#19 Angel's Side
Jiwa Brie terguncang hebat. Dia masih sangat terpukul karena rahasia dia tersebar, dan kini dia tahu fakta besar lainnya. Megs adalah adik Harry!!!
Memang pantas Brie diperlakukan seperti sampah, dia layak mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perlakuan tidak adilnya pada Megs.
"Brie... kau yakin kau akan masuk? Lebih baik kau di rumah saja." kata Liam khawatir.
Semalaman Liam menemani Brie di apartemen kecil Brie. Liam tak pernah melepaskan pelukannya di tubuh Brie, berusaha menenangkan kondisi mental Brie yang sedang terpuruk. Liam juga yang mengobati luka Brie, darah keluar lumayan banyak di kepala Brie tapi Brie tidak mau ke rumah sakit, dia membiarkan luka itu agar dia bisa merasakan sakit. Well, walaupun tidak sesakit apa yang dia inginkan. Dia bahkan tidak merasakan kesakitan apapun.
"Aku tidak mau lari dari kenyataan, Liam!!! Aku sudah membuat seseorang menderita, aku pantas untuk dihukum!" tangisan Brie kembali turun.
Liam mengguncang bahu Brie agak kencang tapi Brie tetap menunduk dan menangis. "Kau sudah berubah. Dan kau tidak pantas diperlakukan seperti itu oleh Harry."
"Liam... Megs meninggal karena aku. Aku membunuh dia. Harry sangat wajar membalaskan dendamnya padaku."
"Tapi, Brie..."
"Sudahlah, Liam. Aku pantas dihina, dipukul, dipermalukan. Kau bahkan tidak layak punya teman sepertiku. Aku tidak pantas menjadi teman dari siapapun."
Liam akhirnya menyerah. Dia melepaskan tangannya dan membiarkan Brie pergi lebih dulu di depan. Mau sejuta kali Liam menasihati, Brie tidak akan pernah menurut padanya. Tapi sebagai seorang teman, Liam akan selalu ada di belakang Brie. Terdengar pengecut karena bukannya dia yang ada di depan Brie? Ya, mau bagaimana lagi... lawan dia adalah Harry Styles. Nyawa keluarganya ada di tangan anak itu. Liam belum siap untuk dicoret dari daftar keluarganya.
***
Baru saja datang, Brie sudah disambut penuh kesinisan oleh Harry. Harry dan beberapa orang lainnya melepaskan beberapa konfenti di depan Brie. "Welcome to the nightmare, slut."
Kata Harry persis di telinga Brie. Brie mencoba menguatkan dirinya agar tidak menangis lagi di depan Harry, dia tidak berhak untuk menangis. Dia layak mendapatkan karma ini, Brie terus berkata dalam hatinya.
Harry lalu berjalan dengan Brie yang mengikuti dengan paksa di belakangnya. Harry menarik rambut ikal Brie ketika berjalan. Perih... rasanya perih sekali tapi apa yang mau Brie harapkan? Seharusnya daridulu dia mendapat perlakukan ini bukannya sembunyi dari ketakutan dan mencoba melupakan masa lalunya. Ini yang pantas dia dapatkan. Apa yang sudah dia tanam, inilah hasilnya. Benar kata Jenner sewaktu mereka di klub, Brie tidak akan bisa hidup dengan akar lain. Brie adalah Brie.
Di lobi itu Harry sudah menyiapkan panggung kecil. Masih dengan kasar Harry melepaskan tangannya dari rambut Brie, membuat Brie jatuh terduduk di panggung itu.
"Well... Attention Please!!! Buat kalian para pria sebaiknya cepat berdiri di barisan penonton. Ada pertunjukan yang harus kalian lihat!"
Perintah Harry langsung dituruti oleh belasan orang pria di lobi. Apa lagi sekarang?
"Stand up you bitch!"
Brie berdiri, kakinya gemetar karena takut. Apa yang mau Harry lakukan? Brie punya firasat sangat buruk. Sangat sangat buruk.
Harry ada di panggung juga tapi dia duduk di sofa putih yang diletakkan di belakang Brie. "Aku mau minta lima pria naik ke atas panggung. Sekarang!"
Para laki-laki itu pun sekarang ada di belakang Brie. Mereka menunduk karena begitulah cara kerja kesopanan yang sudah Harry tanamkan daridulu.
Harry lalu bangkit dan berdiri tepat di belakang Brie. Bibirnya menyium titik sensitif di leher Brie. Sekuat tenaga Brie tidak melepaskan desahan, tapi Harry membuat segalanya semakin sulit karena kedua tangannya menangkup dan meremas dada Brie. Brie memejamkan mata menahan malu. Harry kembali merendahkan dia sebagai wanita di depan umum. Ini lebih parah dari tamparan atau bahkan pukulan. Brie merasa tidak punya harga diri lagi.
"Take off your shirt. Now!"
Apa ini? Apa Harry ingin menelanjanginya lagi?
Brie tidak melaksanakan apa yang Harry minta. Dia tidak serendah itu. Kalau Harry ingin balas dendam lebih baik dia di bunuh saja. Mati lebih baik daripada Brie kehilangan harga dirinya.
"Oh.. kau menolak perintahku?" Desis Harry. Dia membalik badan Brie hingga Brie berhadapan dengannya, lalu satu tamparan melayang. Brie merasakan sudut bibirnya sudah dialiri darah. Ini hukuman yang tidak akan pernah dia bantah, dia rela disakiti secara fisik, dibunuh apalagi, tapi tidak dengan ditelanjangi.
"Kau lupa apa yang sudah kau lakukan pada adikku? Kau dengan mulut hinamu sendiri yang bilang kalau Megs diperkosa oleh beberapa orang suruhanmu di klub malam!" Sekali lagi tamparan mendarat di tempat yang sama. Selesai ditampar tangan Harry mencengkeram dagu Brie, "Kalau kau merasa bersalah seharusnya kau menurut apa yang aku perintah. Megs bahkan mati gara-gara perlakuanmu!"
Brie pada akhirnya melaksanakan apa yang Harry perintahkan. Benar kata Harry, Brie bahkan sudah melakukan hal yang jauh lebih parah pada Megs. Mementingkan harga diri? Brie harus menelan lidahnya sendiri sekarang, dia juga tidak layak menerima harga diri.
Dengan tangan gemetar, Brie membuka kemeja flanel hitamnya. Lalu melepas juga kaus putih yang dia kenakan. Kini dia berdiri di atas panggung dengan hanya mengenakan bra putih, dan ditatap oleh pria yang jumlahnya semakin banyak berbaris di depan panggung.
"Apa aku memintamu untuk berhenti? Aku mau kau topless!" bentak Harry kencang sekali.
Tangan Brie makin gemetar, dia ragu untuk melaksanakan apa yang Harry minta. Dia memang tidak layak memiliki harga diri tapi sebagai seorang wanita biasa, Brie tidak bisa melakukan hal itu... dia malu.
"Kenapa kau tidak mau? Biasanya kau dengan sukarela melepas pakaianmu sendiri ketika kita berhubungan di tempat tidur!"
Akhirnya tangis yang Brie tahan sedari tadi lepas sudah. "I can't." suara yang keluar dari mulut Brie sangat pelan dan serak. Akibat tangis dan teriakan tanpa kendali tadi malam, tenggorokan dia sakit sekali.
"What did you say? You can't?" Tamparan lagi, "Apa adikku bisa menolak waktu kau menyuruh para bajingan itu untuk memperkosa dia?"
Sekali lagi akhirnya Brie menurut. Dia ingin mati sekarang. Ini hal yang paling memalukan yang pernah dia lakukan seumur hidup. Brie ingin menutupi dadanya dari tatapan lapar para laki-laki tapi Harry tidak mengijinkan hal itu terjadi.
"Berhenti menangis!!!" Bentak Harry lagi. Brie ingin menurut tapi bagaimana dia tidak menangis di situasi seperti ini. Brie manusia normal. Dia wanita normal. Akan tidak wajar kalau dia tidak menangis. Dia bukan seorang jalang.
Harry menarik rambut Brie lagi dan membawa Brie berdiri menghadap lima pria yang fokusnya beralih memandang dada terbuka Brie. "Cium mereka. Masing-masing lima menit."
Brie menoleh ke Harry meminta kejelasan tapi Harry sekali lagi mengulang perintahnya. Harry benar-benar membuat dia seperti jalang sekarang.
"Kenapa? Kau menolak lagi? Apa kau mau aku suruh lima orang ini memperkosamu sekarang? Di depan orang banyak?"
Brie menahan kepalan tangannya dan sekali lagi menjadi bodoh. Pria pertama adalah seorang pria berbadan jangkung sehingga dia harus sedikit membungkuk untuk membungkam mulut Brie. Dia mencium Brie agak tergesa, beberapa kali tangan dia juga lancang meremas dada Brie yang menggelantung. Brie merasa begitu rendah. Tangis dia semakin deras.
Pria kedua adalah pria bermata biru terang dengan rambut pirang acak-acakan. Dilihat dari wajahnya, anak ini pasti masih kelas 10*. Tapi anak ini punya nafsu yang sangat menggebu. Dia mencium Brie seakan tidak ada hari esok, dan lagi-lagi tangan anak itu bebas memainkan dada Brie. Perlakuan macam apa ini? Lebih baik Brie mati sekarang!
Belum sempat ke pria ketiga tubuh Brie sudah ditarik paksa oleh Harry. Brie bersyukur karena dia benar-benar tidak bisa melakukan tindakan itu lagi. Dia hancur...
"Kau dua orang brengsek! Aku tidak memintamu untuk memainkan tanganmu seperti tadi? Dan kau..." Harry menampar Brie lagi, mungkin Harry sudah menjadikan tamparan dia ke Brie sebagai hobi. "Kau jalang brengsek! Kenapa kau pasrah saja diperlakukan seperti itu? Kemana harga dirimu sebagai seorang wanita?"
Lucu sekali!
Brie tidak bisa menahan tawanya. Harry membuat dia kehilangan harga diri dan kini dia menanyakan kemana perginya harga diri Brie? Apa Harry terlalu bodoh sampai tidak sadar kalau ini semua adalah perbuatannya... dia yang meminta Brie melaksanakan hal gila itu dengan orang-orang asing ini.
"How dare you to laughing in this fucking situation, whore!"
"Bunuh aku sekarang, Harry. Bunuh aku sekarang! Jika kau muak melihatku, hentikan permainan ini dan bunuh aku!"
Tidak ada lagi yang Harry katakan. Dia hanya menatap Brie jijik sebelum akhirnya pergi meninggalkan Brie dengan kondisi mengenaskan seperti ini. Brie duduk berlutut dan membenamkan kepalanya di lututnya, dia menangis sesegukan. Dia tidak berani mengangkat wajahnya lagi, dia sangat memalukan untuk seorang wanita.
Dia bahkan tidak sadar saat Liam membungkuskan jaketnya lagi ke badannya. Dia juga tidak sadar saat Liam membawa dia pergi. Otaknya sudah kosong. Brie tidak tahu lagi bagaimana harus hidup sekarang.
***
Emily tidak percaya ini semua. Dia tidak mengira kalau penyebaran fakta tentang kejahatan Brie akan menimbulkan risiko seperti ini. Dia tidak sangka Harry akan sekasar itu pada Brie.
Emily itu seorang wanita juga dan dia sama sekali tidak tega melihat Brie, sepupunya, diperlakukan hina oleh Harry di depan umum.
Bodohnya Brie tidak melawan. Brie yang biasanya kuat itu tidak menolak satu pun perintah Harry! Apa yang ada di pikiran anak itu!
Jadi Emily sekarang datang ke rumah Harry. Rasa suka dia pada Harry hilang dalam sekejap, sisi busuk Harry membuat Emily muak. Heran kenapa dia dulu bisa cinta mati pada orang ini!
"Dimana Harry?" tanya Emily pada Niall yang mukanya makin lebam dari hari ke hari.
"Sebaiknya jangan kau temui dia sekarang. Dia ada dalam situasi yang tidak bagus."
"Aku bilang dimana Harry!"
Niall melotot karena terkejut Emily bisa emosi seperti itu. Dia menghela napas panjang dan memberi tahu kalau Harry sedang menyendiri di perpustakaan rumahnya.
Emily langsung masuk ke perpustakaan itu tanpa mengetuk lebih dulu. Di dalam perpustakaan Harry tengah duduk di sofa sambil mengesap botol minuman entah untuk ke gelas berapa. Mengenaskan sekali kondisi Harry, dia seperti bukan Harry Styles.
"Well... Lihatlah siapa yang datang! Si dalang penyebar gosip. Sudah puaskah kau melihat saudaramu menderita? Apa kau masih belum puas?"
"Hentikan Harry! Jangan kau ganggu Brie lagi."
Harry tertawa kencang, dia melempar botol minumannya ke samping Emily. Well, untung saja Harry mabuk jadi dia fokus matanya agak kurang. Kalau Harry sadar, mungkin Emily akan gegar otak sekarang.
"Siapa kau berani menyuruhku?"
"Harry, kenapa kau seperti ini? Kau dulu menolak ku karena kau bilang kau cinta dengan Brie. Tapi sekarang kau malah memperlakukan itu ke Brie. Kemana rasa cintamu dulu?"
"Cinta? Haha... Tolol! Aku tidak mencintai dia. Aku hanya main-main dengan dia. Lagipula buat apa aku cinta pada pembunuh adikku sendiri!!"
"Adikmu mati karna bunuh diri, Harry. Bukan Brie yang membunuhnya."
"Brie yang membunuh Megs! Dia yang menyuruh Megs mati."
"Tidak seperti itu. "
"Shut up!!! Hentikan ocehanmu kalau kau tidak mau diperlakukan seperti Brie."
"Aku tidak takut. Harry, coba kau tanya pada hati kecilmu. Apakah kau benar-benar ingin merusak Brie dengan cara seperti itu?"
"Aku bilang berhenti bicara!"
"Kau masih mencintai dia Harry. Maafkanlah Brie. Dia punya masa lalu yang buruk memang tapi dia sudah berubah. Kau sendiri yang bilang kalau Brie adalah malaikatmu."
"Hentikan!!!" satu lemparan botol lagi, yang lagi-lagi meleset dari target. "Keluar kau! Get the hell out."
"Aku yakin mau masih menyukai Brie. Jadi hentikan semua ini sebelum terlambat."
"Get out!" lemparan botol lagi, kali ini nyaris sekali kena kepala Emily, untung Emily bisa menghindar. "Get the fucking out!!!"
Emily akhirnya memilih untuk pergi. Setidaknya dia sudah menyampaikan apa yang dia ingin katakan. Emily bukan ahli membaca pikiran orang, tapi Emily yakin Harry masih menyukai Brie. Ini peringatan buat Harry karena Emily yakin Brie akan terguncang jika terus-terusan diperlakukan seperti ini. Emily takut Brie akan bertindak bodoh dengan bunuh diri.
***
Brie menatap pisau dapur besar di depannya. Dia mengelus pisau itu sambil tersenyum. Dia tertawa kencang, "Kau temanku sekarang. Tolong bantu aku sebagai teman." Brie menyium pisau itu dan mengarahkan pisau itu ke perutnya sendiri. Tapi belum sampai ke tujuan, Brie berhenti. Dia menangis keras.
"Ayo... tangan bodoh! Kenapa kau berhenti! Ayolah... bunuh aku sekarang!"
Tapi tidak ada yang terjadi. Brie tertawa kencang dan melempar pisau itu hingga tertancap ke lemari kayu di dapurnya.
Brie tertawa kencang lalu menangis di detik berikutnya, "Aku mau mati!!! Aku benar-benar mau mati... tapi kenapa aku tidak bisa melakukannya sendiri? Kenapa aku takut?" racau Brie tak jelas.
Tak lama kemudian Liam datang lagi. Dia kembali membawa Brie dalam pelukan. "Aku mau mati, Liam. Bunuh aku."
"Brie... sadarlah. Kau tidak boleh berpikir untuk mati. Kau masih muda."
"Muda dan rusak? Bunuh aku Liam sekarang kalau kau mau aku anggap teman!"
"Tidak akan, Brie. Kau memang bukan temanku. Kau adalah orang yang harus aku jaga. Kau sahabatku."
"Aku mau mati, Liam."
Liam mengeratkan pelukannya. Entah karena faktor letih sehabis menangis atau letih secara psikis karena keseluruhan kejadian yang terjadi padanya dalam satu hari ini. Brie tertidur di pelukan Liam. Berharap dia akan bermimpi bertemu seorang nenek sihir yang membuat dia terjebak dalam tidur selamanya.
***
A/N :
*) Well... itu yang kelas 10... setahu gue ya UK emang pake sistem grade kayak di Indo. Nggak kayak di US yang pake freshman, saphomore, junior, senior. Atau French yang pake Seconde, première, atau Terminale... Well... just info aja.
Harry brengsek?
Brie bodoh karena nggak ada perlawanan sama sekali?
Ya... namanya juga cerita fiksi dengan gue sebagai penulis yang suka banget buat tokohnya menderita.
Udah cukup menderita belum si Brie? Apa masih kurang?
Huft... kalau menderita gini gue berharap Brie mati aja sekalian. Wkwk.
Btw gue naikin rate nya jadi dewasa walaupun nggak ada adegan ugh ugh yang terlalu eksplisit tapi terlalu banyak adegan dan bahasa kasar di cerita ini. Wkwk
Makasih ya udah nggak bosen baca. Well... apa udah bosen ya? Tenang nggak lama lagi penderitaan kalian baca cerita ini bakal selesai kok. 😂😂😂
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro