Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#18 Devil's Side

Harry membawa tubuh Brie mendekap ke dadanya. Dengan sangat lembut dia membelai rambut Brie, Brie menikmati perlakuan itu. Mata dia terpejam dan lekukan di bibirnya mulai naik ke atas. Harry berhasil menenangkan Brie. Well, memang benar kalau seks adalah peredam emosi yang baik.

"Brie..."

"Hm?"

"Tell me about your past."

Permintaan ini membuat Brie melepaskan pelukannya dan menatap Harry penuh pertimbangan. Walaupun pada akhirnya, Brie mengalah. Harry puas, pengaruh dia ke bisa sebesar itu.

"I am really bad person, Harry." Suara Brie sangat pelan dan penuh keraguan. Harry mengerti Brie sedang tidak nyaman sekarang jadi tangan dia dengan lembut membelai punggung polos wanita itu, berharap membawa ketenangan.

"So what? I'm bad too."

"Okay... but promise me one thing...Jangan pernah tinggalkan aku."

Harry tidak menjawab, dia mengangguk dan membenamkan bibirnya ke puncak kepala Brie. "Jadi kau siap untuk bercerita?"

Brie mengangguk sekali lagi. Dia kembali ke pelukan Harry. Dan menceritakan semua hal ditemani detak jantung Harry.

"Dulu aku anak yang sama sepertimu. Aku bergaul dengan anak-anak yang punya kuasa di Paris. Kau sudah pernah melihat mereka."

"Yang di klub waktu itu?"

"Ya... Jenner bersaudara, mereka berdua temanku." Brie lalu menggeleng, "Maksudku mantan temanku."

"Lalu?"

"Dari kita masih di Collège(SMP dalam French), kita senang untuk merendahkan orang lain. Aku terlalu terbawa atmosfer, aku benar-benar jahat dulu. Dan karena bergaul dengan dua orang itu, aku pun jadi sangat nakal. Waktu umurku masih Quatrième (kelas 3 smp---13/14 tahun), aku sudah main ke klub dan ya kau tahulah."

Rahang Harry mengeras, dia tidak suka membayangkan Brie terlentang dengan tubuh polos untuk memuaskan pria lain. Rasanya menjijikan sekali membayangkan hal itu.

"Lalu?" Harry ingin cepat-cepat agar Brie mengganti topik pembicaraan mereka.

"Lalu aku jadi sangat amat menjijikan. Keluargaku bahkan tidak sudi tinggal bersamaku. Mereka membiarkan aku melanjutkan sekolah di asrama wanita yang peraturannya sangat ketat. Tapi aku punya banyak ide. Aku bisa menyelundupkan alkohol bahkan drugs."

"Wait... so are you junkies?"

"I used to but I'm clean now."

"Lanjutkan."

"Aku benar-benar tidak bisa dihentikan. Aku selalu melanggar peraturan dan orangtuaku selalu mendapat teguran. Mereka marah besar, aku bahkan berkali-kali kena tampar. Lalu aku ditendang dari asrama satu ke asrama lain. Aku bertahan di satu asrama tidak lebih dari tiga bulan sebelum aku pindah ke asrama lainnya. Karena asrama tidak membuatku jera, orangtuaku membebaskanku. Mereka bilang sudah tidak peduli padaku lagi. Dan aku pun kembali ke ke sekolah formal saat masuk Lycée (SMA), aku kembali bertemu lagi dengan dua Jenner. Kejahatanku pun semakin menjadi."

Brie berhenti bercerita, dia kembali larut dalam tangis. Harry membiarkan dadanya di penuhi airmata Brie. "Tenanglah."

Butuh sekitar sepuluh menit bagi Brie untuk kembali bercerita. Suara dia makin serak dan sengau. "Lalu ada satu gadis, nama dia Meghan. Saat itu aku Première (kelas 2 SMA), dan anak itu masih Seconde (kelas 1 SMA), aku begitu keras dan berkuasa pada anak itu. Well, tidak hanya anak itu karena banyak orang yang takut sekali denganku. Aku melakukan hal-hal yang sangat kasar pada mereka. Terutama kaum kepada para gadis, aku mempermalukan mereka. Dan Meghan adalah korban yang paling empuk dijadikan sasaran karena dia sangat polos dan nerd."

"Aku menyuruh Megs untuk ikut ke klub. Lalu..." Brie menggigit bibirnya menahan tangis lagi, "Lalu aku menyuruh beberapa laki-laki untuk memperkosa dia. Saat itu aku sangat jahat, aku melakukan hal gila itu karena desakan Jenner yang bilang aku terlalu lembek. Aku tidak suka dibilang lembek."

Jantung Harry berdetak sangat sangat sangat cepat. Dia menahan segala rasa yang sudah berkecamuk di dalam dadanya sebelum dia masuk ke kamar apartemen ini. Tapi cerita Brie membuat emosi Harry goyah.

"Megs memohon padaku tapi aku malah tertawa, aku bahkan merekam kegiatan mereka. Astaga, aku jahat sekali!!!" Brie berhenti lagi dan menangis selama sepuluh menit lagi, skema yang sudah membuat kesabaran Harry makin tipis.

"Jangan berhenti, ceritakan lagi!" desak Harry, nada suaranya sudah mulai meninggi. Brie yang sadar perubahan suasana hati Harry tidak lagi memeluk tubuh Harry, dia bahkan tidak berani memandang mata Harry langsung. Harry menduga kalau Brie pasti berpikir kalau Harry sudah jijik dengan Brie padahal dalam kenyataan lebih dari itu.

"Lalu sebulan kemudian... Megs datang kepadaku menangis sangat kencang dan bilang kalau dia hamil."

"Lalu apa yang kau lakukan?"

"A-aku tidak suka kebawelan dia. Jadi aku menyebarkan video mesum dia agar dia berhenti mengangguku. Aku dulu benar-benar bodoh, aku tidak berpikiran jernih."

"Teruskan."

"Megs besok harinya ditemukan mati di kamarnya karena overdosis."

Harry langsung bangkit dari tempat tidur. Dia memakai pakaian dia agak terburu-buru. Tanpa sekalipun memandang mata Brie.

"Kau mau kemana?"

"Aku harus pergi. Ada urusan dengan Niall dan Louis." Setelah berpakaian lengkap Harry kembali ke atas ranjang, dia memeluk tubuh Brie sangat erat, "Jangan takut untuk datang ke sekolah besok. Kau itu gadis kuat. Masa lalu tidak layak membuat kau depresi, yang terjadi dulu, lupakanlah."

"Hal itu sangat sulit, Harry. Aku merasa bersalah sekali. Aku yang membunuh mereka. Megs yang sangat polos dan bayi yang bahkan belum lahir."

"Ada aku di sisimu, percayalah hatimu dan aku."

Brie makin mengeratkan pelukannya, "Merci beaucoup, Haz."

"De rien."

"Haz..." Brie mengecup singkat sekali bibir Harry, "Je t'aime."

"I know."

Setelah itu, Harry langsung pergi dari apartemen Brie Harry mengamuk dan menyetir bagai orang gila di tengah jalan. Saat sampai ke rumahnya, hampir semua barang dia lempar dan pecahkan. Dia kalap. Dia emosi. Dia marah. Niall dan Louis yang ada di rumah itu bahkan ikut dapat getah, Niall terkena lemparan vas bunga di keningnya dan Louis mendapatkan beberapa pukulan kencang Harry yang sampai membuat dia pingsan. Harry bahkan tidak peduli kalau mereka berdua mati, Harry tinggalkan saja dua orang itu di ruang tamu dan dengan langkah goyah Harry menuju kamarnya.

Harry membuka ruang tertutup di kamarnya, ruangan itu sangat dingin karena tak pernah Harry masuki. Di ruangan itu ada beberapa barang wanita seperti boneka beruang coklat yang sangat besar, ratusan buku, beberapa pasang sepatu sports, dan yang paling penting foto-foto yang Harry pajang untuk memenuhi seluruh cat putih di dinding.  Harry memandang foto-foto itu nanar dan mengambil satu dari ratusan foto.

Di foto itu Harry masih berumur sepuluh tahun, dia tengah memeluk seorang gadis dengan gigi kawat yang umurnya terpaut satu tahun di bawah Harry. Mereka berdua tertawa sangat lepas dengan kue ulang tahun di depan mereka. Harry ingat, saat itu dia sedang berulang tahun. Tapi gadis itu tidak mau terima, dia juga ingin ulang tahun. Jesus, dia rindu saat-saat itu.

Harry mengelus foto itu, satu tetes airmata jatuh, "Maafkan aku, Megs. Aku bukan kakak yang baik. Aku bahkan menyukai pembunuhmu."

Sebelum Harry masuk ke apartemen Brie, dia sudah menggali masa lalu Brie. Dan fakta menyakitkan membuat dia ingin rasanya membunuh Brie saat itu juga, tapi dia menahannya. Dia berakting cukup baik, namun cerita panjang Brie makin membuat hawa membunuh Harry meningkat sangat besar. Harry makanya buru-buru pergi... dia tidak mau membuat seseorang mati tanpa penderitaan.

Harry sudah tidak merasakan apa-apa lagi ke Brie. Cinta yang dulu dia tangisi dan perjuangkan sepenuhnya berganti jadi benci tak berujung. Mungkin dia kena karma... dia sangat brengsek dan dia jatuh cinta pada orang yang sama-sama brengsek. Orang itu bahkan sudah membuat adiknya menderita. Harry tidak habis pikir adiknya yang sangat polos itu diperkosa lalu diperlakukan seperti itu. Dia benar-benar kakak yang tidak patut dicontoh. Dia dulu hanya tahu adiknya mati bunuh diri tanpa tahu penyebabnya, dia kira Megs melakukan itu karena tak tahan dengan situasi keluarga. Tapi lebih dari itu, ada seorang jalang yang menjadi dalang.

Rahang Harry mengeras, tangan kanan dia terkepal, mata dia tak juga lepas dari foto lama di genggamannya, "Aku bakal balas rasa sakit hatimu. Promise."

***
Harry tersenyum puas saat melihat Brie masuk ke sekolah hari ini. Banyak yang menatap Brie penuh tanda tanya tapi mereka tidak bisa apa-apa, Brie itu kekasih Harry, tapi yang mereka belum tahu... Harry akan memperlakukan Brie sebagai acara ajang balas dendam.

Ketika Brie mendekatinya, Harry tidak langsung memeluk Brie. Dia malah menyium Emily, ya, kemarin dia sudah meminta Emily agar mau bermain-main lagi dengannya. Harry kira Emily akan menolak karena sakit hati, nyatanya anak itu malah antusias. Harry tahu sekali Emily yang menyebarkan pesan viral itu. Emily tidak menyukai Brie.

Mata Brie terbelalak tak percaya melihat Harry bermesraan dengan Emily tepat di depannya. Orang-orang di sekitar pun heran.

"Harry!!!" Kemurkaan Brie membuat Harry menghentikan aksinya. Dia melihat sekilas bibir Emily sudah bengkak karena tindakan agresifnya.

"Apa yang kau lakukan!" desis Brie yang matanya sudah berkaca-kaca. "Kau bilang tidak akan pernah menyakitiku. Kau bilang kau akan perjuangkan cintamu. Kau bilang kau tidak akan pernah meninggalkanku. Kau bilang kau cinta padaku!"

Sudut bibir Harry terangkat, dia berjalan mendekat dan kini ada persis di depan Brie. Tanpa perasaan apapun, kini dia menyium bibir Brie. Tapi Brie terus mendorong, dan malah melayangkan tamparan dia ke pipi Harry.

"I hate you!"

Harry mengelus pipinya, dia menahan tangan Brie agar anak itu tidak pergi dari hadapannya. Dia tertawa kencang lalu meraba jari-jari tangannya ke leher Brie sebelum dia mencekik leher itu. Brie melotot, berusaha melepaskan tangan Harry dari lehernya.

"Cinta?" Harry tertawa kencang, "Aku tidak mencintaimu, slut. Dan sama sepertimu, aku juga membencimu!"

"Le...pas...kan..." Brie memohon, sekarang mata yang menantang tadi berubah menjadi ketakutan.

Harry melepaskan cekikannya tapi permainan belum selesai. Harry belum puas, kebencian dia sudah sangat amat tinggi dan tentu saja itu butuh pelampiasan yang setimpal. Brie belum sempat mengatur napasnya, Harry malah melayangkan tamparan sangat kencang di pipi kanan Brie. Dia juga menarik kencang rambut Brie, anak itu meronta berkali-kali minta di lepaskan tapi Harry tidak peduli, dia malah menampar lagi pipi kanan Brie agar gadis itu diam.

Yang menonton disana tidak mengerti apa yang terjadi. Harry belum pernah bertindak sekasar ini pada wanita, Harry biasanya menyerang wanita secara psikologis bukan lewat jalur kekerasan. Emily juga termasuk orang-orang yang heran. Ada apa sebenarnya?

Harry lalu mendorong Brie kasar sekali hingga anak itu tersebut di dinding koridor. Harry sekali lagi menyekik leher Brie, lalu tangan satunya membenturkan kepala Brie ke tembok, dengan kekuatan penuh. Harry tidak peduli pada rintihan Brie, dia juga tidak peduli sudah ada darah yang keluar di kepala Brie akibat permainannya. Tapi well, karena sudah ada darah, dia rasa cukup menyerang Brie secara fisik. Sekarang waktunya permainan psikologis.

Harry melepaskan kancing baju Brie tergesa-gesa. Dalam hitungan detik kemeja putih Brie sudah tanggal dan sekarang Brie hanya mengenakan bra hitam yang dulu Harry sukai, cih, menyebalkan sekali. Karena merasa belum puas, Harry juga melepaskan kaitan bra Brie, anak itu tidak bisa protes karena dia masih lemas. Brie sudah membuat tubuh polos Megs dicicipi oleh beberapa bajingan dan dia mau sekarang anak itu merasakan apa yang dulu Megs rasakan. Harry ingin mempermalukan Brie di depan umum.

Harry meremas dada polos Brie sangat kencang. Sial, sayang sekali Brie memakai celana jeans yang sangat ketat jadi akan sangat sulit untuk menelanjangi Brie. Tapi tak apa, Brie sudah mendapat malu... sama seperti apa yang Megs rasakan dulu.

Karena tubuh Brie masih melemah, Harry pun menghentikan aksinya. Dia memandang seluruh orang yang menonton kejadian barusan.

"Nikmatilah selagi kalian bisa menikmatinya." Harry lalu meludahi Brie. "Jangan sungkan untuk bertindak kasar pada anak ini. Asal kalian tahu... anak ini sudah membuat seorang gadis polos dipermalukan, diperkosa oleh orang suruhannya, bahkan dipaksa mati oleh dia. Dan kalian tahu apa hal yang paling menarik disini? Gadis polos itu adikku!!! Jadi silakan kalian bantu balaskan dendamku."

Harry lalu kembali menunduk dan mencengkeram rahang Brie kencang. Anak itu masih belum pingsan, dia malah menangis, "Maafkan aku, Harry. Maaf..."

Harry kembali menampar pipi Brie, "Maaf? Apa permintaan maafmu bisa membuat adikku bangkit dari kematian, brengsek!!!"

"Harry... aku tahu aku salah. Aku memang jahat. Aku tahu aku tidak layak dimaafkan. Tapi---"

Satu tamparan lagi melayang, "Kalau kau merasa bersalah, kau harus masuk besok dan besoknya lagi. Kau harus merasakan apa yang Megs rasakan dulu, kau mengerti?"

Brie mengangguk lemah, air mata dia makin bertambah banyak.

Harry bangkit dan menendang perut Brie sangat kencang, "Silakan kalian nikmati." kata Harry pada anak-anak yang menonton sebelum dia pergi melenggang dengan Emily yang mengikutinya.

"Harry, apa kau tidak keterlaluan?"

Harry berhenti lalu memandang Emily penuh amarah, "Diamlah kalau kau tidak mau diperlakukan seperti sepupu brengsekmu!!!"

Harry menoleh ke belakang, yang dia mau ternyata tidak menjadi kenyataan. Ada teman Brie yang datang dan membungkuskan jaket nya di tubuh Brie. Bahkan anak-anak lain tidak ada satu pun yang menuruti perintah Harry, mereka malah memandang Brie dengan iba dan membatu Liam menolong Brie!

Sial... buat apa wanita jalang itu dibela?
Tapi it's oke kalau mereka tidak mau membantu. Selama Harry masih hidup, maka selama itulah Harry tidak akan biarkan hidup Brie tenang. Ini semua demi Megs, adik tirinya yang sangat dia sayangi.

***
A/N :
Sorry ya gue update nya lama mulu. Abis feel gue buat nulis susah banget di dapet. Belum lagi bentar lagi uts 😧. Jadi nanti update nya nanti lama lagi ya...

Oh ya buat @IndriHoran1 ... selamat jawabannya emang yang paling bener karena korban bully Brie emang keluarganya Harry...

Gue udah bilang Harry bakalan brengsek kan?
Ini udah sadis belum sih? Well... karena gue orangnya baik hati jadi gue nggak tegaan... wkwk. Maafkan ya kalau Harry kurang brengsek... haha.

Oh ya kalau ada typos bilang ya...

Merci😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro