Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Do You Have Twin Brothers?


Tidak ada yang lebih buruk di pagi hari, selain terjatuh akibat mengejar bis dan kau tetap ketinggalan kemudian harus berlari agar tidak terlambat, saat lututmu terluka.

Dan itulah yang terjadi padaku saat ini. Klise, tetapi menyakitkan. Terlebih Jungkook dengan kejamnya meninggalkan, tanpa membangunkanku.

Tidak mengejutkan karena pasti Hyun Ah-lah yang melakukan hal tersebut, membohongi Jungkook dengan mengatakan bahwa aku berangkat sekolah lebih awal.

Sial!

Wanita itu memang menyimpan dendam padaku karena telah mencuri ponsel dan jam wekernya, lalu membuat rencana hari bersejarahnya jadi sedikit terganggu.

Sigh, saat mengejar bis tadi, kudengar dia akan menyatakan perasaan pada teman sekelasnya.

Aku tidak tahu siapa lelaki malang itu, tetapi kuharap jika mereka berkencan Hyun Ah bisa berubah jauh lebih rapi dalam mengurus kamarnya.

"Yeah, kuharap hari ini akan jadi hari keberuntunganmu, Eonni," ujarku sambil melirik ke arah benda melingkar di pergelangan tangan lalu ... tiba-tiba saja mataku terbelalak.

Lima belas menit menuju bel masuk dan aku masih harus berlari sejauh seratus meter menuju pintu gerbang.

"Ah lampu hijau!" Berlari secepat mungkin, aku tidak tahu apakah masih sempat menyeberang atau tidak—yang jelas rombongan pejalan kaki telah sampai di trotoar dan aku tertinggal.

O, jal—persetan dengan lampunya—mereka tidak akan menabrak gadis SMA yang terluka, bukan?

Jadi sambil mengangkat tangan kanan—memberi isyarat dengan harapan para pengendara memberikan pengertiannya, aku pun berlari, menyeberang dengan kecepatan penuh hingga ....

... sesuatu menabrakku.

Kesialan ... bukan, sepertinya karma telah menimpaku berkali-kali.

Aku terjatuh. Lagi. Mendapatkan luka baru dan kembali meringis. Sepertinya akhir-akhir ini jatuh adalah hobiku.

Sepeda itu menabrakku dan pengemudinya adalah—

"Hai, kau terluka? Mianhe, tapi,"—lelaki itu memeriksa lengan dan lututku—"kau menyeberang saat lampu merah untuk pejalan kaki menyala, so—"

Aku terperangah untuk sesaat. Dia, lelaki berparas malaikat yang kutemui semalam.

"A, ne ...." Mataku mengerjap. "Gwe-gwenchana? Huh?"

Tin tin tin!

"Ya! Apa kalian akan bertahan di sana dan menyebabkan kemacetan, eh?!" Seruan dari seorang pengendara mobil menyadarkan kegugupanku, secara bersamaan kami menoleh lalu meminta maaf dengan isyarat dan ... baiklah, sebaiknya aku harus bergegas.

Tidak ada waktu lagi, jika memang tidak ingin terlambat. Kami telah bertemu untuk kedua kalinya, pertanda bahwa akan ada pertemuan ketiga, keempat, dan seterusnya.

Jadi tanpa mengucapkan sepatah kata, aku membungkukkan punggungku cepat-cepat kemudian kembali berlari, berusaha keras mengabaikan rasa sakit.

Sebenarnya, pikiranku kacau balau karena pertemuan mendadak ini. Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa, selain berlari—menjauh secepat mungkin.

Percayalah, ini salah satu efek saat kau jatuh cinta. Aku membacanya di Naver.

"Segeralah menjauh jika tidak ingin terlambat, Sa Na," bisikku pada diri sendiri, sekaligus mengalihkan perasaan menyesal karena tidak menegur—menjurus pada perkenalan—padahal kami pernah bertemu sebelumnya.

Lelaki itu pasti mengingatku dan juga tentang kejadian di konser BTS semalam.

Namun, belum sempat berlari cukup jauh, lelaki itu berhasil memblokir akses jalanku dengan menggunakan sepedanya.

Dia bergeming, menatap dari kepala hingga ujung kaki—seolah menilai diam-diam, kemudian buru-buru merogoh tasnya dan melemparkan sekotak plester ke arahku. "Bawalah dan kau bisa ikut denganku, kalau tidak ingin terlambat."

Mwo!!!!

Seketika dewi batinku menjerit. Mendapatkan satu kotak plester dan menumpang di sepedanya? Kuharap ini bukan mimpi.

"Tapi ...."

"Kau bisa menyimpannya." Sekali lagi dengan memiringakan kepala, ia menyuruhku untuk naik ke pedal sepedanya. "Gaja, sebelum kau terlambat."

"A ... ne." Ragu-ragu, aku menyentuh bahunya dan seketika sengatan listrik menyebar ke seluruh tubuhku.

***

"Kau yakin tidak membentur apa pun?" tanya Jungkook, saat aku duduk di bangku kelas dan dia menempelkan plester di kedua lutut, serta siku kiriku. "Aku tidak pernah tahu, ada manusia yang terus menampilkan senyum menjijikan setelah terjatuh berkali-kali."

Aku mengembuskan napas. Menopang wajah pada kedua telapak tangan, membentuk pose bunga kemudian menatap Jungkook.

"Sayap-sayap cinta sungguh telah mengepakkan sayapnya untukku, Jungkook."

Jungkook mengernyit. Sekali lagi, ia menampilkan ekspresi jijik.

"Ada yang salah dengan otakmu," kata Jungkook, sambil meletakkan telapak tangannya di keningku lalu tersenyum miring. "Tidak heran. Kau demam."

"Huh??!! Jika kau berkata seperti itu, maka ada yang salah dengan indera perabamu," ungkapku ketus lalu segera memperbaiki posisi duduk, saat Ibu Park memasuki kelas.

Jangan harap saat wanita itu masuk kelas, maka suasana akan berubah senyap seketika, karena nyatanya beberapa murid masih tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing.

"Bisakah kalian tenang? Ada teman baru yang akan bergabung dengan kita hari ini." Ibu Park berusaha mengeraskan suara, sambil memukul sisi meja dengan tangan kanannya. Hal yang selalu ia lakukan demi mendapatkan atensi kami.

Dan itu berhasil. Aku tersenyum lebar, bisa menebak siapa murid baru tersebut kemudian menoleh ke arah Jungkook yang mejanya berada tepat di sampingku.

"Dia orang yang kuceritakan padamu tadi subuh dan juga yang menolongku tadi pagi," bisikku, tidak bisa menyembunyikan senyum lebarku hingga Jungkook berjengit.

Jungkook mengusap tengkuknya. "Jangan melakukan hal gila, Sa Na."

Aku menggeleng. "Tidak ada cara lain untuk menarik perhatiannya, lagi pula aku juga belum berterima—"

"Masuklah." Ucapan Ibu Park memotong ucapanku, sekaligus menghentikan paksa perbincangan singkat kami.

Tidak masalah.

Kami semua menatap ke arah pintu masuk, menunggu murid baru tersebut dan beberapa detik kemudian, lelaki berambut hitam dengan kaki jenjang dan wajah luar biasa tampan pun memasuki kelas.

Gayanya terlampau keren, bahkan tampak tangguh hanya dengan sekali lihat. Kupikir hari ini dia mendapatkan julukan baru.

Malaikat tangguh yang senantiasa menjaga sekaligus menyelamatkan seorang gadis.

Julukan yang terlalu panjang, tapi bukan masalah besar untukku.

Dan kalian tahu? Bukan hanya aku yang mengamati setiap pergerakan lelaki itu saat memasuki kelas, tetapi semua mata ternyata tertuju padanya.

Sayup-sayup aku bisa mendengar beberapa komentar para gadis mengenai penampilannya. Namun, mereka terlambat sebab lelaki itu adalah milikku.

Aku akan menjalankan rencana tersebut sebentar lagi. Yang perlu kulakukan sekarang hanyalah menunduk—menyembunyikan wajah dan bersabar, sembari berdoa.

"Bisakah kau memperkenalkan diri?" tanya Ibu Park.

Beberapa gadis berbisik lagi, mengundang senyumku sekaligus membuat debaran jantung meningkatkan kekuatannya.

Sebentar lagi aku akan tahu namanya.

"Nae ileum-eun, Kim Taehyung."

"Kim Taehyung!" Aku meggebrak meja, buru-buru berdiri dan menampilkan senyum paling lebar nan manis yang pernah ada.

Taehyung menatapku dengan kedua alis saling bertautan, seolah berpikir. Namun, hal itu justru membuatku semakin terpesona, sekaligus bersemangat untuk menjalankan rencana perkenalan diri paling berbeda yang pernah ada.

"Kau mengingatku?!" tanyaku bersemangat lalu memperlihatkan plester di sikuku. "Lihat, akhirnya aku mengetahui namamu. Gomawo. Aku Ong Sa Na dan akhirnya kita jadi teman sekelas."

Sayup-sayup kudengar Jungkook mendesis. Aku mengabaikannya kemudian melangkah menyusul Taehyung dengan perasaan penuh percaya diri. Namun, pergerakanku tertahan saat Ibu Park menegurku.

"Apa yang ingin kau lakukan, Sa Na?" tanya Ibu Park sengit. "Apa kalian saling kenal?"

"Aniyo," jawab Taehyung cepat yang tanpa sadar membuat kesadaranku seketika kembali.

"Kami bertemu sebelum bel masuk," belaku demi menahan rasa malu akibat tidak mendapat pengakuan.

Suara tawa yang ditahan terdengar di belakangku. Namun, tidak termasuk dengan Taehyung. Dia hanya menatapku datar, seolah memang tak mengenaliku.

Aku mengembuskan napas. Sepertinya saran Jungkook adalah yang terbaik.

Lebih baik berkenalan dengan cara normal, daripada seperti ini. Memalukan diri sendiri dan sebentar lagi, teman-teman sekelas pasti akan mengejekku.

Ibu Park menggeleng pelan kemudian mengalihkan pandangan ke arah Taehyung. "Ada lagi yang ingin kau katakan, Taehyung?"

"Aniyo," jawabnya lagi dengan nada dingin.

Demi Tuhan, aku terkejut setelah mendengar sekaligus melihat sikapnya.

Dia tidak seperti lelaki berparas malaikat yang kutemui akhir-akhir ini. Apa dia memiliki saudara kembar?

"Seonsaengnim, apa aku boleh mengajukan pertanyaan untuk Taehyung?"

"Ong Sa Na, kembalilah ke tempat dudukmu dan berkenalan setelah ini." Ibu Park tersenyum ramah, membuatku terpaksa mengangguk kemudian melangkah mundur kembali ke mejaku.

Jungkook menoleh ke arahku, bereaksi seakan menahan tawa lalu berbisik, "Sudah kukatakan bahwa rencana itu adalah yang terburuk. Kau sebaiknya berhenti mempermalukan diri sendiri."

"Kau tidak berpengalaman dalam hal jatuh cinta, jadi diamlah."

"Oh, jinjja? Kalau begitu kau mengatakan dirimu berpengalaman karena telah jatuh cinta dengannya? Kupikir Hyun Ah noona lebih baik dalam hal ini."

Mendecak kesal, kutendang kaki Jungkook bersamaan dengan keriuhan para murid yang membicarakan tindakan bodohku.

Ibu Park kembali memukul meja dan perhatian kami lagi-lagi teralih padanya. Ia tersenyum puas lalu menatap ke arah Taehyung. "Kau pasti orang yang irit bicara, Kim Taehyung. Baiklah, kau bisa duduk di bangku kosong itu."

Taehyung membungkukkan sedikit punggungnya lalu melangkah menuju meja yang berada di belakangku.

Kau tahu? Saat itu juga aku merasa bahwa waktu berjalan lambat dan dia melangkah seolah berada pada gerakan slow motion.

Taehyung tetaplah menjadi malaikat cinta di hatiku. Namun, akal sehatku juga meragukan apakah dia adalah lelaki yang sama dengan sebelumnya atau berbeda.

Jadi sedetik setelah Ibu Park meninggalkan kelas, aku langsung memutar posisi dudukku dan bertanya, "Apa kau punya saudara kembar? Apa dia juga bersekolah di sini?"

Taehyung mengangkat sebelah alisnya. "Pertanyaan macam apa yang kau tanyakan?" tanya Taehyung yang tanpa memberikan kesempatan langsung mengisyaratkan, bahwa ia tidak ingin diganggu.

Kalian pasti tahu apa maksud dari seseorang yang mengenakan earphone, saat kita mencoba untuk mengajaknya bicara, bukan?

Taehyung melakukan itu.

*******

Seonsaengnim: ibu guru
Gwenchana: gak pa-pa

Bagaimana chapter ini? Tolong berikan komentar kalian dan sumbangkan bintang untukku, ya.

Kamsahamnida 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro