Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Angel's Act #6

Brie melepas pangutan yang semakin panas itu saat bayangan Emily terlintas di kepalanya. Ini salah, dia tidak mau jatuh ke tangan Harry. Dia rela menjalani hubungan terlarang dengan Harry karena mau menyelamatkan Emily bukan menyakiti Emily!

"Ça suffit! (Sudah cukup!)"

"Why?" ciuman Harry masih terus membakar tubuh Brie, kali ini leher Brie yang jadi korban. Tangan Brie mengepal kencang sekali menahan gejolak dalam hati terkecilnya yang meminta dia membalas tingkah Harry.

Brie berhasil menahannya, dia bahkan mendorong tubuh Harry. "I cant do that again. C'est faux (ini salah)"

Latar gemuruh air terjun di belakang mereka membuat cara bicara mereka harus naik beberapa oktaf. Karena itulah Brie membawa Harry kembali ke pinggir sungai, dia ingin bicara serius dengan Harry.

"What's wrong with you?"

"Ini salah, Harry! Ini salah!"

"Tidak ada yang salah. Kita menjalin sebuah hubungan, dan tidak masalah kalau kita bermesraan. Tidak usah pikirkan apapun... hanya ada kau dan aku disini."

Satu tamparan mendarat di pipi Harry, Brie sudah tidak kuat menahan permainan ini lagi. Brie tidak mau hatinya salah memilih, dia tidak mau menodai hatinya karena suka dengan sosok bajingan di depannya.

"Kau menamparku?" Harry mengusap pipinya sambil menyeringai. Brie berusaha terlihat berani, walau di dalam hati dia sangat ketakutan.

"Ya, karena kau brengsek."

Tangan Harry membelai pipi Brie lembut sekali, "Kau berhak menamparku, mon ange. Kau tak perlu takut."

"Aku tak takut."

Telunjuk Harry jatuh ke bibir Brie, Brie menahan napas takut dia lepas kendali lagi apalagi wajah Harry sangat dekat dengan wajahnya. Dia tidak mau terlihat bodoh berkali-kali.

"Disini kau tentu tidak takut. Tapi..." kepala Harry turun ke bawah dan terhenti di dada Brie. Brie tak bisa bergerak lagi, Harry sudah mendengar jelas sekali jantung dia yang melolong sangat kencang.
"See... detakan jantungmu sangat kencang. Tandanya ada dua hal... pertama, kau takut padaku atau... kau suka padaku."

"Ta gueule (Diamlah!)... aku mau pulang sekarang!"

Harry mengangkat tangan. Dia justru membuka kaus putih basahnya di depan Brie. "Apa yang kau lakukan? Aku bilang aku ingin pulang!"

"Kau ingin pulang maka itu aku akan mengganti baju dulu."

"Disini? Di depan mataku?"

Harry mengangkat bahunya cuek."Dimana lagi? Terserah kau mau lihat atau tidak... aku ingatkan saja kalau tubuhku ini sangat sayang untuk dilewatkan."

Saat Harry sudah membuka celana jeansnya, Brie membalik badan. Dia pun menutup matanya serapat yang ia bisa. Harry benar-benar sudah gila!

"Sudah belum?" Merasa sudah terlalu lama dalam posisi itu, akhirnya Brie bersuara. Tapi Harry tidak menjawab. Merde, rasanya Brie ingin bunuh orang itu sekarang juga.

"Harry... kau sudah selesai?"

Tetap tidak ada tanggapan.

"Harry, jawablah!"

"Kalau kau begitu penasaran, berbalik lah dan lihat aku sudah selesai atau belum."

"Harry, aku tidak bercanda. Aku mohon serius sedikit. Kau sudah selesai belum?"

"Aku juga tidak sedang bercanda, mon ange. Berbalik lah."

"Kau sudah memakai bajumu?"

"Ber-ba-lik-lah."

Brie berbalik dengan mata yang masih tetap terpejam erat. Dia tidak ingin matanya ternodai karena melihat hal pribadi Harry. Well... meskipun dia sedikit penasaran. Hell, apa yang salah dengan pikirannya ini!

"Buka matamu."

"Kau sudah memakai bajumu?"

"Buka matamu."

"Kau benar-benar sudah memakai bajumu?"

"Buka matamu atau aku akan meninggalkanmu disini sendiri."

Pelan-pelan mata Brie terbuka. Dia menelan ludah gugup dengan apa yang akan dia saksikan dalam sensor matanya. Tapi begitu dia membuka mata, tak ada Harry di depannya. Brie panik, "Harry, jangan tinggalkan aku!"

Brie berlutut dan menangis sangat kencang. Dia sangat takut sekarang, dia tak tahu sedang ada dimana, dia takut sendirian. Badan Brie juga menggigil karena tiupan angin yang datang kencang meraba tubuhnya. Dia butuh pertolongan sekarang!

Suara tawa kencang seseorang membuat tangis Brie terhenti. Brie menoleh ke belakang dan dia melihat Harry sedang tidur di rumput dengan ransel dia yang jadi alas di kepalanya. Pakaian sudah melekat di badannya dan dia tampak puas sekali tertawa. "Kau lucu sekali kalau sedang ketakutan."

"Ta Gueule. It's not funny at all."

Harry melemparkan beberapa potong pakaian ke arah Brie yang tidak siap Brie ambil hingga membuat pakaian-pakaian itu jatuh ke rumput. Ada tiga tank top dengan warna merah, hitam, dan hijau, dua kaus besar Rolling Stone yang Brie duga milik Harry, celana jeans, selusin bra, plus beberapa celana dalam.

"Apa ini?" Brie segera mengambil baju-baju jatuh itu dan mengamankan pakaian dalam yang seluruhnya berwarna merah dari depan Harry. Well, dia tahu semua itu dari Harry tapi dia sungguh malu ketika Harry melihat barang pribadi wanita itu.

"Ganti bajumu!"

"Tidak. Aku tidak mau!"

"Terserah kalau kau mau mati kedinginan atau mungkin mau ku tinggalkan sendiri di tempat ini."

Brie mengeluh kesal, "Oke, fine. Tapi berbaliklah dan tutup matamu."

"Fine." Harry membalik tubuhnya hingga wajahnya sekarang menghadap persis ke depan ransel hitamnya.

Untuk antisipasi dengan hal buruk, Brie mengambil salah satu kaus putih Harry. Dia menyuruh agar Harry memakai kaus itu sebagai penutup mata.

Brie mengambil posisi lumayan jauh di belakang Harry, sebagai antisipasi lanjutan. Ini pertama kalinya dia mengganti baju di tempat asing, terbuka, dengan seorang pria yang beberapa meter ada di depannya.

"Sudah?"

"Belum." Brie baru selesai memakai pakaian dalam. Heran sekali dia karena Harry tahu ukuran pakaian dalamnya. Entah Harry itu cenayang, kebetulan atau otak mesum, pilih saja salah satu.

"Sudah? Kau lama sekali!"

Lama? Apa dia tidak salah dengar? Dia bukan belum genap dua menit memakai pakaian! Jeans yang Harry bawa ketat sekali, bahkan terlalu sempit tapi Brie tetap memaksa. Daripada dia tidak pakai celana!

"Sudah belum?"

Terakhir baju Rolling Stone Harry. Bajunya lumayan cukup kebesaran di badannya tapi bahannya sangat nyaman.

"Sudah."

Harry membuka ikatan kepalanya dan kebingungan karena Brie tidak ada depan atau samping kanan kirinya.

"I'm in here!"

Brie melambai semangat. "Satu sama, right?"

***
Volume suara earphone Brie ada di tingkat yang paling tinggi. Everybody's changing menjadi song of the day-nya. Dalam satu jam ini hanya lagu ini yang Brie dengarkan. Bukan sembarangan dia pilih lagu ini dari playlist-nya, dia tergerak mendengar lagu ini karena liriknya sedikit menohok Brie. Semua orang pasti berubah, pemikiran Brie pada Harry pun sudah berubah. Tidak bisa dipungkiri kalau Brie suka dengan Harry yang apa adanya seperti kemarin. Sehabis dari air terjun, mereka tidak pulang... mereka pergi ke tempat lain. Tertawa bersama dan menikmati satu hari penuh bersama. Brie belum pernah senyaman ini dengan pria mana pun... tapi dia takut sekali mengakui perasaan ini.

"Brie, aku ingin bicara sesuatu denganmu."

Brie mempersilakan Emily masuk. Sudah beberapa hari ini, Emily sering berkunjung ke kamar Brie dan mencurahkan isi hatinya tentang satu sosok. Sosok yang sama dengan apa yang ada di hati dan pikiran Brie.

"Harry ingin mengajakku kencan lagi."

"Lalu kenapa? Kau belum siap lagi?"

Emily menggelengkan kepalanya, dia menunduk malu-malu, "Dia ingin mengajakku pergi ke Paris bulan
depan."

Mata Brie membesar, "He said what? Paris?"

"Iya. Aku takut kalau hanya aku berdua saja yang pergi kesana, Brie."

"Kau jawab apa?"

"Aku bilang iya tapi aku juga mengajakmu. Aku tak mau kalau hanya berdua dengan Harry. Harry juga meminta temannya untuk ikut. Kau mau membantuku, kan?"

Lega rasanya mendengar jawaban itu. Setidaknya kencan Brie dan Emily ada pengawas, Brie tidak akan membiarkan Harry merebut apa yang dia incar. Emily pantas mendapat pria yang jauh lebih baik... oke, biarlah Harry dekat dengan Emily. Brie ingin ketika Emily dekat dengan Harry, dia dapat merasakan kebusukan dari Harry. Emily harus dekat dengan Harry agar Emily bisa benci Harry.

Sadar kalau Emily menunggu respons maka Brie pun menjawab, "Aku senang bisa kembali ke Paris."

"Ah, Brie..." Emily menggigit bibirnya malu-malu, "Apa rasanya ciuman?"

"Hah?"

"Aku berencana untuk mencium Harry lebih dulu besok."

Brie masih melongo. Emily yang polos mau jadi agresif karena Harry. Merde, dunia benar-benar akan kiamat.

"Ciuman itu..." Brie langsung membayangkan ciuman yang terjadi antara dia dan Harry kemarin. Mengingatnya saja sudah membuat dia merinding dan deg-degan, "membahagiakan." Senyum tersimpul di wajah cantiknya.

Memang benar Harry itu brengsek tapi Brie akui kalau ciuman Harry itu dahsyat. Ciuman Harry membuatnya ketagihan dan kalau dia boleh egois sekali saja, dia tidak mau ciuman itu dibagi ke orang lain... apalagi ke Emily.

***
Seminggu lagi liburan thanksgiving. Cuaca sudah mulai menggigit dan sengatan itu makin memperburuk suasana hati Brie yang makin terpuruk. Dia dan Harry baru bertemu lagi tadi, dan Harry mengacuhkan dia. Biasanya dia suka sikap Harry itu tapi tidak kalau pikiran tentang 'kencan' sehari dia dengan Harry tak bisa lepas dari otaknya.

Kedekatan Harry dan Emily pun makin intens, mereka berdua selalu terlihat mesra membuat semua orang iri, terutama Brie. Brie ingin ada di posisi Emily.

Sial, Secret Love Song tiba-tiba saja berputar di playlist ponselnya. Liriknya sangat tepat menggambarkan isi hati Brie. Brie tidak ingin jadi rahasia... bloody hell, apa yang sedang dia pikirkan! Apakah dia sudah jatuh cinta pada Harry? Secepat itu?

"Kau kelihatan murung sekali daritadi." Liam datang membawa nampan makanannya. Mereka duduk berhadapan di kantin yang sangat ramai.

Brie melepas earphone-nya, dia butuh saran seseorang. Dan Liam datang... ini tepat sekali. "Aku ingin cerita."

"Ceritalah."

"Ini cerita temanku. Jadi temanku ini jadi selingkuhan pacar sepupunya. Tapi temanku ini melakukannya demi kebaikan si sepupu... tapi kalau misalkan temanku benar-benar jatuh cinta pada pacar selingkuhannya itu, kira-kira apa yang harus dia lakukan?"

"Rumit juga masalah temanmu. Tapi kalau aku boleh beri saran, beritahu dia kalau sebaiknya dia jujur pada sepupunya."

"Tapi kalau sepupunya akan sangat membenci dia?"

Liam tak menjawab karena Harry meminta semua perhatian anak-anak fokus padanya. Harry lalu membawa Emily untuk berdiri di tengah kantin. Emily shock tapi Harry membisikkan sesuatu dan membuat Emily setuju mengikuti kemauan Harry.

"Okay... aku ingin kalian menjadi saksi ketika aku melakukan hal ini."

Harry berlutut di depan Emily. Semua orang melotot. Seorang Harry yang punya kekuasaan dan hobi mempermainkan wanita sekarang bertekuk lutut demi seorang Emily, si gadis yang dulunya dia abaikan tapi dia dekati beberapa minggu ini. Tapi tidak semuanya kaget, Brie sudah memprediksi hal ini akan terjadi. Hanya saja satu hal luput dari perhatiannya... dia belum mengantisipasi hatinya yang terbakar.

"Em... kau mau jadi kekasihku?"

Emily membawa Harry terbangun, jawaban dari Emily membuat pelototan anak-anak semakin melebar. Emily mengalungkan tangannya dan mencium Harry di depan umum!

"Aku tidak percaya dia benar-benar akan melakukan hal ini." Brie masih terkejut. Dia kira ucapan Emily kemarin hanya bahan candaan.

"Dia benar-benar bukan Emily."

Ada satu hal yang ganjil sekali, tatapan Liam pada peristiwa ini sangat aneh. Brie bukan pengamat wajah tapi dia tahu Liam sedang dalam kondisi hati yang sangat buruk.

"Kau suka dengan Em?"

Liam memakan cheese burger nya dengan penuh nafsu, dia seperti ingin Cepat-cepat menyelesaikan makanannya lalu pergi dari kantin ini.

Disinggung tentang hal itu, Liam tersedak. Tapi dia memulihkan dirinya lagi. Liam memasang muka paling serius dan Brie pun kaget karena jawaban Liam. "Always."

Dua kejutan dalam satu waktu. Brie tak tahu mana yang lebih juara, Emily yang mencium Brie di depan umum atau Liam yang membuat pengakuan jujur tentang perasaannya. Dia pernah mengira kalau Liam suka padanya... Well, wajar saja dia merasakan hal itu karena Liam benar-benar memperlakukan dia lain daripada perlakuan dia pada wanita lain. Brie bahkan sudah merencanakan penolakan halus yang akan dia katakan pada Liam kalau pria itu menyatakan cinta.

Tapi perkiraan dia salah. Liam suka dengan Em!
Benar-benar luar biasa.
Tangan Brie jadi gatal untuk menjodohkan Emily dan Liam. Dia akan merusak hubungan Emily dan Harry secara halus dan pintar dan membuat Liam jadi malaikat penolong Em. Liam adalah laki-laki baik yang pantas mendapat wanita baik-baik... Emily adalah calon pontensialnya. Dengan catatan asal Emily belum dirusak oleh Harry.

***
A/N :
Aku nulis ini dalam kondisi hati yang kurang baik jadi maaf kalau tulisannya juga jadi nggak jelas. Maaf.
Dan terima kasih udah baca

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro