15. She's My Girlfriend
Seminggu setelah ujian akhir semester, di awal jam makan siang, ketika kami; aku, Ha Na, dan Jungkook tidak sengaja berhenti di depan papan pengumuman—dalam hitungan detik bibirku terbuka lebar—terkejut—melihat pemandangan tak biasa hari ini.
Amazaballs!!!! Jeritku dalam hati dengan perasaan tidak percaya sama sekali.
Daebak, tidak ada Iron Man, Spiderman, bahkan alien sekali pun. Nama Ong Sa Na, dari kelas 2-2, pada ujian akhir semester, telah tertera di angka lima belas (semester lalu tiga puluh-an).
Mataku semakin lebar. Tidak percaya dengan apa yang kulihat sekarang. Sampai-sampai jemariku menunjuk—bergerak maju mundur—mengulang membaca kalimat tersebut.
Ong Sa Na kelas 2-2, peringkat lima belas. Kuulangi kalimat tersebut berkali-kali dan percayalah, hal itu tidak akan berhenti jika Jungkook tidak mendorong kepalaku.
Aku mengaduh.
Ha Na cekikikan lalu menepuk-nepuk punggungku. "Kerja bagus," katanya.
"Aku punya bakat mengajar rupanya." Jungkook mengusap kepalaku—menimbulkan sedikit efek terbawa perasaan. Namun, semakin lama semakin menyebalkan—dia mengacak-acak rambutku—membuat tatanannya menjadi rusak.
"Ya ... jika kau merasa bangga pada dirimu sendiri, berhentilah menghancurkan tatanan rambutku," kataku, sambil menjauhkan tangan Jungkook lalu mencoba membalas tindakannya. Pasti akan menyenangkan, jika bisa membuat Jungkook kesal.
Pasalnya, hari ini Jungkook tiba-tiba saja mengubah gaya rambutnya dan itu mengejutkan.
Well, sebenarnya ini terasa aneh. Jungkook tidak pernah mengubah gaya rambutnya. Namun, setelah tiga bulan kami berkencan warna hitam berkilau itu berubah menjadi cokelat gelap dan juga ....
... Jungkook menggunakan tatanan rambut yang sama dengan JK BTS di era lagu DNA.
Sekadar informasi, tadi pagi pun ketika kami berangkat sekolah bersama dan Jungkook menjemputku, aku sempat salah menduga—kukira itu JK—dalam keadaan tersesat saat ingin melakukan sesi photoshoot. Akan tetapi, hal tersebut segera menghilang saat kulihat baik-baik siapa yang melangkah malu-malu menuju pagar rumahku.
Percayalah, bukan hanya aku yang terkejut hingga salah sangka, tetapi seluruh anggota keluargaku juga. Bahkan Hoseok sempat menggoda Jungkook, karena terkesan ingin menarik perhatianku dengan menjadi lelaki super keren nan tampan di sekolah.
O, jal! Itu tepat sekali, karena sejak tadi pagi—di sekolah—aku merasa kami sudah seperti pasangan si tampan dan si buruk rupa. Untung saja, belum ada yang mengetahui status hubungan kami.
"Kau tidak akan bisa merusak rambutku, kecuali jika keajaiban datang lalu membuat kakimu menjadi lebih panjang." Jungkook berjinjit, sambil sesekali menjauh lalu mengacak-acak lagi rambutku, sedangkan Ha Na ....
... aku tidak tahu pasti apa yang dia lakukan. Sepenglihatanku, Ha Na sedang menatap sesuatu di belakangku lalu diam-diam tersenyum.
"Jungkook!" bentakku, sedikit tertahan setelah berhasil menangkap kedua tangannya. Aku menatap matanya, memberi isyarat agar Jungkook berhenti. "Apa kau menyadari sesuatu?"
"Apa?"
"Kita jadi pusat perhatian."
"Karena penampilanku yang berbeda."
Aku menggeleng cepat, sembari tersenyum lalu secepat mungkin menginjak kaki Jungkook.
Lelaki itu mengaduh keras. Tentu saja karena injakan tadi adalah tumpuan semua kekuatanku, jadi sebelum Jungkook mengacau, aku segera berlari ke belakang Ha Na—mengejutkannya dan ....
Ta da!!! "Kau sedang mengamati siapa?!" tanyaku setengah berbisik, sambil mencari-cari apa yang sedang diperhatikan Ha Na.
"Bu-bukan apa-apa," kata Ha Na, sedikit gagap yang membuatku mengernyit lalu ketika rasa penasaranku memuncak, aku tidak menghiraukan ucapan Ha Na.
Maksudku saat Ha Na memintaku untuk segera pergi ke kantin, aku memilih diam di tempat, mengabaikan Jungkook dan Ha Na yang berjalan terlebih dahulu.
... lalu rasa penasaranku terjawab, ketika dua temanku telah menjauh—hanya berjarak satu meter—dan lelaki itu menghampiri kami.
"Apa aku boleh bergabung dengan kalian? Kupikir kalian akan makan siang bersama, tadi Ha Na—"
"Bukan aku, ta-tapi Jungkook yang meminta," kata Ha Na—memotong perkataan Taehyung—membuat Jungkook memberikan ekspresi bingung.
Dan aku juga kebingungan. Maksudku, selama ini Jungkook selalu bersamaku, jadi meminta Taehyung untuk makan siang bersama adalah suatu kemustahilan. Lagi pula, mereka tidak seakrab itu.
Lalu kalau itu adalah suatu kemustahilan, berarti .... keningku berkerut, menatap Ha Na dan Taehyung secara bergantian. "Apa ada kesalahpahaman atau sesuatu terjadi di belakang kami?" tanyaku penuh curiga, membuat Jungkook ikut mengamati dua manusia ini.
Taehyung menggaruk rambut bagian melakangnya, sedikit menunduk, dan seolah sedang mengintip Ha Na.
Hmm ... mencurigakan.
"Apa kalian berkencan?" tanyaku lagi dengan nada frontal, hingga membuat sepasang mata Jungkook melebar.
Bukan hanya Jungkook, tetapi Taehyung juga dan Ha Na ... dia mengetuk-ngetuk kaki—pertanda bahwa ia sedang gugup.
Aku tersenyum miring. Mereka gampang sekali dibaca—lupakan fakta bahwa aku adalah manusia paling tidak peka. "Kalaupun kalian berkencan itu bukan masalah. Apa kalian—"
"Kami juga sedang berkencan. Asal kalian tahu saja, jadi kau ... Taehyung, jangan menggoda Sa Na," kata Jungkook memotong ucapanku dan itu benar-benar di luar rencana.
Sial! Apa ini pengalihan topik pembicaraan, Jungkook? Tapi ... untuk apa?
Kau menyebalkan!
Yeah, menyebalkan karena sebelumnya kami telah sepakat untuk menyembunyikan ini.
Jungkook, sialan! Jeritku memaki lelaki itu, meski Jungkook tidak bisa mendengarnya. Dia hanya melihat ekspresiku, tetapi malah memberikan cengiran khas kuda.
Sungguh, ini menjengkelkan. Jadi tanpa ampun aku pun berlari dan memukuli Jungkook. Namun, bukan Jungkook namanya, jika ia diam begitu saja tanpa berlari sekadar menghindar.
Dia mempermainkanku, mengetahui perbedaan langkah kaki kami dan malah berlari jauh, meninggalkan mereka berdua.
Jungkook memang pandai, dalam hal membuatku kelelahan karena mengejarnya dan ketika aku berhenti di dekat lapangan sepak bola akibat kehabisan napas, Jungkook menghampiriku.
Ia mengulurkan tangannya. "Bergandengan tangan atau kuangkat kau di punggungku?" tanya Jungkook, di hadapan para murid perempuan yang sedang duduk—menikmati pemandangan lelaki tampan di hadapannya, sembari mengobrol penuh khayalan.
Aku mencebik. Tahu jelas apa yang mereka nikmati dan akan kubunuh mereka dengan fakta bahwa kenikmatan itu adalah milikku.
Jadi meskipun terasa menjijikan, aku akan mengeluarkan jurus tersebut. Berkacak pinggang, mengembungkan pipi, wajah ditekuk lalu memalingkan pandangan ke arah lain, selain Jungkook dan para gadis itu.
"Oppa, wajahmu terlalu tampan, penampilanmu terlalu keren, sikapmu terlalu manis, dan itu menarik perhatian eonni. Apa kau bisa melakukan hal yang sama dengan di depan papan pengumuman, heh, heh?" ujarku panjang lebar, menggunakan gaya aegyo paling menjijikan.
Ya Tuhan, ini memalukan. Namun, sayup-sayup kudengar Jungkook tertawa kecil, sedangkan para gadis yang membicarakan sekaligus menikmati ketampanan Jungkook seketika hanya bisa terdiam. Aku tersenyum miring.
Rasakan, senjataku. Seharusnya kau tahu bahwa—
"Bukannya kamu tidak ingin orang-orang tahu bahwa kita sedang berpacaran, ya?"
"Oppa, kau bahkan mengatakannya di hadapan Taehyung karena cemburu. Lantas—"
"Dia pacarku dan aku sudah disegel untuk jadi miliknya, jadi jangan melihatku terlalu lama karena pacarku akan marah," kata Jungkook yang diarahkan kepada para gadis itu, lalu menarik tanganku kuat-kuat, menyampirkannya pada bahu Jungkook lalu ....
"Kyaa!" Aku berteriak norak. Bagaimana tidak, ini seribu kali lipat lebih memalukan. Jungkook menggendongku di punggungnya, di hadapan semua murid, sembari berlari kecil. Bahkan, kami harus melintasi Ha Na dan Taehyung.
Ha Na dan Taehyung, mereka sedang makan bersama di bangku taman. Tampak serasi dan percayalah tidak ada perasaan patah hati atau terluka saat melihatnya.
Aku jadi bertanya-tanya sejak kapan mereka berkencan? Kuharap, aku bukan pihak ketiga yang menghalangi mereka. Terutama saat mengingat, bagaimana dulu aku berkoar-koar jatuh cinta pada Taehyung.
Itu salah paham. Benar. Yang kusukai adalah Jungkook. Namun, karena berada pada posisi nyaman sebagai sahabat, aku tidak menyadari bahwa ada perasaan lebih untuk Jungkook.
Aku suka Jungkook. Sikapnya, sifatnya, dan tingkat kepekaannya. Well, tidak ada yang kurang jika membicarakan Jungkook.
"Boleh aku memintanya lagi?" tanya Jungkook, saat kami berhenti di belakang gedung serba guna—tempat aku berusaha untuk menangis.
Aku mengerjap untuk beberapa saat. "Meminta apa?"
Jungkook hanya tersenyum. Ia menggenggam kedua tanganku dan memberikan ciuman untuk yang kedua kali.
"Sa Na, kau cantik," ucap Jungkook, sambil menatapku barang sesaat lalu menciumku lagi.
Aku tidak tahu harus menjawab apa. Yang kutahu, aku harus menikmati masa-masa ini—sebelum Jungkook pindah ke Osaka dan kami akan diserang perasaan rindu mendalam.
Kupererat genggaman tanganku di tangan Jungkook, membalas ciumannya setelah mengatakan bahwa ....
... Jungkook adalah cinta pertama yang di waktu bersamaan terlalu sibuk untuk menjadi cupid-ku sendiri.
****
TAMAT
BERCANDA 😁
Masih ada, beberapa part kok. Tentang Ha Na dan Taehyung, Seok Jin dan Hyun Ah, serta kencan pertama Jungkook dan Sa Na.
Kupikir bakal ada chapter untuk ngebahas hari-hari Sa Na dan Jungkook yang lagi LDR 😁
Semoga masih tetap bertahan ya.
Oh, ya berhubung grasindo lagi adain event lomba menulis dan aku sempat galau, mau ikut atau enggak. Akhirnya kuputuskan buat ikut.
Ceritanya, diupload di wattpad di akun ini dan judulnya "OUR LAST SUMMER"
Well, sebenarnya ini mau kujadikan ff setelah cerita ini tamat. Tapi cz jadwal terakhir daftar adalah 15 Novermber dan mereka gak terima fanfic, jadi deh kuubah jadi nama2 mereka.
Main cast di sini adalah Kim Seok Jin dan ceweknya bernama Summer Green (ini karakter fiktif)
Mohon dukungannya ya dengan cara beri vote dan komen.
Kamsahamnida. Bye-bye.
Ig: augustin.rh
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro