4 | Bagian Empat
Sepanjang hari pertama di semester baru berlangsung, Karen hanya mengelilingi sekolah. Tidak berniat untuk kembali ke kelas atau ia akan kembali bertemu Fajar.
Tidak ada yang tidak ia sukai di sekolah ini kecuali keberadaan Fajar. Cowok itu dan segala hal yang ada pada dirinya, Karen membencinya. Ia sangat membenci fakta bahwa Fajar adalah saudara tirinya dan anak dari wanita yang secara tidak langsung telah membunuh ibunya diam-diam.
Memikirkan itu semua membuat Karen mendudukkan dirinya di kursi samping taman. Dirinya yang memang tidak memiliki banyak teman kecuali Adin, gadis yang pagi tadi bersamanya dan membuat moodnya berantakan hanya karena menyebut nama Fajar. Karen yang memang emosian dan suka marah-marah tidak jelas akhirnya dijauhi teman-temannya dan hanya gadis itu yang akhirnya bertahan.
Memikirkan ini semua Karen sepertinya akan gila. Mengingat bagaimana ia dulu dan sekarang semakin parah karena kehadiran dua orang yang tak pernah ia inginkan dalam hidupnya. Hidup Karen berantakan, jelas ia tahu. Bukan hanya saat ibunya tiada, sampai saat ini pun Karen paham hidupnya hanya semakin berantakan saja.
Lagian mengapa ayahnya tiba-tiba membawa Fajar juga ke rumah. Bukannya cowok itu memiliki ayah kandung dan ia bisa tinggal di sana saja. Berbeda dengan Karen yang sudah tidak memiliki siapa-siapa di sini. Kalau pun ada, Karen pasti tidak akan memilih untuk tidak bersama ayah. Sayangnya, Satu-satunya keluarga yang ia punya hanya ayah. Tidak ada lagi. Mengingat ayahnya anak tunggal dan kakek neneknya pun sudah tiada. Dan ibunya? Ibunya sudah tidak memiliki siapa-siapa karena sejak kecil tinggal di panti asuhan.
Sungguh menyedihkan sekali hidup Karen. Jika bisa memberontak pun, sudah ia lakukan sejak lama. Namun Karen masih sayang dengan segala kenikmatan yang ayahnya berikan. Jelas ia tidak ingin semua itu jatuh ke tangan Fajar jika ia memilih kabur.
Suara deritan kursi di sampingnya, membuat Karen terlonjak kaget. Dan ketika mengetahui siapa dalangnya, Karen berdecih. Sungguh sial sekali ia hari ini. Harus berhadapan dengan Fajar di mana-mana.
"Mau lo apa, sih, anjing! Nggak ada bosen-bosennya ganggu hidup gue apa?!" Karen emosi, jelas saja.
"Gue enggak pernah ada niatan ganggu hidup lo, gue cuma mau berteman. Salahkah?"
Karen bangkit dari duduknya. Cuma berteman katanya? Ia berdecih. Kemudian meludah ke samping kanannya. Membuat Fajar begitu terkejut.
"Lo pikir gue mau berteman sama anak pelakor kayak lo? Nggak sudi! Udah berapa kali gue bilang gue nggak pernah sudi deket-deket sama lo! Punya kuping nggak, sih?"
Karen hendak berlalu, namun mendengar kalimat yang Fajar ucapkan setelahnya, Karen sudah tidak bisa lagi menahan emosi. Ia terdiam dengan tangan yang semakin mengepal.
"Lo pikir gue mau jadi anak pelakor? Lo pikir gue mau hidup kayak gini? Nggak ada yang mau hidup kayak gini, Ren. Asal lo tau. Gue mati-matian deketin lo supaya rasa bersalah gue atas tindakan nyokap gue hilang. Cuma itu. Salahkah kalau gue berharap berteman dengan lo?"
Satu tinjuan tiba-tiba mendarat ke pipi Fajar. Satu tinjuan yang memperlihatkan semua emosi yang mengumpul dan tertahan dalam diri Karen. Fajar sendiri saat ini tengah mengusap bibirnya yang sobek lantaran pukulan yang cukup kasar dari Karen.
"Lo berpikir kayak gitu karena lo nggak ngerti apa yang gue rasain selama ini anjing! Lo nggak ngerti rasanya. Lo dan rasa bersalah lo nggak akan pernah berguna bagi hidup gue asal lo tahu itu." Karen pergi dengan napas menderu.
Dan Fajar masih terdiam dengan memegangi sudut bibirnya yang berdarah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro