Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#14 Devil's Side

Harry merasakan hal yang sangat jauh berbeda sekarang. Tubuhnya bergerak tanpa kendali tapi hatinya terasa sangat kosong. Ada sesuatu yang tak seharusnya, puzzle yang menyatukan tubuh dia dan gadis di bawahnya ini sangatlah tidak cocok. Harry terus menutup matanya di persetubuhan dia dan wanita itu, dia membayangkan Brie yang meneriaki namanya, bukan wanita jalang yang rela begitu saja memberikan tubuhnya sementara dia punya sudah punya tunangan.

Harry juga memejamkan mata untuk menghindari diri dari perasaan bersalah. Belum pernah rasa ini muncul, dia brengsek sekali. Dan kali ini dia tidak suka dengan istilah ini.

"Harry." Carly, Charlotte atau siapalah namanya itu melenguh menikmati sensasi menuju ke surga yang ditorehkan Harry. Sementara itu Harry berbanding terbalik, dia tidak menikmati malah dia sangat jijik.

Seusai berhubungan Harry langsung pergi tanpa menoleh ke dalam mata wanita itu. Tak lupa dia juga melemparkan segepak uang ke tunangan Louis, karena jalang harus diperlakukan seperti jalang. Anehnya sudah diperlakukan hina, wanita itu malah semakin bertingkah jalang. Dia memungut uang yang berserakan di lantai itu dan menggumamkan kalimat menjijikkan, "Thanks for the money. You can call me anytime you want, babe. Asalkan kau menaikkan tarifnya di tiap kencan kita. Kau itu makhluk aneh, aku menyukainya. Liar tapi sulit untuk di taklukkan. Aku jadi penasaran."

Harry berdecih, dia nyaris saja meludahi gadis kalau saja tidak ada gangguan dari notifikasi ponselnya. Ada pesan dari Brie yang meminta dengan emoticon peluk dan cium. Pesan itu adalah kode kalau Harry harus segera menelpon Brie. Dengan gerakan cepat dia keluar dari hotel itu dan menelpon gadis kesayangannya.

"Kau sedang apa?"

"Aku mau pergi belanja keperluan untuk Natal."

"Mau aku temani?"

Tidak ada suara. Harry memeriksa layar ponselnya, sambungan mereka masih tetap terjaga. "Brie? What's wrong?"

"Kau tidak sedang bercanda, kan?"

"Dimana letak candaannya saja aku tak tahu."

"Harry, kau mau menemaniku untuk membeli keperluan natal?"

"Ya, memang kenapa?"

Tawa disana menggelegar, suara nyaring Brie menjadi simfoni lembut di kuping Harry. Harry berharap dia ada di depan Brie sekarang, melihat tawa itu secara langsung.

Harry membiarkan Brie terus tertawa, sementara matanya terpejam menikmati lantunan merdu suara tawa itu. Sayang tawa itu hanya sebentar, beberapa menit kemudian, di saat Harry sudah naik Maybach hitamnya, Brie berhenti tertawa dan mulai melanjutkan percakapan normal.

"Kau serius untuk ikut denganku?"

"Aku bahkan tidak pernah bercanda."

Helaan napas panjang terdengar, "Baiklah, kalau begitu jemput aku di apartemenku."

"Aye aye captain."

"Oh, ya... aku mau bertanya apa kau pernah sekali saja seumur hidupmu untuk belanja keperluan natal?"

"Nope. This is the first time."

"Wow... kalau begitu bersiaplah menerima kejutan besar, mon mec."

"What---"

Sambungan terputus, Harry melihat ponselnya yang sudah mati total karena lupa diisi daya. Tapi tak apa, untunglah dia sudah sempat menelpon Brie bahkan dia akan belanja bersama Brie. Bloody hell, pantas saja Brie tertawa puas, Harry juga geli membayangkan dirinya belanja. Well, selama ini dia tidak pernah belanja, semua kebutuhan dia selalu tersedia di tempat karena dia punya asisten khusus untuk penampilan dia. Dan sekarang, dia harus menemani Brie belanja. Keperluan natal pula?

Rasanya aneh sekali, tapi Harry senang membayangkannya. Tingkah ini memang sangat kecil tapi dampaknya pasti besar, Harry yakin Brie akan kembali luluh padanya karena sikap dia kali ini. Damn, Harry tidak sabar segera ke apartemen kecil Brie lalu pergi ke salah satu mall ternama di London dan yah... dia akan menghabiskan waktunya untuk memilih pernak-pernik hiasan natal, just like a couple thing do, right?

***
Harry pergi ke mall tanpa memakai pakaian kebangsaan dia. Dia tetap memakai baju biasanya, tanpa ada satupun penampilan yang dia tutupi. Toh dia berkeinginan untuk memamerkan kekasihnya ke hadapan publik, jadi saat semua orang sudah tahu Brie itu siapa, tidak akan ada lagi yang menganggu miliknya seujung kuku. Orang-orang memandang mereka sesekali tapi kebanyakan dari mereka tampak tak peduli karena yahh... ada bencana besar.

Situasi ini memang layak disebut bencana. Semuanya di luar ekspektasi Harry. Bayangan dia berjalan tenang dan memilih sesuka hati barang yang dia atau Brie mau sambil membawa troli hanyalah angan pahit yang harus dia buang jauh-jauh. Suasana mall di satu minggu menjelang natal sangatlah kacau, terlalu banyak orang yang hadir dan berkerubung bagai semut yang berebut gula.

Harry kira di hari seperti ini, hari yang mendekati hari puncak, semua kebutuhan pernak-pernik natal sudah dipasang cantik jauh-jauh dari sebelum hari puncak. Tapi kenyataan bilang kalau di hari seperti inilah mal penuh dengan para fashionista. Harry memilih melihat saja dari kejauhan.

Dia lihat Brie terimpit oleh dua badan ibu-ibu raksasa. Tanpa pikir dua kali, Harry langsung menarik lengan Brie agar jauh-jauh dari neraka itu. Baru juga lima menit Brie masuk ke arena pertempuran, rambutnya sudah persis seperti singa.

"Kita lebih baik pulang."

Harry menawarkan pilihan paling bijak padahal tapi Brie malah melotot, "Kau gila! Aku bahkan belum dapat apa-apa. Aku juga belum beli kado natal buatmu."

Harry menautkan alisnya, "Kau mau membeliku kado natal dan kau membawaku? Bukankah itu seperti membuka rahasianya lebih dahulu?"

"Apa perlu aku ingatkan kalau awalnya aku ingin pergi sendiri? Merde, aku tak sangka mall akan sepenuh ini."

Harry langsung merangkul tubuh Brie. Dia membawa mulutnya ada di belakang kuping Brie dan mulai berbisik serak, "Aku tidak butuh kado natal apapun darimu, mon ange. Kau tidak sadar kalau kau adalah kadoku? Kado paling bagus yang diberikan Tuhan untukku."

Semburat merah tercipta di pipi pucat Brie. Harry mencubit gemas hidung mancung Brie, dan tanpa malu mendaratkan bibirnya sekilas di bibir Brie. Kalau saja disana tidak banyak orang, Harry pasti akan berani melakukan tindakan lebih. Mencium Brie selama sepuluh menit pun bisa dia lakukan. Sayangnya terlalu banyak orang di tempat itu, kebanyakan dari mereka bahkan membawa ponsel mereka dan merekam kegiatan yang Harry dan Brie lakukan atau mendadak menjadi paparazzi. Well, ini bukan karena Harry malu, semua ini karena Brie. Harry tidak mau Brie marah karena PDA yang dia lakukan ini.

"Harry!" jerit Brie setelah ciuman super singkat itu.

"Sorry, dear. Aku selalu tidak tahan kalau melihat wajahmu."

"Harry!"

"Damn... tidak bisakah kita pulang sekarang dan melakukan tindakan yang harus kita lakukan?"

Brie terbebas dari rangkulan Harry, dia pun langsung menyentil dahi Harry. "Apa di otakmu tidak ada hal lain selain seks?" desis Brie mencoba untuk marah tapi Harry tahu anak itu di sisi lain juga tengah menahan senyuman lebarnya.

"Aku bahkan tidak menyebut seks daritadi. Apa kau yang menginginkan seks sekarang?"

"Merde, Harry!" Brie tanpa meminta ijin lagi langsung pergi dan kembali ke rombongan orang-orang seperti semut itu. Kali ini beberapa dari antara mereka seperti menjaga jarak agar tidak mencederai Brie, sosok pilihan anak  tunggal dari Sir Edward Styles.

Harry tersenyum makin lebar. Dia senang sekali menggoda Brie. Dan oh, untunglah berkat PDA nya tadi, Brie tidak mendapat kesulitan lagi. Harry yakin tindakan dia yang secara terang-terangan ini akan masuk ke berita infotainment. Buah simalakama, Brie bakal bisa mendapat kehormatan yang setiap hari Harry terima tapi Brie juga harus bersiap dengan segala kemungkinan buruk. Paparazzi adalah salah satunya. Paparazzi bahkan bisa jadi pembunuh, lihat saja apa yang mereka lakukan dulu pada puteri nomor satu Britania Raya. Tapi Harry tidak akan membiarkan siapapun menganggu Brie, tidak siapapun kecuali dirinya sendiri karena hanya dia  yang berhak berkuasa pada miliknya.

***
Harry melirik tas belanja yang dibawa Brie, bukan satu atau dua, tapi total ada sepuluh! Bagaimana bisa Brie membawa itu semua sendirian, dan buat apa semua barang ini? Kalau tahu begini jadinya, Harry akan menemani Brie masuk dan belanja bersama bukannya malah duduk tenang di mobilnya sambil bermain ponsel. Karena jenuh, Harry memilih untuk tinggal saja di dalam mobil, lagipula semua gadis disana benar-benar liar. Mereka berusaha mati-matian buat menarik Harry dalam tingkah mereka, membuat Harry muak saja. Harry pun pergi tapi dia meminta sopir pribadinya untuk memonitori setiap gerak gerik yang Brie lakukan. Sopir itu baru datang setelah Harry menelpon... Harry tidak butuh sopir kalau bukan untuk keperluan darurat. Urusan Brie sekarang adalah darurat.

Paulo membawa lebih banyak tas belanja dari Brie, kepala tanpa rambutnya saja sampai tak terlihat karena tas belanja yang sudah sangat menggunung.

"Harry, don't just stare us, help us. We need your help."

Harry belum pernah disuruh apapun selama hidupnya tapi perintah dari Brie langsung dia turuti tanpa pikir panjang lagi.

"Buat apa barang-barang ini?" tanya Harry sambil memasukan barang-barang Brie ke dalam bagasi mobil sedan yang tadi dibawa Paulo.

"Christmas's gifts."

"Sebanyak ini?"

Brie mengangguk, "Tentu saja sebanyak ini. Tapi sepertinya ini masih kurang."

"Damn, girl, you're positive crazy."

Brie membalas dengan senyuman lebar. Harry jadi bingung dengan gadis ini, dulu dia bilang dia ingin menghemat uangnya tapi sekarang dia menjilat ludahnya sendiri. Dia belanja sebanyak ini! Harry menyesali penolakan Brie atas unlimited card pemberiannya. Pokoknya Harry akan berusaha sekuat tenaga agar Brie memegang kartu jaminan untuk dia belanja.

Di perjalanan menuju apartemen Brie, ada satu masalah serius. Banyak orang yang berkumpul membentuk lingkaran seperti tengah menyaksikan suatu tontonan menarik. Mau tak mau Brie dan Harry harus turun. Ternyata di tempat keributan itu ada tiga orang gadis sekolah menengah pertama yang tertawa sambil membawa tinggi-tinggi kamera ponselnya dan merekam gadis seumuran mereka yang tak memakai pakaian atas---hanya bra putih, di cuaca sedingin ini.

Dasar anak cari perhatian. Harry suka membully memang tapi tidak di depan umum seperti ini. Dia suka melihat orang lain menderita bukan mencari perhatian publik. Harry menarik tangan Brie berniat untuk membawa Brie pergi dari tontonan tidak menarik ini, tapi Brie malah menolak ajakannya.

"Tunggu sebentar, Harry. Aku ada urusan dengan anak-anak ini."

Brie lalu membuka jaket tebalnya dan membungkuskan jaket itu ke tubuh pucat gadis yang sedang berjongkok karena menggigil kedinginan.

"Kau pergilah."

Gadis kecil itu memeluk Brie sebelum pergi terbirit menjauhi kerumunan ramai. Lalu Brie memulai aksinya, dengan tatapan garang, Brie menampar masing-masing pipi kiri dari tiga anak bau kencur tersebut.

"Kalian pikir kalian itu berkuasa, Hah? Kalian itu masih kecil, tahu apa kalian soal kekuasaan!"

Anak-anak itu diam menunduk mendengar ceramah Brie. Sementara Harry menonton sambil menyilangkan tangannya di bawah dada. Senyum melebar di bibirnya. Sudah berkali-kali Harry melihat Brie menjadi penyelamat, dan rasa bersyukurnya karena memiliki Brie semakin besar setiap saat. Harry itu iblis dan dia dipertemukan oleh malaikat. Dingin yang sudah mendarah daging di tubuhnya mendadak jadi hangat karena sikap dan perbuatan Brie. Kurang beruntung apa dia? Harry benar-benar serius menjalani hubungan ini dengan Brie.

Orang-orang baru sadar ada Harry di tempat itu setelah Harry memakaikan jaketnya ke badan Brie, dan membawa Brie mundur. Tidak pantas suara Brie dihabiskan untuk memberi petuah pada gadis gadis jalang itu, Harry mau suara itu diistirahatkan untuk teriakan spesial Brie menyebut namanya berulang-ulang di malam hari nanti.

Tidak salah kalau Harry menjatuhkan hatinya pada Brie, kelakuan Brie selalu membuat Harry tercengang. Harry tak menyangka ada orang sebaik dan setulus itu. Sampai di dekat wilayah sekitar apartemennya, Brie membagikan hampir seluruh belanjaan dia yang sangat banyak itu ke tuna wisma di jalanan itu. Damn, apa lagi yang kurang dari Brie. Cantik, check... Seksi, check... Pintar, check... Baik hati, check... Memuaskan di ranjang, check. Tidak ada yang buruk dari Brie, semuanya sudah sempurna.
***

A/N :
Boring ye? Iye gue sadar kok. 😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro