Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

Yuk kasih dukungan dengan komen yang banyak biar aku semangat update
*
*
*

)❥❥❥ 𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰 ❥❥❥(

*
*
*

"Oppa, kenapa appa memukul eomma?"

"Sst ... sini Oppa peluk, jangan dilihat dan jangan didengar ya. Sekarang kita bermain di kamar Oppa saja, ok?"

***

"Oppa, Ara tidak bisa tidur. Eomma dan appa kapan berhenti bertengkar? Ara mau tidur dengan eomma."

"Oppa baru meminjam buku cerita, Ara di sini saja ya, malam ini tidur dengan Oppa dulu, ok."

***

"Oppa, Ara besok ada pertunjukkan teater di sekolah, tebak Ara jadi apa"

"Wah benarkah? Jadi apa?"

"Princess dong, appa dan eomma harus datang, tapi ... mereka selalu tidak ada di rumah, lalu besok siapa yang akan menonton Ara?"

"Besok Oppa yang akan ke sekolah Ara dan melihat Ara jadi princess."

"Tapi Oppa 'kan sekolah."

"Tidak apa, Oppa besok izin tidak masuk sekolah untuk menonton Ara jadi princess. Main yang bagus ya, nanti pulangnya kita main ke taman, nanti Oppa belikan es krim

***

Ara terkekeh, bagaimana fragmen-fragmen kecil antara dirinya dan sang kakak selalu menghangatkan hatinya di kala sendu mendera.

"Oppa, Ara tadi ditanya oleh guru. Ara kalau sudah besar mau jadi apa?"

Seperti biasa sang kakak meresponsnya antusias. "lalu Ara jawab apa?"

"Jadi istri Jimin Oppa, tapi teman-temanku menertawakan." Gadis itu bersedekap kesal dengan bibir mengerucut sebal.

"Ara kalau sudah besar tidak boleh jadi istrinya Oppa."

"Lho? Kenapa? Oppa 'kan tampan."

"Oppa memang tampan, tapi oppa ini kan oppa-nya Ara. Jadi tidak boleh menikah, lain kali jangan berkata seperti itu lagi ya."

"Terus Ara harus jadi istrinya siapa dong? Memang ada yang setampan dan sebaik oppa?"

"Jadi istrinya pangeran dong, kan Ara princess."

"Tapi pangerannya Ara itu Oppa. Ara tak mau pangeran yang lain, titik!"

Ara ingat, saat itu sang kakak hanya tertawa gemas dan mengusak pucuk kepalanya lembut. Umurnya sepuluh tahun kala itu, pantas jika sang kakak hanya tertawa dan menganggap itu lelucon, tetapi bahkan setelah delapan tahun berlalu, pangeran Lim Ara tetaplah Lim Jimin dan itu tidak pernah tergantikan oleh siapa pun.

Lim Ara menarik napas panjang, sebelum melirik penanda waktu di atas nakas, jarum pendeknya menujuk ke angka sebelas.

Gadis itu duduk di atas kursi belajar, membolak-balikan beberapa lembar foto yang dia cetak setiap kali sang kakak mengirimkannya. Sudut bibir gadis itu terangkat, membuat lengkung indah tiap kali menatap rupa sang kakak meski hanya lewat kertas.

Jimin Oppa, Ara rindu sekali.

Tak berapa lama gadis itu bangkit, lantas mengeratkan hoodie yang dia pakai. Malam ini tampak tak seperti malam-malam kemarin, suhu rendah yang beberapa hari ini berada di angka lima terasa semakin dingin saja. Berkali-kali gadis itu menengok ke arah jendela, berharap butiran-butiran putih dari langit segera memutihkan daratan.

Salju pertama, mungkin hal paling cheesy yang dipercaya gadis-gadis seusianya, tetapi bagi Ara salju pertama itu berarti romantis dan Jimin.

Oppa bilang ia akan pulang saat salju pertama turun. Katakanlah itu benar-benar omong kosong, Ara tahu dengan pasti biaya hidup di tempat sang kakak itu mahal dan dia harus menghabiskan waktunya untuk kuliah dan bekerja. Namun sekali lagi, walau itu benar-benar cheesy dan otak delapan belas tahunnya sudah mengakui hal tersebut, tetap saja, Ara bersikukuh ingin memegang janji itu.

Tak apa berkali-kali kecewa, asal itu tentang Jimin, Ara akan menelan kecewa sebanyak apa pun, asal yang ia cintai kembali.

Tiga tahun yang lalu, ia ingat dengan jelas, bagaimana ia menangis meraung karena ditinggal sang kakak untuk kuliah di luar negeri, tepatnya di Amerika. Jimin mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di sana dan Ara yang sedari kecil selalu bergantung pria itu, mau tak mau harus memaksakan diri untuk mandiri di tengah dunia yang semakin gila.

Ia tak punya lagi orang untuk dipeluk dan berkeluh kesah, tak punya lagi kakak yang akan selalu ada dan menemaninya di hari-hari berat. Ara seolah mati rasa ditinggal Jimin.

Jangan tanyakan soal ibu karena Ara hanya bisa menatapnya pulang dan pergi bekerja, tapi untuk sekadar menanyakan harinya, gadis itu tak lagi berharap sang ibu untuk mau tahu. Biarlah, ia tak mau mengganggu atau merengek sesuai janjinya pada sang kakak.

Kini setelah penantian yang terasa begitu lama, akhirnya kabar bahagia itu datang. Sang ibu berkata bahwa Jimin akan pulang minggu depan dan hati Ara yang semula mati rasa, seolah berdetak kembali dengan irama kencang diikuti semu merah yang mulai merambati kedua pipi.

Pangerannya kembali dan princess akan bahagia setelah ini. Itu harus.
Namun, bisakah ia mengatakan pada Jimin bahwa perasaannya kini tumbuh terlalu liar? Bahwa perasaan senangnya, tak lagi seperti adik pada kakaknya. Bahwa debaran itu, akan menggila hanya dengan mendengar nama Jimin Oppa-nya?
Mampukah Ara menentang norma dunia untuk cintanya yang salah?

***

Yuk kencangkan votenya... Itu bintang di pojokan jangan dianggurin ya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro