Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 17 : MEMIKIRKANNYA

"Setiap waktunya, pikiranku tak hentinya memikirkanmu."

🌜🌜🌜🌜🌜

"

Gue mau ke kantin. Ikut gak?"

Pertanyaan Reksa meluncur saat dirinya sudah berbincang dengan kedua sahabatnya 1 jam yang lalu. Siang yang sangat panas, membuat Reksa merasa gerah. Rigel dan Oberon menggeleng sambil meminum minuman dingin yang sudah tak dingin yang tinggal setengah botol.

"Gue mau ke perpus." Rigel membuka suara. Rigel memang berminat untuk ikut menikmati dinginnya es kelapa atau minuman ber-es yang tersedia di kantin. Tapi tugas yang lupa ia kumpulkan membuatnya mengurungkan niat. Daripada kupingnya semakin panas mendapat omelan di hari yang cuacanya sangat terik seperti ini. Lebih baik, ia ke perpustakaan sebentar. Lalu ikut menikmati segelas minuman segar setelahnya.

Reksa mengangguk paham. Penglihatannya beralih pada Oberon yang menghitung jari-jari.

"Ikut ... enggak. Ikut ... enggak."

Walaupun hanya gumaman, tapi Rigel dan Reksa dapat mendengar dengan jelas apa yang dilakukan Oberon.

"Enggak,Yah," eluh Oberon yang mendapat jitakan dari Rigel. Dan dibalas pelototan oleh Oberon.

"Apa sih jitak-jitak?" tanya Oberon kesal. Pikirannya sedang bercabang. Sekarang, sahabat tengiknya itu malah ikut campur.

Emang dasar ya, perusak mood orang, batin Oberon sensi.

"Sudah-sudah. Jadi gimana, Yon?" tanya Reksa yang menghentikan pergelutan yang hampir terjadi. Reksa tidak mau menanggung malu atas perkelahian kedua sahabatnya yang selalu membuat keributan yang berujung dengan diblack list Ibu Kantin selama seminggu.

Yang berantem siapa, yang ikut kena imbas siapa. Memang sih dia harus selalu ada di saat sahabatnya sedih maupun senang. Tapi berada didaftar hitam Ibu Kantin membuat dirinya ikut kesusahan.

Sudah susah mengejar doi yang tak kunjung peka. Penderitaannya malah ditambah dengan tidak boleh melirik jajanan Ibu Kantin yang menggoda mata dan perut.

"Hm... gue kayaknya gak bisa ikut ke kantin," putus Oberon dengan yakin.

"Gue harus datengin Pak Syaiful Jamal buat ngumpulin tugas yang gue lupa kumpulin," lanjut Oberon lagi yang membuat duo R mengangguk mengerti.

"Yaudah. Gue ke kantin duluan ya. Nanti kalo mau nyusul. Gue ada di meja yang biasanya," ujar Reksa yang mendapat anggukan mantap dari Rigel dan Oberon. Kedua sahabatnya pamit untuk ke tempat yang akan mereka tuju. Setelah mata Reksa sudah memandang keberadaan Rigel dan Oberon cukup jauh.

Memalingkan tubuh, Reksa berjalan menuju kantin sambil bernyanyi pelan.

🌛🌛🌛🌛🌛

"Gue harus gimana?" tanya Reksa pada dirinya sendiri. Tangannya dengan lincah mengaduk jus jeruk keduanya setelah ia menghabiskan jus jeruk pertamanya yang ditemani semangkok bakso.

Reksa merogoh saku celananya dan mengambil ponsel yang bergetar. Ternyata ada pesan masuk dari operator.

Padahal Reksa berharap, Anta menanyakan tentang kabarnya siang ini. Reksa yang tak melhat keberadaan Anta di pohon beringin, harus dibuat kangen oleh gadis manis itu. Ternyata harapannya hanyalah sekedar harapan. Lagian mana mau Anta memulai mengirim pesan terlebih dulu padanya.

Reksa menyentuh layar ponselnya yang menampilkan sms kedua dari Sang Papa setelah ia selesai manggung dan tiduran dengan nyaman di kasur.

Kamu pulang sendiri. Atau Papa seret paksa kamu agar mau pulang ke Banjarmasin.

"Papa purun banar lawan Reksa. Kasih ongkos kek buat bulik. Kada tahu apa, ya. Duit Reksa tuh sadikit lagi."

Reksa mengomel pelan. Dari hatinya, ia tak ada niatan membalas pesan yang dikirimkan Sang Papa kemarin sore. Reksa yakin, ancaman itu cuma gertakan. Karena sampai sekarang, utusan Sang Papa belum terlihat batang hidungnya.

Walau Reksa yakin, Sang Papa mampu melakukan hal itu padanya. Dan Reksa memilih menanti kejadian itu. Lagian dengan pulang ke Banjarmasin, belum tentu membuat dompetnya tebal. Siapa tahu ia akan kabur lagi dari rumah dan membuat keuangannya semakin menipis.

🌜🌜🌜🌜🌜

Malam menyapa. Setelah selesai melaksanakan shalat magrib. Anta berkutat kembali dengan tugas yang belum selesai ia kerjakan karena banyaknya tugas yang melambai minta dijamah.

Pikirannya tak lagi fokus ketika chat dari Reksa kembali ia dapatkan setelah tadi berhenti karena mereka berdua harus melakukan kewajiban.

Tangannya dengan otomatis mengambil ponsel yang berada di samping pahanya yang sedang memangku laptop. Bibirnya tertarik ke atas ketika Reksa sedang menanyakan kegiatannya sekarang.

Anta tak tahu akan menanggapi kedekatannya dengan Reksa jika kedepannya Reksa meminta hubungan lebih. Yang terpenting sekarang, ia sudah tidak setakut dulu berada di dekat Reksa.

Matanya menerawang setelah chat berakhir karena Reksa izin makan. Anta merasa dan sangat merasa jika dirinya selalu memikirkan Reksa. Apakah cowok itu berbeda dari cowok yang Anta kenal?.

Jawaban pasti tak pernah ia dapatkan. Tapi pikirannya terlintas memikirkan hal baik jika cowok itu tak suka menyakiti hati para cewek.

Pikiran Anta buyar saat Tante Elara membuka pintu dan masuk dengan senyum yang terkembang.

"Lagi apa?"

Anta memeluk tantenya dari samping setelah Tante Elara duduk tepat di sebelahnya yang menengok ke arah laptop dengan senyuman hangatnya.

"Tugas, Tan."

Tante Elara mengangguk. "Gimana kuliah? Lancar?"

"Alhamdulillah lancar, Tan. Walau tugas banyak banget." Anta berujar tanpa melepaskan dekapan sayangnya.

"Terus, sama Reksa gimana?"

Pertanyaan Tante Elara yang menanyakan tentang Reksa membuat dekapan itu lepas. Anta menatap tantenya yang menatapnya sambil tersenyum menggoda.

Anta menggeleng. "Ya gitu,"

Tante Elara terkekeh mendengar jawaban dari ponakannya ini.

Percakapan keduanya terhenti ketika ada telepon masuk yang berasal dari ponsel Anta. Sebaris nomor yang tak dikenal membuat Anta mengernyitkan dahi bingung.

"Jawab aja, kali aja penting," ucap Tante Elara yang meyakinkan Anta. Anta menyingkirkan laptop dari pangkuannya dan menjawab panggilan masuk dari nomor yang tak dikenal itu.

"Hallo."

"Anta," panggil sebuah suara di seberang sana.

Beberapa tahun sudah Anta lewati, tapi untuk suara yang ia dengar dari seberang sana, Anta masih sangat ingat akan suara itu.

"Gerhana." panggil Anta lirih, ponselnya terjatuh begitu saja ke atas ranjang.

Tante Elara yang paham akan situasi ini. Memeluk Anta yang gemetar. Semua kenangan langsung menghantam Anta yang teringat sosok Gerhana yang sangat ia harapkan dulu. Tapi harapan itu langsung jatuh dengan kenyataan yang melukainya.

"Tante," panggil Anta pelan.

Tante Elara mengusap rambut panjang Anta dengan sayang. "Tenang,"

Sadar akan panggilan itu belum terputus, Anta melepaskan pelukan dan mengambil ponselnya yang masih menampilkan nomor Gerhana.

Tangannya sudah akan mematikan panggilan itu. Tapi tangan Tante Elara yang menahan membuatnya terhenti sebentar dan menatap tantenya dengan mata yang sedikit memerah. Hatinya seakan diremas saat suara itu kembali terdengar setelah sekian lama Anta berniat melupakan sosok cowok yang Anta kenal sangat jahat.

Tante Elara menggeleng dan menyuruh Anta tenang dan menghembuskan napas pelan-pelan.

"Jawab gih," ucap Tante Elara lembut. Anta menggeleng dan Tante Elara mengangguk pasti. Mengalah, Anta menempelkan kembali ponsel ke telinga walau dengan sangat terpaksa.

Tante Elara tersenyum ketika Anta terlibat obrolan serius dengan masa lalu yang sudah dengan baik dilupakan oleh ponakannya.

🌜🌜🌜🌜🌜

Purun : tega
Banar : banget
Lawan : sama
Bulik : pulang
Kada : enggak
Sadikit : sedikit

🌜🌜🌜🌜🌜

Thanks for read and voment 🙇

Binuang, Kalimantan Selatan.
Senin, 27 Agustus 2018
Salam rindu 💕
tasyaauliah_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro