Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15

Pasti bosen sama fast update ini wkwkwk...makasih buat 70an orang yang bertahan sama cerita ini, walo cuman 30orang yang baik banget kasih vote dan beberapa yang suka komen...love banget, terus temenin aku ya biar ga kayak monolog gitu hehe

.
.
.

"Aku pulang!" teriak Ara saat dirinya masuk ke dalam rumah.

Tidak ada sambutan hangat, yang ada hanya sang kakak yang bersedekap dengan sorot serius ke arahnya. Oke, Ara harus bersikap hati-hati mulai saat ini.

"Lim Ara, sekarang kau bersihkan dirimu, lalu makan malam, setelah itu ke kamar Oppa dan jelaskan semuanya," ucap Jimin tanpa senyum.

Ara tau dengan pasti, ketika panggilan nama lengkap itu mengudara, sang kakak benar-benar sedang dalam mood yang tidak baik. Gadis itu mengangguk dan menjawab lirih, "baik, Oppa."

Jadi, tak ada waktu untuknya berlama-lama di kamar mandi. Gadis itu bahkan sudah memutar otaknya sejak di atas atap sekolah mengenai alasannya tidak pulang dan tentang Bora yang memanggilnya dengan sebutan eomma.

"Baiklah Lim Ara, walau saat ini terasa sakit, tetapi jika oppa menjauhimu itu akan jauh lebih sakit lagi, kan? Kau harus kuat, ok?" monolog Ara dalam gumaman setelah dirinya menyelesaikan makan malam yang terasa hambar karena gelisah.

Jimin yang sejak tadi memperhatikan sang adik dari pintu kamarnya berdeham, lantas menggerakkan kepala agar Ara mengikuti ke dalam. Tau tidak, Ara lebih baik melakukan hukuman Park ssaem dari pada harus dihadapkan pada Jimin yang marah seperti ini.

"Oppa!" ujar Ara merajuk. Tak tahan dengan tatapan tajam Jimin. Sementara pemuda itu masih mempertahankan sikapnya, walau tak tahan juga melihat sang adik tampak mau menangis.

"Jadi, coba ceritakan pada Oppa mengenai alasan di balik sikapmu yang tidak bertanggung jawab seperti itu."

"Iya, baik, tapi bisakah Oppa tidak galak-galak seperti ini? Aku tidak tahan kalau Oppa marah." Ara mengembuskan napas panjang. Merasa gelisah atas alasan yang sudah dia siapkan.

Jimin hanya menjingkatkan pundaknya masih menatap galak.

Semoga Oppa mau percaya.

"Su-suatu hari aku menolong seorang anak kecil di jalan dari penjahat yang akan menculiknya. Lalu entah karena apa, tapi sejak saat itu dia malah menginginkanku jadi eomma-nya."

Jimin terlihat menaikkan sebelah alisnya karena masih merasa sangsi, sebelum lanjut bertanya, "Dan alasanmu berbohong pada Oppa tentang tak pulang ke rumah?"

"Ya itu ... malam itu si rubah ... ah, maksudku Bora sakit Oppa dan aku tak tega membiarkannya terus menyebut namaku dalam tidurnya. Aku hanya ingin membantunya, tak lebih."

"Dia punya ayah?"

"Y-ya."

"Dan ayah dari anak itu yang berpura-pura jadi temanmu yang bernama Areum itu?"

Ara mengerjap karena tebakan Jimin itu selalu tepat sasaran. Kalau begini semua rencana yang ia susun bisa buyar dan berakhir sang kakak akan semakin marah padanya. Ya Tuhan, tolong aku.

"Maaf karena telah berbohong, ta-tapi ... aku masih bingung bagaimana harus menceritakan ini pada Oppa. Aku tak ada niat membohongi Oppa, tapi aku sungguh tak bisa menolak karena Yoongi oppa sangat baik padaku, dia yang menemani dan membantuku selama tiga tahun ini. Dia seperti penggantimu saat kau tidak ada," ucap Ara berbohong, lidahnya bahkan terasa gatal karena mengatakan duda arogan itu baik hati. Ia terpaksa bicara begitu agar tak semakin terlihat buruk saja.

Namun, pernyataan seperti itu malah membuat Jimin berpikiran lain. "Kau menjalin hubungan dengan ayah dari anak itu?"

Kali ini Ara membelalakkan mata dengan mulut terbuka dan tertutup mencari kata untuk membela diri. "Hah?! Ti-tidak! Bu-bukan seperti itu."

Jimin kembali mengembuskan napas panjang. Adik kecilnya yang manis ini kenapa berubah begitu drastis? Dia ingin percaya perkara menolong anak kecil itu, tetapi bukankah setiap orang yang bersalah selalu mencari pembenaran atas apa yang dilakukannya? Dan di sini Ara memilih mengaku menjadi seorang penolong alih-alih mengakui kalau dia menjadi seorang sugar baby, mengerikan sekali.

"Apa kau tidak berpikir panjang saat melakukan hal ini? Apa pria itu pria beristri?" Kali ini intonasi Jimin terdengar sangat kecewa, tapi hal itu justru membuat hati Ara terasa tercubit karena dituduh demikian.

"Apa Oppa mengira aku seorang simpanan?" Kali ini Ara benar-benar menitikkan air mata, menatap kakaknya dengan terluka, "apa Oppa tak memercayai bagian cerita tentang menyelamatkan anak kecil itu? Kenapa Oppa fokus pada hubunganku dengan ayah dari anak kecil itu?"

Jimin mengusap wajahnya kasar, terlalu bingung atas perubahan sikap sang adik yang dinilainya sudah pintar berbohong. Memang pergaulan anak muda zaman sekarang ini sangat mengerikan, terlebih prostitusi di kalangan remaja yang semakin meningkat hanya karena tuntutan pergaulan mewah, membuat mereka terjerumus pada hal-hal semacam itu, tetapi ini Ara, adik manisnya, princess-nya, kenapa harus seperti ini?

"Oppa benar-benar tidak percaya padaku?" tanya Ara dengan sedih.

"Kau berani berbohong pada Oppa, mengatakan menginap di rumah Areum, tapi ternyata menginap di rumah pria yang Oppa tak tahu bagaimana tabiatnya, lalu bagaimana Oppa bisa memercayai ceritamu ini?"

Air mata Ara semakin mengalir, ia menunduk dengan bibir bergetar. "Oppa, kau seharusnya tidak meragukanku," lirihnya lalu mengembuskan napas panjang sebelum beranjak dari tempatnya duduk, tersenyum dan kembali berkata, "aku sudah menceritakan semuanya padamu, terserah Oppa mau percaya atau tidak. Aku mau tidur, ngantuk, selamat malam."

Setelah mengesat kedua pipinya dengan tangan, gadis itu tersenyum tipis walau rahangnya masih bergetar hebat, tatapannya kembali mengembun sebelum berlalu pergi. Jimin juga masih bungkam, mungkin karena terlalu kecewa dengan apa yang disimpulkannya sendiri.

Ara berjalan lunglai menuju kamarnya. Hari yang berat, sangat melelahkan bahkan setelah ia merebahkan tubuh di atas ranjang. Jika rumor di sekolah itu dapat dia sanggah dengan begitu cueknya, tidak demikian jika itu menyangkut sang kakak. Dunianya terasa runtuh kala pemuda itu mulai melihatnya dengan wajah sangsi seperti tadi. Ia sungguh berharap, Jimin akan menjadi orang yang berdiri paling depan untuk membelanya. Namun jangankan membela, kakak yang ia cinta justru ikut menuduhnya.

Ara tak peduli jika seluruh dunia menunjuk buruk pada dirinya, asal jangan Jimin oppa. Wajahnya kini sudah terbenam di balik bantal, ingin menangis lagi tetapi teringat celotehan Bora mengenai Elmo si kura-kura dengan mata besarnya. Gadis itu sampai tersenyum tipis kala reminisensi manis itu menyapa.  Dadah Eomma! Sampai bertemu lagi! Bagaimana dia merasa diinginkan begitu rupa, mungkin menjadi penguatnya untuk sementara ini.

"Terima kasih rubah kecil," ucap Ara lirih sebelum akhirnya terlelap.

***

Hari baru, tetapi tidak dengan semangat baru. Akhirnya Ara mengisi daya ponsel yang sejak kemarin mati dan membaca semua pesan mengerikan itu sejak dia terbangun subuh tadi. Ara sampai berdecak tak percaya, bagaimana berita mengenai dirinya itu semakin meliar dengan opini-opini menyudutkan yang bahkan tak berdasar. Ara tak tau siapa dalang di balik foto-foto yang tersebar itu. Memang bukan foto syur, tetapi bahkan terdapat foto di mana Ara dan Yoongi menuntun Bora di depan kantor polisi yang bagian belakangnya sudah diedit.

Gila, apa dia mempunyai seorang stalker sekarang? Itu 'kan pertemuan pertama dirinya dan Yoongi, bagaimana mungkin sampai ada yang memotret mereka? Kenapa niat sekali? Ara kembali memperhatikan foto tersebut. Memang, wajah Yoongi dan Bora di dalam foto-foto tersebut tampak samar dan hanya memperlihatkan Ara yang begitu jelas, tetapi hal tersebut benar-benar merugikan Ara, dan pembahasan mengenai kasus Oh Seoran pun kembali menyeruak.

Mungkin Lim Ara akan menjadi the next Oh Seoran

Oh, pelacur Oh yang terkenal itu ya? Yang mencoreng nama sekolah kita?

Cantik tapi murahan! Kita lihat saja, mungkin sebentar lagi dia akan dikeluarkan dari sekolah.

Ara akhirnya memutuskan keluar dari grup chat tersebut, tak tahan untuk men-scroll sampai bawah tentang apa yang mereka katakan mengenai dirinya. Walau beberapa kali dia melihat Jisung membelanya dengan berkomentar baik, tetapi apa yang dia tulis segera tenggelam dengan komentar-komentar busuk yang lain.
Sudahlah, tak perlu pedulikan mereka.

Ara menggendong tas ranselnya, keluar kamar, berniat langsung menuju pintu depan. Langkahnya terhenti, saat didapatinya Jimin yang sudah sama rapinya duduk di meja makan. Tidak ada eomma, Ara berpikir barang kali wanita itu pulang larut lagi, dan dia pun tidak mau repot-repot bertanya.

"Sarapan dulu, Oppa sudah buatkan kau sandwich." Intonasi dan tatapan Jimin sudah seperti sedia kala, lembut dan teduh.

Sebenarnya Ara ingin menolak, tetapi ia sedang malas untuk berdebat dan memilih mengangguk patuh tanpa sedikit pun berbicara. Gadis itu bahkan tidak menanyakan perihal sang kakak yang sudah terlihat sangat tampan pagi-pagi begini, Ara berasumsi mungkin sang kakak sudah diterima kerja di salah satu perusahaan yang dilamarnya tempo hari.

Ara beranjak ke dapur, menyahut tempat makan kecil di dalam lemari, lantas memindahkan sandwich yang dibuat Jimin.

"Kau tak mau makan?" tanyanya ketika melihat Ara malah memindahkan sandwich buatannya ke dalam kotak makanan.

"Aku kenyang, mungkin untuk nanti saja, aku pergi Oppa." Tanpa menunggu sang kakak menimpali, Ara sudah lebih dulu melangkahkan tungkainya lebih cepat.

"Ra-ya! Tunggu!"

Terlambat karena Ara sudah berjalan dengan cepat tanpa memedulikan panggilan Jimin. Ia kembali harus mati-matian menahan air matanya, berada dalam satu ruangan dengan Jimin entah kenapa bisa terasa sesesak ini.

Tak berapa lama dia sudah berada di depan gerbang dengan tulisan Donggu Highschool di atasnya. Berpikir tentang apa yang akan ia hadapi hari ini, mengingat betapa buruknya gosip itu bergulir. Ia menghela napas mencoba menguatkan diri, biarkan saja, toh aku tidak melakukan kesalahan. Begitu pikirnya.

Namun, Ara harus menguatkan diri ketika Park ssaem menepuk pundaknya dan berkata, "Ikut aku ke ruang guru."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro