BAB 10 : MUNGKIN, DIA BERBEDA.
"Bolehkah aku berharap? Bahwa ia berbeda daripada cowok diluaran sana yang hanya menyakiti perasaan rapuh ini?"
Antania Casilda
🌜🌜🌜🌜🌜
Pagi-pagi buta. Seorang gadis disibukkan dengan laptop di hadapannya.
Tangannya menari lincah saat matanya menghapal kata-kata yang terdapat di buku, samping laptopnya.
Dengan masih memakai baju tidur bergambarkan kartun kucing kesukaannya yang mempunyai kantong ajaib. Langkahnya menuntun untuk ke kamar mandi saat pendengarannya mendengar suara azan subuh berkumandang.
Setelah melaksanakan shalat subuh, ia kembali duduk di kursi belajar. Mengetikkan beberapa kata yang tertinggal.
Matanya terpejam saat ia harus menunggu hasil print tugas yang akan ia kumpulkan siang nanti.
"Anta. Sudah bangun?" tanya seorang wanita yang berada di luar kamar gadis yang bernama Anta. Antania Casilda, lengkapnya.
"Sudah, Tan," sahut Anta yang membuat Tantenya membuka pintu kamar Anta.
Langkah Sang Tante mendekat ke arah ranjang Anta dan duduk ditepinya.
"Tugas lagi?" tanya tante Anta yang dibalas anggukan oleh Anta.
"Sudah shalat subuh? Kalau sudah, sarapan dulu, yuk," ajak Sang Tante dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.
Anta mengangguk dan tersenyum tipis. "Sudah, Tan. Aku nunggu print-an selesai ya, Tan. Bentar lagi selesai, kok. Tante Elara duluan aja."
Tante Elara mengangguk dan berjalan meninggalkan Anta setelah mengusap lembut rambut Anta.
🌜🌜🌜🌜🌜
Sehabis sarapan, Anta berjalan menuju kamarnya. Merapikan tugas yang akan dijilid sebelum kuliah. Dan memasukkan beberapa buku mata kuliah siang nanti.
Tante Elara yang ikut ke kamar Anta setelah menaruh piring kotor, duduk di pinggir ranjang. Matanya sibuk memperhatikan Anta yang memasukkan keperluan untuk kuliahnya.
"Tante, Anta mau cerita boleh?" Anta bertanya setelah duduk menghadap Tantenya yang tersenyum menatap dirinya.
Tante Elara mengangguk. "Boleh. Apa sih yang gak buat ponakan Tante ini."
"Hm ... Gini," ada jeda saat Anta mengucapkannya. "Akhir-akhir ini, Anta dideketin sama cowok." Tante Elara diam. menunggu Anta untuk melanjutkan ceritanya.
"Nama dia Reksa, dia junior Anta di kampus. Sikap jail dan semua tentang dia, sudah buat Anta benci banget sama dia." Tante Elara menyimak dan memperhatikan Anta yang menceritakan sosok pria yang sudah sering ia dengar. Tapi kebanyakan dari mereka menjauh saat tahu Anta yang kerap menjauh karena rasa takut ponakannya masih membayang saat berdekatan dengan lelaki. Ada emosi saat Anta menceritakan tentang Reksa.
"Beberapa saat yang lalu, dia ngagetin Anta saat Anta ngelamun di koridor. Dan saat itu, Anta merasa sangat dipermalukan. Kemarin juga, dia berhasil kenalan sama Anta. Anta juga tahu, dia selalu melihat Anta dari kejauhan."
"Bukannya itu bagus? Artinya dia lagi berjuang. Dia deketin kamu secara perlahan. Agar kamu tidak terbebani dengan keberadaan dirinya. Kamu tahu? Tante rasa juga, dia sudah menunggu waktu yang tepat buat kenalan sama kamu," jelas Tante Elara yang mengusap lembut rambut panjang Anta.
"Jadi aku harus gimana, Tan?" tanya Anta yang raut wajahnya terlihat bingung yang kentara.
Tante Elara menatap mata Anta yang melihatnya. "Menurut kamu gimana? Tante 'kan selalu bilang. Gak salahnya kamu dekat dengan lelaki dan suka sama salah satu dari mereka. Kamu harus bisa bangkit. Dan jangan takut lagi dengan para lelaki yang selalu kamu hindari."
"Jadi Anta harus nerima Reksa yang mau mendekati Anta, gitu? Semisal dia sama kayak Ayah atau sama si 'Dia' gimana?" sorot khawatir mencuat keluar dari mata Anta. Dia tidak sanggup jika harus mengulang kejadian buruk yang sama.
Tante Elara menggenggam kedua tangan Anta. "Kamu mau sembuh 'kan? Maka dari itu kamu harus membuka hati. Gak papa kamu cuma bisa anggap dia teman. Asal, kamu bisa menghilangkan apa yang harus dihilangkan dari diri kamu."
Setelahnya, Tante dan ponakan itu saling memeluk dengan sayang.
🌜🌜🌜🌜🌜
Anta menghela napas lega. Kelas siang ini sungguh menguras tenaganya. Dengan langkah pelan, kakinya otomatis melangkah menuju pohon beringin, tempat favorit Anta sejak ia resmi menjadi mahasiswi di sini.
Pohon beringin ini tak seseram bayangan orang-orang. Batang pohon yang besar dan daun yang lebat membuat tempat ini cocok menjadi tempat bersantai, pikir Anta.
Duduk dengan memandang orang di sekitar, matanya tak sengaja menangkap sosok laki-laki yang melangkah pasti menuju ke arahnya. Ia masih sangat hapal, itu Reksa.
"Hai, Anta." cowok itu menyapa Anta yang hanya mampu ia jawab dengan anggukan seadanya.
Reksa duduk tepat di sebelahnya. Angin membelai keduanya yang membuat kenyamanan itu tercipta tersendiri.
Reksa mengajak Anta mengobrol yang hanya dibalas dengan jarang oleh Anta. Entah kenapa, otaknya saat ini membayangkan peristiwa lampau yang membuat tubuhnya berkeringat dingin.
"Jadi cewek kok bego banget, udah tahu kalau idola sekolah kita ini cuma manfaatin dia. Cantik juga gak seberapa, berharap banget jadi kekasih ketua osis."
"Sadar, Anta. Itu cuma masa lalu, lo." Anta bergumam berusaha meyakinkan dirinya walau ia merasa sangat mustahil.
"Kenapa, Ta?" Pertanyaan Reksa membuat Anta menjengit kaget.
"Hah! Oh gak papa kok," jawab Anta yang tersenyum canggung.
Gara-gara ingatan itu, Anta melupakan seseorang berada didekatnya. Ia membenci semua masa lalunya. Sangat sangat benci.
Ia tahu, seberapa besar masa lalu itu sudah merubahnya seperti ini. Ia sangat ingin seperti remaja normal lainnya. Yang menjalin kasih dengan senior maupun junior. Menjadi ceria tanpa harus merasa takut. Tapi ia hanya mampu berharap agar waktu bisa mengubahnya kembali.
Anta memandang Reksa yang berada di sebelahnya. Juniornya ini, banyak bicara. Lebih mendominasi saat bersamanya. Di lihat dari dekat, begitu sempurna Reksa. Senyum yang tak pernah lepas, mata yang menyorot binar bahagia. Dan hal lainnya.
Tapi mengapa Reksa mendekatinya? Padahal ada senior lain yang lebih menarik, malah lebih darinya. Keraguan mencuat saat pikirannya melayang pada seseorang yang telah mempermainkannya.
Awalnya mendekat, membiarkan perasaan itu terkembang. Setelahnya, ia ditinggalkan bagai sosok yang tak berguna.
"Mungkinkah kamu berbeda? Saat yang lain pergi, kau mendekat. Aku ingin mendekatkan diri. Tapi aku takut kalau tujuan awalmu mendekat hanya untuk menorehkan luka," ungkap Anta dalam hati sambil menatap Reksa dengan nanar.
Seluruh kilas balik masa lalu meruntuhkan pertahanannya. Sekarang ia belum siap. Peristiwa pahit itu masih meracuninya.
"Jad--," ucapan Reksa terputus, bibirnya terbuka saat dirinya masih ingin menceritakan banyak hal.
"Anta!" seru Reksa yang memanggil Anta yang berlari meninggalkan Reksa yang hanya diam melihat kepergiannya.
"Maaf, Reksa. Tapi masa lalu itu telah menghancurkan kepercayaan diriku." Anta berlari menuju perpustakaan, hatinya berdenyut sakit saat masa lalu itu lagi-lagi mengalahkannya.
🌜🌜🌜🌜🌜
Makasih buat yang baca, vote, dan komen 🙇🙋
See you 💕
Binuang, Kalimantan Selatan.
Jumat, 10 Agustus 2018
Salam sayang💕
tasyaauliah_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro