Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

111


===HAPPY READING===

Sebenarnya Bora tidak begitu mengerti apa yang terjadi padanya beberapa hari lalu. Sejauh ingatan sang gadis, dulu dia hanya bermaksud mendatangi Lee An, berkeluh kesah seperti biasa. Sayangnya saat itu hujan begitu deras dan gubuk tempat mereka berkumpul tampak terkunci.

Bora memilih menunggu di sana karena memang tidak ada tempat berteduh. Tubuhnya basah kuyup, menggigil hebat bersamaan dengan rasa lapar karena belum makan sejak pagi, lebih tepatnya dia sengaja melewatkannya. Toh saat itu tidak ada yang peduli dengannya bukan?

Lee An akhirnya datang, berlari cepat menuju ke arahnya dengan senyuman lebar, sebelum Bora berakhir terbangun di rumah sakit dan disuguhkan wajah Ara yang begitu khawatir.

Ah, Ara, sang ibu kesayangan yang memilih meninggalkan dirinya dulu. Bora bingung harus bereaksi seperti apa? Apakah harus gembira karena akhirnya Ara datang atau marah karena selama ini dia meninggalkannya? Dia terlalu takut kecewa untuk kesekian kalinya. Maka penolakanlah yang ia luapkan pada wanita yang sangat ia rindukan itu bersama beberapa pukulan yang jelas Bora sesali kemudian.

Namun, walaupun penolakan dan umpatan kasar yang ia layangkan pada Ara, nyatanya gadisitu tetap di sana, tetap memperlihatkan kasih sayangnya pada Bora dan hal itu jelas menumbuhkan setitik harapan bahwa Ara Eomma-nya benar-benar akan kembali.

Ya, pada akhirnya Ara menepati janji kali ini. Dia tetap di sana, selalu menyapa Bora di pagi hari dengan sarapan lezat yang sudah tersaji, begitupun sang ayah yang tampak ceria walau cara berjalannya masih belum normal. Menurut cerita yang Bora dengar, Yoongi menggendong tubuhnya saat menemukan ia tak sadarkan diri di tempat Lee An, dan hal tersebut jelas membuat Bora semakin merasa bersalah.

Pagi ini, Bora kembali terlonjak saat dirinya terbangun dari sebuah mimpi buruk. Waktu masih menunjukkan pukul empat pagi. Keringat memenuhi keningnya bersama deru napas kasar yang terdengar. Mimpi tentang Ara yang kembali pergi tetap saja selalu menjadi ketakutan terbesarnya.

Walau Ara sudah berjanji akan selalu ada dan tidak akan pergi lagi, seakan alarm dalam diri Bora selalu bereaksi berlebihan ketika hari baru tiba, gadis itu selalu terbangun dalam tidurnya dan otomatis mengecek keberadaan Ara di kamar sang ayah.

Hari pertama dia mengecek keberadaan Ara di sana, setelah beberapa kali mengetuk dan tidak ada jawaban dari dalam, Bora dengan sangat hati-hati membuka pintu kamar sang ayah dan mendapati kedua orang tuanya tidur terpisah. Dia berpikir barang kali ayahnya tadi sempat terbangun dan kembali tertidur di sofa. Namun, hari-hari berikutnya apa yang dia dapati jelas menimbulkan pemahaman baru.

Ara memang di sana bersama mereka, tetapi tidak kembali bersama sang ayah. Bora tidak bodoh, beberapa kali dia mendapati Yuna dan Jimin memperdebatkan tentang sebuah kesalahan yang dilakukan Yoongi pada Ara. Jadi, apakah Bora telah begitu merepotkan Ara kali ini? Sehingga ibu sambungnya itu harus berpura-pura kembali pada sang ayah walau kesalahannya terlalu besar untuk dimaafkan?

Mau tidak mau, air mata kini mengalir kembali di pipi Bora. Dia menginginkan Ara kembali tetapi sangat merasa bersalah jika Ara Eomma-nya harus berpura-pura agar dia bahagia dan mengorbankan diri.

Cukup lama Bora merenung hingga mencapai titik di mana dia harus menanyakan sesuatu pagi ini. Setidaknya, dia harus mengonfirmasi satu dua hal pada kedua orang dewasa itu.

Pukul enam pagi, Bora tidak mendapati aktivitas di dapur, barang kali sang ibu bangun kesiangan, mengingat tidurnya tampak begitu pulas saat Bora melihatnya tadi. Jadi, sebagai kejutan dia berniat untuk membuatkan sarapan untuk kedua orang tuanya.

Tidak berapa lama, bubur gandum dan susu almond beserta smoothies yang dihias buah stoberi di atasnya sudah tersaji di meja, bersamaan dengan pekikan Ara yang tampak kaget karena Bora sudah sibuk di dapur.

"Pagi Eomma!" sapa gadis itu ceria.

"Sayang! Kok sudah bangun. Astaga maaf Eomma kesiangan," ucap Ara seraya menilik jam di dinding dapur yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit.

"Tidak apa-apa, aku kebetulan bangun lebih awal dan ingin membuatkan Eomma dan Appa sarapan. Terima kasih karena sudah menjagaku beberapa hari ini dan maaf karena aku sudah sangat merepotkan semua orang, terutama Eomma yang sudah jauh-jauh datang menemuiku," ucap Bora lirih seraya membungkuk sebagai permohonan maaf.

Ara tersenyum lembut, membalas bungkukkan Bora dengan pelukan hangat. "Itu sudah tugas kami sebagai orang tuamu. Maaf karena Eomma pergi meninggalkanmu dulu, Sayang. Eomma sangat menyesal."

"Umm ...." Bora menggeleng, "Eomma ... maafkan atas sikap dan perlakuan kasarku kemarin. Apa itu masih sakit?" tanya Bora pada punggung Ara yang dia pukul dengan segenap hati kemarin dulu.

"Tidak, Eomma justru senang karena kau berhasil meluapkan emosimu, Sayang. Eomma baik-baik saja."

"Maafkan aku Eomma--"

"Waahhh ... Appa ketinggalan apa ini pagi-pagi? Kok ada yang berpelukan?" tanya Yoongi memotong ucapan Bora. Ia berdiri diambang pintu dengan rambut mencuat khas bangun tidur, senyumya merekah karena disuguhi pemandangan menghangatkan hati itu.

Ara dan Bora mengalihkan pandangan pada si penanya. "Ahjussi, lihatlah Bora sudah pintar membuat sarapan."

Oh tunggu, bukankah Ara sangat professional? Dia akan memanggil Ahjussi pada Yoongi saat ada Bora bersama mereka dan setiap kali hal itu terjadi, maka hati Yoongi akan melonjak kegirangan.

"Wah benarkah?" ucap Yoongi takjub lantas mengapresiasinya dengan ikut memeluk Bora, "terima kasih sayangnya Appa."

Setelah beberapa menit penuh pujian, akhirnya Bora mempersilakan kedua orang tuanya duduk bersisian dengan dia menempatkan diri di depan mereka. Tatapannya serius sembari memperhatikan kedua orang dewasa itu melahap makanan yang ia buat sampai habis.

"Eomma ... Appa ... aku minta maaf atas sikap kasarku pada kalian, aku sungguh menyesal dan berjanji tidak akan melakukannya lagi." Bora berdiri dan kembali membungkuk sembilan puluh derajat dengan wajah penuh sesal.

Ara yang melihat sang anak membungkuk untuk kedua kalinya tentu saja tidak tinggal diam. "Hey, kau sudah meminta maaf bukan."

"Bora sayang, semua yang terjadi itu semua karena kesalahan kami juga sebagai orang tua, maafkan kami," timpal Yoongi.

"Tapi ... bolehkah aku menanyakan sesuatu?" ucap Bora serius yang langsung Ara jawab dengan penuh antisipasi.

"Apakah itu?"

"Apakah Eomma benar-benar akan tinggal selamanya bersama aku dan Appa?"

"Mn?!" respons Ara dalam kerjapan dan langsung melirik Yoongi yang balas memandangnya.

"Aku tau kalau Eomma datang kemari hanya karena aku. Aku tau kalau kalian tidak lagi bersama, aku tau bahwa kalian di sini tengah bersandiwara agar aku bahagia, tetapi ... pada akhirnya aku tetap merepotkan semua orang, kan? Aku tetap anak nakal yang nantinya Eomma tinggalkan, kan?"

Mendengar penuturan seperti itu hati Ara jelas mencelus, wanita itu menatap Yoongi meminta pertolongan akan situasi ini karena lidahnya seolah kelu untuk menimpali.

"Sayang, kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?" tanya Yoongi terlihat tenang, jelas tengah mencoba memahami situasi.

Bora mengigit bibir bawahnya sedikit ragu. "Aku ... melihat kalian tidur terpisah," jawab Bora cepat dengan tatapan tajam pada Ara dan Yoongi bergantian seolah mencari pembenaran akan kesimpulannya.

Seakan sirkuit otaknya macet, Ara benar-benar kehilangan kata-katanya, terlalu takut salah bicara dan kembali melukai hati gadis kecil itu lagi.

Namun setelahnya, barang kali, Ara benar-benar harus kagum akan otak Yoongi yang selalu pintar dalam membaca situasi, karena saat mendengar ucapan sang anak, dia malah meresponsnya dengan leadakan tawa alih-alih gelagapan seperti yang diperlihatkan Ara.

"Astaga Sayang, kenapa pikiranmu bisa sampai sejauh itu? Kapan kau melihat kami tidur terpisah, bukankah ranjang yang ada di kamar Appa sangat besar?"

Ara mengangguk setuju dengan wajah yang sayangnnya tidak bisa bersandiwara dengan apik.

"Aku ... melihat kalian setiap pagi sekali karena aku selalu saja bermimpi buruk tentang Eomma yang pergi lagi meninggalkan aku. Aku melihatmu tidur di sofa, Appa. Apa itu tidak cukup membuktikan bahwa kalian memang bersandiwara di depanku?"

Kali ini Yoongi menghela napas panjang, sebelum akhirnya kembali mendengkuskan tawa. "Oh begitu rupanya. Baiklah akan Appa ceritakan," jawab Yoongi sembari memperbaiki posisi duduknya, menatap Bora serius, "semua gara-gara kaki pincang ini, kaki Appa masih sering terasa sakit dan itu mengakibatkan Appa sering terbangun di malam hari, dan saat rasa tak nyaman itu terasa, Appa selalu pindah ke sofa agar kaki ini bisa di sandarkan pada lengan sofa dan setelahnya Appa bisa tidur lagi dengan nyenyak. Apa penjelasan itu cukup?"

Namun, bukan anggukan puas yang Yoongi dapat dari Bora, melainkan pekikan dan raut khawatir yang begitu kentara.

"Apakah kaki Appa sakit lagi gara-gara aku? Kudengar Appa sampai melepaskan tongkat untuk menggendongku? Maafkan aku Appa."

"Ahjussi, kenapa tidak bilang padaku kalau kakimu sering sakit." Ara ikut menimpali dengan sama khawatirnya, "ini semua gara-gara aku yang marah saat itu."

"Tidak-tidak, bukan seperti itu maksudnya, Sayang-sayangku. Appa hanya menjelaskan tentang kenapa setiap kali kau ke kamar dan selalu mendapati Appa dan Eomma tidur terpisah, mengerti?" 

Bora menunduk, perasaan khawatirnya kini bercampur dengan perasaan lega, walau masih ada sedikit ganjalan.

"Dan aku tidak apa-apa Queen, prioritasku adalah kalian saat ini," imbuhnya pada Ara, menenangkan.

Melihat Bora yang masih terlihat sangsi. Ara kemudian bertanya, "Apa kau perlu bukti?"

Tanpa basa-basi Ara menggerakkan kepalanya menghadap Yoongi dan memberikan kecupan di bibir pria itu.

"Lihatkan? Eomma memang mencintai Appa," ucap Ara dengan wajah memerah menahan malu. Sementara Yoongi dan Bora tampak bergeming menatapnya.

"Eomma--" 

"Queen ...," ucap Yoongi mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. 

"Itu bukti, kan?" ucap Ara mengedik seolah tak acuh sementara jantungnya berdetak kencang atas tindakan bodohnya itu. 

"Bora Sayang, biar appa perjelas."

Tak ingin kehilangan momen sesaat setelah Yoongi tersadar. Kini giliran pria itu yang mendaratkan bibirnya di bibir Ara, begitu lembut yang langsung direspons wanita itu dengan pejaman mata. Yoongi tau risikonya, barang kali dia akan ditampar saat mereka berdua nanti dan dia akan memohon ampun untuk kesekian kali atau memberikan kompensasi besar atas apa yang dia lakukan.

Namun, pria itu tak peduli, selama bibir manis itu merespons ciumannya, selama dia masih bisa merasakan detak jantung wanita itu begitu berisik saat ini. Barang kali masih ada kesempatan untuknya setelah ini.

Kedua orang dewasa itu benar-benar terbuai dalam permainan mereka dan tak menyadari Bora yang telah berlalu meninggalkan ruangan dengan senyuman lebar.

Ada beberapa hal yang bisa Bora konfirmasi. Sepertinya mereka memang bersandiwara, tetapi dapat aku pastikan bahwa Eomma masih mencintai Appa, dan begitupun sebaliknya. Ah, bukankah Appa dan Eomma akan membawaku ke Jepang? Ya, benar. Tugasku adalah membuat Eomma benar-benar kembali.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro