik ke atas kala kenangan singkat itu memenuhi otak, sebelum sebuah ucapan membuyarkan lamunannya.

"Ahjussi ... ayo kita bahas kontrak pernikahan itu."

Yoongi terpaku sesaat, ia justru termenung saat menyadari bahwa Ara terkesan sangat buru-buru dalam menyetujui tawarannya, mengingat bahwa gadis itu sangat kukuh untuk menolak bahkan tadi sempat memakinya saat di telepon.

"Makanlah dulu, Go imo sudah membuatkan makanan untukmu."

Meskipun enggan karena Ara merasa tak mempunyai nafsu makan, tapi ia tak ingin mengecewakan Go imo jika tak memakan masakannya. Dengan sedikit memaksakan diri, Ara duduk tepat di hadapan Yoongi, mengambil sumpit lalu mulai makan dalam diam. Ia terus memaksa mengunyah dan mendorong dengan air karena tenggorokannya seolah menyempit sekarang. 

"Jangan terus minum air jika makan, perutmu nanti sakit."

"Mn."

"Lim Ara ... kau benar-benar menyetujui tawaranku?"

"Apa aku harus mengatakannya lagi?"

Yoongi yang menyumpit makanan langsung meletakkannya lagi, ia mendesis pelan atas nada dingin itu seolah dirinya adalah orang yang membuat Ara sedih. Bukankah gadis itu yang memintanya untuk segera menikah, lalu dengan nada ketus begitu, memangnya dia salah apa sekarang?

"Aku tak akan memaksa jika kau--"

"Tidak, aku mau secepatnya," potong Ara tanpa menatap Yoongi sama sekali.

"Ok, tapi jika aku boleh tahu, kenapa tiba-tiba sekali? Kau bahkan menangis di bawah guyuran hujan? Drama mana yang yang kau tiru."

Ara menaikkan pandangan, menatap Yoongi dengan mata memerah dan bengkak. "Oppa-ku akan segera menikah."

"Lalu kenapa menangis? Kau seharusnya bahagia bukan?" tanya Yoongi belum paham situasi.

Ara diam tak menjawab, ia justru kembali menurunkan pandangan dan mengaduk sisa makanan di mangkuknya dengan enggan.

Yoongi lalu ingat jika gadis ini mencintai kakaknya sendiri, ia menunjuk Ara dengan tawa merendahkannya. "Hei, kau sedang patah hati! Haha. Harusnya kau senang kakakmu akan segera menikah, bodoh. Jadi kau tidak terus terjerumus dalam cinta terlarangmu itu."

"Aku tahu aku tidak berhak mengharap masa depan bersama Jimin oppa, tapi Ahjussi ... aku berhak untuk patah hati, kan? Aku akan bahagia untuk kebahagiaan kakakku nanti, tapi sekarang aku ingin menangis karena rasanya sakit. Jimin oppa ... sejak kecil aku hanya memilikinya. Appa, eomma, mereka hanya akan bertengkar tanpa mau tahu bagaimana oppa dan aku. Aku yang selalu bergantung hidup padanya, menumpuk mimpi manis meskipun aku menyadari bahwa impianku itu sangat mustahil...." Ara menjeda ucapannya menatap Yoongi lamat, seolah meminta pria itu untuk menghargai apa yang sedang dirasakannya sebelum melanjutkan, "Ahjussi ... aku meminta untuk segera menikah denganmu bukan karena aku sedang sakit hati, tapi aku sadar saat Jimin oppa mengatakan akan menikahi kekasihnya, aku akan sangat mengecewakan dirinya jika dia sampai tahu adik kecil yang ia rawat dan jaga sejak kecil ternyata mencintainya. Aku sangat takut tak bisa menahan perasaan dan akhirnya oppa akan memandangku dengan kecewa nantinya. Aku juga sangat takut jika Jimin oppa menatapku menjijikkan seperti reaksimu selama ini."

Ini terlalu dalam, Yoongi bahkan tak bisa berkomentar untuk ucapan panjang lebar Ara yang tengah mengungkapkan isi hatinya itu. Ia hanya ikut meletakkan sumpit dan berdiri, meminta gadis itu mengikutinya ke ruang kerja untuk membahas pernikahan kontrak mereka.

"Duduklah."

Ara menurut, menatap tanpa minat dan hanya mampu menghela napas besar karena dadanya sangat sesak. Membiarkan Yoongi sibuk dengan komputer di hadapannya, mengetik cukup lama yang membuatnya mengantuk.

"Bacalah lebih dulu." Yoongi menyodorkan sebuah kertas berisi surat perjanjian mereka ke hadapan Ara yang langsung membacanya.

"Kau bisa menambahkan poin sendiri dan aku akan lihat, apakah semua permintaanmu bisa aku penuhi atau tidak," tambah Yoongi.

"Ahjussi, jika aku boleh tahu, istrimu meninggal kenapa?"

"Hah? Kenapa bertanya?"

"Hanya bertanya saja, siapa tahu kau meracuninya," jawab Ara Asal.

"Yak! Mana mungkin aku meracuni istriku sendiri!"

"Siapa yang tahu?"

"Bodoh!" maki Yoongi. "Baca saja dan pelajari dengan benar, lalu ajukan poinmu sendiri!"

"Baiklah." Ara mulai membaca setiap poin yang ditulis Yoongi, ia kadang mengernyit bingung, kadang memajukan bibirnya karena syarat yang diajukan pria itu agaknya tak masuk akal.

"Ahjussi?"

"Apa?"

"Baju siapa yang aku pakai?"

"Milik istriku."

Ara lalu menatap baju yang dipakainya, kertas yang ia pegang dan Yoongi yang duduk di hadapannya bergantian.

"Ada apa?" tanya Yoongi risi.

"Apa aku mengingatkanmu pada istrimu?"

"Hah?" beo Yoongi terkejut.

"Yuna ... apa aku sangat mirip dengan istrimu itu?"

.
.
.

Udah vote? Udah komen?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro