Chapter 1
WHEN THE MIDNIGHT COMES
.
.
.
Knalpot melengking di larutnya malam ketika para sekelompok pemuda yang bercengkerama, ditemani beberapa pemudi dari segelintir yang ada di sana. Lampu sen menyinar di sekitar jalanan aspal hitam bertekstur kerikil. Erangan motor yang dipanaskan, bak lolongan serigala untuk mengindikasikan kepameran kekuatan mesin tersebut memang patut dibanggakan oleh kerumunan yang menonton.
Naas, detik krusial saat balapan akan dimulai, suara derungan motor lain dan teriakan tegas untuk tetap di tempat menggema.
"Berhenti, oi!"
"Semuanya jongkok di tempat! Jangan melawan atau saya pukul!"
Banyak yang terduduk jongkok dan ketakutan, dan dipaksa menunduk, bahkan yang melarikan diri dari sana ditangkap kembali dengan beberapa orang lagi yang lolos melarikan diri.
Kericuhan terjadi dan tak sedikit yang berada di motornya pun mulai mempercepat seketika, kabur dari sana ketika para polisi berseragam sampai, membuat beberapa motor yang diboncengi oleh aparat mengebut di jalanan malam gelap gulita ke jalan raya.
Pertarungan jalanan mulai terjadi, dengan erangan dan derungan motor bersama kecepatan yang meningkat. Tak ada yang mengalah.
Dua pemuda pengendara motor dilumpuhkan dengan peluru yang mengempeskan ban belakang motor, yang akhirnya diamankan polisi. Sayangnya, satu pemuda lagi telah kabur lebih dulu dan makin menjauh dari tempat kedua pemuda yangt tertangkap.
"Sial! Dia melarikan diri!"
"Kejar!"
Aparat lain menyusul dengan makin beringas, mengencangkan pegangan di kemudi mesin untuk mencoba menyusulnya. Pemuda tersebut makin menjauh dengan erangan knalpot yang semakin bising, pengejar mulai tak bisa menyusul akibat debu hitam yang melayang berbau oli. Bahkan bermanuver di kelokan, membuat yang mengejar jadi kewalahan.
"Sialan... Dia makin menjauh." ujar salah satu apparat yang dibonceng oleh anggota lain.
Seseorang dengan sepeda motor sejenis kumbang melaju menyamai mereka, tanpa membuka helm hitamnya yang bergaya sport.
"Biar saya saja."
"Oke-Eh?! Tunggu dulu!"
Tanpa peringatan, sepeda tersebut melaju hingga kecepatan paling tinggi yang dibisa, meninggalkan aparat yang berboncengan tadi.
"Ayo susul dia sekarang!"
"Tidak apa."
Sang pengujar hanya bingung, sementara si pengemudi menimpali, tersenyum tipis. "Kali ini pasti dapat, kalau dia ada."
Perkataan itu seperti pernyataan kalau pelaku akan didapatkan di genggaman.
Kembali dengan pemuda yang mengendarai motor modifikasi mesin tersebut, dia menghela nafas lega sambil melihat sesekali ke belakang. Aparat telah kehilangan jejaknya dan tak bisa disusul lagi dengan kecepatan motornya yang sekarang ini.
"Sialan... Untung saja aku mengebut terus. Tak ada gunanya sekarang, aku harus pergi."
Gumamannya terputus dikarenakan seseorang yang melaju menyusulnya dengan tajam, menukik tajam di belokan dan hampir mendekati motornya.
Sontak, pemuda kurus berambut hitam kusam tersebut langsung mulai kempat-kempit sembari mengegas motornya. Kecepatan mulai dimaksimalkan lagi, persetan dengan bahan bakar yang tinggal setengah. Yang penting ia harus lolos!
Pengejaran terus dilanjutkan, seiring dengan seseorang yang tak dikenal tersebut mengejarnya tanpa berhenti akhirnya pengendara liar tersebut berkelok ke dalam gang pemukiman padat penduduk. Tanpa ada pengereman, orang tersebut tetap mengejarnya terus menerus, bagaikan predator yang mengincar mangsa dnegan pantang menyerah.
Kelokan dan manuver dilakukan demi penghindaran dan penyusulan, tak ada yang tetap mau mengalah. Pemuda kurus tersebut mendecih dan semakin kesal, melirik pada orang tersebut yang bermanuver mengejarnya.
Boleh juga, tapi bagaimana dengan ini!
Sontak, pembalap liar tersebut berkelok ke gang sempit-yang pastinya ia tahu seluk-beluk semua gang di sini. Hal itu membuat orang tersebut memberhentikan motornya di depan gang sempit nan gelap tersebut.
Tak ada kata apa pun darinya selain memandang ke dalam dan sekitar sebeleum berhenti bergerak.
Sementara itu, si pembalap liar yang keluar dari gang sempit menuju jalan raya tersebut menyeringai puas.
"Dasar bodoh. Mana ada yang bisa tahu selain aku di rute tersembunyi itu." Cara ini ia gunakan untuk bersembunyi dari para aparat dengan cara seperti ini. Dan selalu berhasil di setiap saat.
Pemuda tersebut melambatkan motornya dan bergumam penuh kemenangan, sebelum melihat ada yang melayang menuju tengah jalan.
Sebuah motor kumbang yang dikendarai oleh orang tersebut sudah menyusulnya di jarak sekitaran 3 meter. Dan telah menemukan celah untuk mencegatnya dari gang sempit tersebut.
Pemuda tersebut terbelalak dan mulai kesal, mengegas lagi-mengira kalau orang itu pasti akan mengerem. Namun kenyataannya tidak, bahkan dirinya juga mengebut. Perhitungannya salah.
Ia kira cara ini selalu berhasil.
Tapi tidak untuk kali ini.
Karena memang takut pada dasarnya, pemuda kurus tersebut mengerem mendadak dan bersiap untuk menabrakkan diri. Motor kumbang bermanuver mengelilingi dan menjatuhkannya dari motor dengan tendangan kaki yang panjang.
Sang pemuda terjatuh dan berguling ke pinggir jalan, mengaduh kesakitan tapi untung tak terluka sedikit pun.
Saat ia ingin berdiri, kepalanya sudah ditodongkan pistol AK-47 hitam legam.
"Amatir sepertimu harusnya diam di rumah. Bocah nakal."
Suara mengintimidasi mendominasi dengan ucapan notasi berat, seakan menekan pemuda tersebut ke gravitasi bumi dan lemas terduduk.
Pembalap liar tersebut menyerah.
Para aparat datang dan mulai meringkusnya, membawa ke atas motor untuk dibawa ke kantor polisi agar dimintai keterangan dan peringatan.
Sementara dua polisi yang tadi berboncengan pun menghampirinya.
"Hei, Kageyama!"
Orang tersebut yang melepaskan helmnya, menoleh pada yang memanggil.
"Sawamura-san, Asahi-san."
"Seperti biasa, kau hebat! Aku tahu kau akan bisa diandalkan." Daichi tersenyum lebar menepuk punggung juniornya.
"Terima kasih. Saya hanya mencoba menangkapnya sebisa mungkin."
Asahi terkekeh. "Mari kita kembali. Aku dapat kabar kalau semua anak sudah digiring ke kantor."
"Baik."
Mereka menyelesaikan pengejaran dramatis malam tersebut, dengan hukuman dan peringatan dari para senior yang memimpin.
Berakhirlah salah satu malam dari sekian malam penuh adrenalin di dalam hidup polisi.
.
.
.
Pagi mulai terik. Kageyama hanya bisa bangun setelah alarm ponselnya berbunyi, mengingat kalau ia baru pulang setelah jam tiga pagi dari tugas tadi malam.
Kageyama perlahan bangun dan meregangkan badan, sebelum berdiri dan menuju kamar mandi untuk melakukan aktivitas bebersih badan dan bersiap kerja.
Makanan yang ia punya di kulkas hanyalah minuman protein, susu sapi, dan air putih. Sementara makanan hanyalah bento pre-heat yang hanya akan distok jika sudah habis dari supermarket terdekat.
Ponselnya berbunyi sembari tangannya menghangatkan bento di microwave.
"Kageyama disini."
[Kau dimana sekarang? Aku sudah di dekat kantor!]
"Sabar 'napa sih. Aku lagi sarapan." Kageyama mendecik saat teman seperkantorannya ini mengoceh.
[Kau lupa ya? Kita disuruh rapat jam setengah delapan lho! Lihat jamnya, Bakageyama!]
Jarinya mencoba melihat layer ponsel. Jam 7 lebih lima menit.
"Baiklah, aku akan menyusul. Jangan lupa bawa laporan soal kemarin lusa, bego!"
[Sudah kubawa di tas, kucek lima kali! Cepatlah datang!]
"Oke, dah."
Sambungan ponsel diputuskan, Kageyama menyimpan ponsel di saku lalu segera membuka penutup microwave untuk makan bento secepatnya.
Biasanya ia tak ada waktu untuk sarapan jadi setelah melahap sarapan, ia hanya mengemut kembali cairan protein yang disimpan sebelum bertugas lagi menuju kantor.
Kantor Kepolisian Miyagi terletak strategis di distrik pusat, laporan masuk hampir setiap hari jika memang sedang musimnya, dan sedikit sepi jika memang waktunya perdamaian singkat tiba.
Kageyama masuk sambil berjalan di koridor, menyapa beberapa senior dan juga anggota lainnya saat berpapasan. Ia membuang bungkus cairan protein ke dalam sampah dan masuk ke ruang kerja. Dirinya melihat beberapa orang yang ada di sana tengah bekerja.
"'Met pagi."
Yamaguchi Tadashi menyapa sambil menongolkan kepalanya dari komputer, dibalas singkat juga sepertinya.
"Mana si pendek? Tidak bersamamu, Raja Jalanan?" Tsukishima Kei mengetik di keyboard komputer tanpa menoleh ke arahnya saat bertanya begitu sarkastik.
Julukan itu datang karena kemampuan Kageyama yang terkenal di seantero kantor, dirinya bisa bermanuver mengejar pelaku menggunakan motor saja. Namun karena julukan itulah, kelemahannya membuatnya jatuh-yang dimana saat ini tak ada yang perlu tahu selain rekan kerjanya saja.
Tahan dirimu, Tobio. Sabar saja.
"Katanya sebentar lagi datang."
"Selamat pagi, Kageyama-kun. Malam kemarin lancar?" Hitoka Yachi menyapa saat tengah mengirim fax ke divisi lain di mesin.
"Iya." jawabnya padat, duduk di kursi kerja miliknya. Ia menyalakan computer untuk mengetik laporan tadi malam secara administrasi. Tak boleh bermalas-malasan untuk soal ini.
Pintu dibuka oleh seorang pemuda berambut oranye yang terengah cepat.
"Maaf aku telat!"
"Kau selalu begitu jadi tak usah minta maaf." Kageyama menimpali.
Hinata Shouyo memonyongkan mulutnya, protes. "'Kan yang penting aku sudah minta maaf! Nih! Dokumennya!"
Kageyama menerima map berisikan data yang kemarin lusa diminta. Pemuda berambut hitam tersebut menatap barisan kalimat keterangan yang telah terapikan sedemikian rupa.
"Tinggal soal pengadilan untuk tersangka, dan itu sudah ada hasil forensik dari Kiyoko-san." Hinata melanjutkan, duduk di kursi yang dimana meja mereka berdua memang bersebelahan.
"Baiklah, ayo kita pergi sekarang."
Mereka berdua mengisi absen di data komputer sebelum pergi kelaur menuju ruang rapat.
Saat sampai di depan pintu, ada seorang senior yang baru akan masuk ke dalam.
"Selamat pagi! Ayo cepat masuk."
Nishinoya Yuu menoleh sambil menyunggingkan senyum lebar.
"Pagi!"
Mereka bertiga masuk dan duduk di kursi masing-masing.
"Kalian sudah dapat datanya kan?"
Hinata mengangguk. "Bagaimana soal perampokan itu? Apakah pelakunya tertangkap?"
"Jangan khawatir. Kami sudah temukan sarang persembunyiannya." Nihinoya menjawab, menyender di kursinya.
"Senpai, dimana Sawamura-san?"
"Entahlah. Aku kira dia sudah disini."
Sontak pintu didobrak dengan kerasnya, mengagetkan ketiga polisi tersebut.
"Tanaka?! Kau kenapa seperti melihat setan saja!?" Pria yang lebih pendek dari mereka menuju sang sobat.
"Senpai, katakan ada apa?" Hinata menanti jawaban.
Tanaka Ryuu terengah penuh peluh dan mengagkat kepalanya, raut panik terhias di ekspresi wajah.
"Ketua... Daichi-san kecelakaan mobil!"
Saat itu juga, Kageyama tak bisa memikirkan apa pun selain melakukan yang selanjutnya-yakni menyusul ketua komandannya ke rumah sakit terkait bersama ketiga orang tersebut.
.
.
.
To be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro