Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

114

Dear Readernim, kita berdoa buat Palestina yuk, yang punya uang lebih juga jangan lupa donasi ya ke lembaga-lembaga terpercaya buat menyalurkan bantuan ke sana. Kemarin yang donasi Army semoga pada ikut ya. Ga tau lagi aku ini, ikut nyesek banget setiap kali liat beritanya.

.

.

Vote dan komen buat yang ikhlas dan ridho aja

.

.

Hari masih begitu pagi, matahari di desa Kitashiobara belum menampakkan diri. Sejauh arah pandang Ara, puncak Gunung Bandai pun masih terlihat diselimuti kabut. Udara begitu dingin, tetapi terasa damai bagi Ara yang kini duduk di sisi danau Inawashiro, tempat favoritnya ketika sedang dilanda sedih atau terlalu banyak beban pikiran, seperti saat ini.

Berulang kali gadis itu mengembuskan napas panjang, menghasilkan uap yang ikut tertiup bersama dinginnya udara pagi hari. Ia sudah berusaha keras untuk tak lagi terjerat pada pria bernama Min Yoongi itu, berulang kali ia mendikte pikirannya sendiri bahwa semua telah berakhir dan kebersamaan ini hanyalah demi kesembuhan rubah kecil kesayangannya, tetapi sampai kapan? 

Tengah asyik melamunkan banyak hal, suara Dokter Yoshinori terdengar dari arah belakang yang membuat fokus Ara teralih. Sang gadis menoleh, lalu tersenyum melihat pria muda yang berdiri dengan setelan olahraganya itu. Ia tahu kebiasaan dokter tampan yang sangat menyukai lari di hari yang masih sangat pagi seperti saat ini.

"Dokter mau lari pagi, ya?"

"Iya, tetapi acara lariku teralihkan oleh gadis cantik yang duduk sendiri di sini," ucapnya gombal, lalu mendaratkan bokongnya di atas rerumputan tepat di samping Ara. Ia pribadi yang hangat, tak suka jika duduk terlalu jauh dengan pasiennya, "duduk melamun di sini sepagi ini, apa ada masalah?" 

"Dokter selalu mengerti." Ara tersenyum tipis, meletakkan kedua tangannya di atas paha, menatap dokter tampan itu sekilas sebelum mengalihkan pandangannya kembali ke arah danau.

"Aku tahu setiap kebiasaan pasienku dengan baik, dan Ayeong-Chan sangat suka duduk sendirian di sini jika sedang sedih atau memikirkan sesuatu. Jadi sekarang ... sedang sedih atau ada yang dipikirkan?"

Ara tak langsung menjawab pertanyaan pria itu, lebih dulu menghela napas panjang berulang kali, menatap jauh pada air danau yang tenang, dan sang dokter muda akan sangat sabar menunggu sampai pasiennya itu mau bicara atas kemauannya sendiri.

"Dokter, bagaimana perkembangan Bora?" tanya Ara pada akhirnya.

"Seperti yang kau lihat, dia semakin baik setiap harinya. Dan kentara sekali jika perubahan sikapnya dulu itu adalah manifestasi dari kekecewaan yang dia dapatkan selama ini, beruntung kau segera membawanya kemari."

"Itu semua salahku, Dokter," sesal Ara.

"Hey, ada apa dengan wajah cantikmu yang cemberut itu. Bukankah sudah kubilang kalau semua itu bukan kesalahanmu semata? Kau sedang berjuang untuk dirimu sendiri kala itu dan di sana ada banyak orang dewasa yang seharusnya memperhatikan Bora. Jangan pernah menganggap semua itu kesalahanmu, oke?"

Ara mengangguk sebelum kembali berkata, "Akan aku lakukan apa pun demi kesembuhan Bora. Aku sangat menyayangi anak itu dan aku ingin membuatnya bahagia."

"Dan saat ini, kau tidak perlu mengorbankan diri untuk kebahagian orang lain. Kau berhak juga menggapai bahagiamu sendiri." 

"Aku tak tahu di mana letak kebahagiaanku sekarang, Dokter. Rubah nakal itu juga tampak kesakitan setiap kali Nenek Kana mengobatinya namun tetap memperlihatkan  senyumnya padaku dengan cara teramat menyedihkan. Entah kenapa ... hal itu terasa menyakitkan untukku." Ara kini tak lagi menyembunyikan tangisnya. "Sudah dua minggu kami berada di sini, betapa aku melihat bagaimana mantan suamiku itu hidup dalam penyesalannya. Mungkin bisa dikatakan berlebihan, tetapi setiap malam, tidurnya selalu tidak nyenyak dan beberapa kali aku melihatnya menangis, membisikkan permohonan maafnya padaku saat tertidur. Aku ... sepertinya kembali terjerat pada rubah besar nakal itu."

"Ah begitu, kenapa terdengar sangat buruk juga bagiku. Lalu apa yang kau rasakan?"

Ara kembali mengembuskan napas panjang sebelum menjawab, "Sekarang aku tidak bisa lagi menatap rubah besar nakal itu sebagai orang yang telah menyakitiku. Dia dan mantan istrinya tidak sengaja saat melakukan hal itu. Aku terus memikirkan ini, bahwa semua telah berakhir, dan aku juga sudah memaafkan semua orang termasuk diriku sendiri. Yuna Eonnie juga berulang kali meminta maaf padaku, dan Min Yoongi ... pria itu curang sekali, Dokter. Dia membuatku memaafkan semua perbuatannya dengan menunjukkan banyak penyesalan. Rubah besar itu dulu sangat egois dan tak pernah mau mengalah. Dia sangat keras kepala, tetapi sekarang ...."

Ara tak bisa melanjutkan keluh kesahnya, yang bisa dia lakukan hanya menghela napas berulang kali karena dadanya terasa sesak.

"Butuh sebuah pelukan?" tawar dokter Yoshinori dan Ara tak menunggu kesempatan kedua. Karena begitu dokter muda itu membuka kedua tangannya, ia langsung masuk ke dalam pelukan hangat pria muda itu.

Bagi Ara atau pasien lainnya, pelukan yang dilakukan Dokter Yoshinori adalah bagian dari proses penyembuhan mereka. Karena seperti sihir, setelah pelukan itu terlepas, hati mereka akan merasa jauh lebih lega dan tenang.

Setelah beberapa saat, Ara membiarkan dokter Yoshinori melepaskan pelukan itu, tersenyum lembut setelah mengusak rambutnya.

"Kau masih mencintainya?"

"Aku tidak tau apakah ini rasa cinta atau hanya rasa kasihan saja. Jika sikapnya terus seperti ini, aku rasa dia membutuhkan pertolonganmu juga."

Dokter Yoshinori tertawa. "Kurasa tidak, karena setiap kali dia menatapku, tengkukku langsung saja merinding, kau tahu seperti dia itu ingin memakanku hidup-hidup." 

Mendengar penuturan dokter tampan itu Ara tertawa. "Kenapa seperti itu?"

"Dia itu cemburu Ayeong-Chan. Sekarang coba tatap aku," pinta Dokter Yoshinori, sedikit mencondongkan tubuhnya, hingga tatapan mereka beradu, "semua jawabannya ada di sini." Tunjuknya pada jantung Ara, "jika ternyata jawabannya kau masih mencintai pria itu, maka apa yang membuatmu tertahan, Ayeong-Chan?" tanya dokter Yoshinori lembut.

"Kakakku," jawab Ara menuduk, "dia pasti kecewa jika aku kembali pada rubah besar nakal itu."

Pria itu tersenyum, lantas menyelipkan anak rambut ke telinga Ara. "Itu karena dia sangat menyayangimu, Ayeong-Chan."

"Aku tahu."

Dokter  Yoshinori masih memakku tatapnya pada gadis itu. "Ayeong-Chan, jika kau ingin kembali pada rubah besar nakal itu, jangan menentang ucapan kakakmu, tetapi tunjukkan secara perlahan bahwa kau memberikan kesempatan kedua karena letak bahagiamu masih pada orang yang sama."

"Tapi kakakku pasti akan kecewa."

"Tapi kau akan bahagia bukan? Kau berhak bahagia. Mungkin di awal akan terasa sangat menakutkan mengulangi kisah yang sama, tetapi memangnya kenapa jika harus melangkah di jalan yang pernah membuatmu terjatuh? Kau hanya perlu berhati-hati bukan?"

"Tapi bagaimana jika aku terjatuh lagi, Dokter?"

"Aku masih di sini, Ayeong-Chan. Kau boleh kembali ke sini jika merasa sakit, tetapi aku sangat berharap, jika kau kembali bukan karena tengah merasakan sakit yang sama, tetapi untuk memamerkan bahagiamu pada kami di sini."

Perlahan Ara mengerti, menurunkan pandangan lalu tersenyum manis. Hyunjin sudah memberikan lampu hijau, tinggal Jimin. Ia yakin kakaknya itu meskipun nanti akan marah, tetapi tak pernah bisa menolak keinginannya. Gadis itu hanya perlu berusaha lebih untuk meyakinkan sang kakak, sedikit bujuk rayu dan tangisan menyedihkan barang kali.

Ara merasa lega, sementara tak ada yang menyadari ketika keduanya larut dalam percakapan dari hati ke hati yang terbilang cukup intens tersebut. Tak jauh dari sana, tepatnya di teras depan rumah, Yoongi tengah menatap mereka penuh luka. 

Tadi, ia terbangun karena mendapati futon Ara telah kosong, dan tidak mendapati gadis itu di manapun, lantas segera bergegas keluar rumah. Yoongi mendapati Ara tengah duduk sendirian di samping danau, berniat akan menghampiri ketika dokter Yoshinori lebih dulu sampai di dekat sang gadis. Jarak antara rumah dan danau tak terlalu jauh, tetapi ia tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi dari gesture yang terlihat, bukankah semuanya sudah jelas?

Menurut penilaian Yoongi, Ara bangun sepagi itu karena sudah ada janji untuk bertemu Dokter Yoshinori di danau. Mungkin mereka tak bisa berdekatan secara terang-terangan karena menjaga kondisi hati Bora, dan semakin merasa benar ketika ia harus melihat keduanya berpelukan, terlihat sangat dekat bagaimana gadisnya itu tersenyum ketika kepalanya diusap. Ah, sial sekali pertunjukan romantis itu malah membuat hatinya berdenyut sakit.

Yoongi cemburu, tetapi tak bisa melakukan apa pun jika itu memang kebahagiaan Ara. Ia memejamkan mata, membiarkan setetes air mata jatuh membasahi pipi. Tanpa mengesat tangisnya, ia melangkah masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamar dan membuka kopernya, mencari map yang ia simpan di sana.

Itu surat perceraian yang diajukan Ara dulu, sudah ada tanda tangan dengan nama Lim Ara di bawahnya sementara Yoongi membiarkan bagiannya kosong. Ya, ia tak pernah menandatangani surat perceraian itu, lalu kini ....

Haruskah aku menandatangani surat perceraian ini, Queen?

======


Jangan percaya kalo aku bilang satu part lagi wkwkwk   



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro