Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#11 Angel's Side

Dengkuran halus membangunkan dirinya. Itu bukan suaranya, suara itu terdengar sangat seksi di telinganya. Brie masih memejamkan matanya menikmati lantunan suara itu ditambah suara detak jantung teratur orang di sampingnya sekarang ini. Ya, kasur ini tidak hanya menampung dirinya tapi ada orang lain. Orang yang selalu menjadi nomor satu daftar orang yang harus dijauhinya.

Entah kenapa semalam suasana dan pergerakan hati Brie mengijinkan Harry merasakan tubuhnya secara intim. Mereka larut dalam buaian panas nafsu. Brie merelakan tubuhnya dicium di tempat paling sensitifnya dan membuat dia mengerang kenikmatan, Brie membiarkan Harry yang bekerja. Dia hanya terbaring, memejamkan mata, dan terus menuntut agar Harry memberikan apa yang dia inginkan. Kepuasan. Dan benar sekali, Harry sangat hebat dalam masalah ranjang. Harry membuatnya puas berkali-kali. Harry membuat dia merasa begitu sempurna. Apalagi cara Harry memperlakukan dia begitu lembut, mengikiskan segala kebencian yang terpendam di hati Brie. Brie menyerahkan segala hal malam itu pada orang yang tidak pernah terbayang di pikirannya.

Mata jernih Brie memandang wajah Harry yang jaraknya beberapa senti di depan wajahnya. Bangun pagi dengan wajah Harry di depannya, menyaksikan kepolosan Harry yang jarang orang lihat adalah hal terbaik di pagi harinya.

Brie sama sekali tidak menyesal telah memberikan tubuhnya pada Harry. Dia bukan gadis munafik ala roman picisan, terbuai dan merasa puas di malam harinya tapi begitu pagi datang akan berteriak menyalahkan semuanya pada sosok pria yang sudah membuat dia merasa nikmat. Bukan, Brie tidak suka bertingkah begitu. Mengapa harus berteriak dan menyesal ketika semalaman penuh dia merasa menjadi wanita paling sempurna dan bahagia?

"'Jour, mon ange." Harry membuka matanya, membalas tatapan Brie dan memasang senyuman manisnya, "Sudah puas memperhatikan wajah tampanku?"

Brie menggeleng. Bibir dia menyentuh lesung pipi Harry, "Belum. Aku belum puas." Brie lalu membiarkan Harry mengambil alih tugasnya. Ciuman pembuka yang panas dan dua sesi morning sex adalah hal yang pantas. Damn, dia benar-benar seperti jalang sekarang. Hanya butuh satu hari untuk Harry meluluhkan hati Brie.

"Kau akan ke tempat Em?" tanya Brie memperhatikan Harry yang baru keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di bagian bawah tubuhnya.

"Ya... mau kemana lagi?"

"Haz, berjanjilah padaku."

"Apa?" Harry memakai jeansnya sekarang.

"Jangan kau sentuh Emily."

Harry tersenyum miring, "Karena dia sepupumu?"

"Bukan. Karena aku tidak mau membagimu dengannya."

"Well..."

"Promise?"

Harry akhirnya mengangguk. Dia mendekat ke tempat tidur dimana Brie masih dibungkus oleh selimut putihnya, "your command is my duty, mon ange." satu kecupan singkat Harry berikan pada Brie.

Brie memang peduli pada Emily tapi sekarang yang dia inginkan adalah Harry. Dia adalah manusia egois, dia tidak sudi membagi tubuh Harry untuk dinikmati gadis lain. Hanya dia yang boleh menguasai Harry. Entah ini bisa disebut suka atau hanya obsesi, yang jelas Brie ingin selalu ada Harry di sisinya.

"Tapi kau juga harus berjanji padaku."

"Apa?"

"Jangan panggil aku Harry atau Haz, panggil aku
mon mec."

"Tapi aku bukan kekasihmu, aku hanya sebatas selingkuhan, right?"

Harry membelai rambut hitam Brie sangat lembut, dia mengecup harum tubuh Brie dari leher gadis itu. Brie sebisa mungkin untuk tidak kembali mengerang, damn, rasanya masih nyeri di bagian bawahnya. Dia belum siap jika Harry ingin meminta lagi.

"Secara teori memang Emily kekasihku tapi kau lupa kalau aku lebih dulu menjalin hubungan denganmu. Bahkan kau yang lebih dulu aku curi ciumannya dibanding Em."

"Jadi apa yang cocok untuk sebutan hubungan ini?"

"Entahlah..." Harry mengangkat bahunya dan kembali memberi ciuman panasnya ke leher Brie. Brie melemas, dia kembali terbuai tapi dia masih sayang tubuhnya, jadi mendorong Harry adalah jalan yang bagus. "Aku masih letih, Har---, maksudku Mon mec. Merde, bahkan di lidahku itu sangat aneh disebutkan."

"Kau akan terbiasa."

"Hm... pergilah, Em pasti menunggumu." kalau boleh jujur Brie tidak rela melepas Harry. Dia ingin menghabiskan sisa satu harinya di Paris satu hari penuh dengan Harry. Dia ingin membiarkan otak dan tubuhnya dikuasai Harry, karena dengan  cara itu dia bisa menghilangkan bayangan masa lalu dan kesalahan fatalnya. Dia sadar kalau dia punya hak untuk merasa bahagia, dan Harry sudah memberikan kebahagiaan itu.

***
Kebahagiaan sepertinya Emily berakhir di Paris. Kembali ke London, Harry menjadi pria yang lebih pendiam. Harry bahkan jarang menyentuhnya, jika Emily yang memulai ciuman lebih dulu, Harry akan membalas tapi tidak antusias. Harry jadi sangat berhati-hati. Emily khawatir kalau ini semua berkaitan dengan ajakan terbuka Emily untuk berhubungan badan.

Karena tak tahan dengan sikap menjauh Harry, Emily pun memberanikan diri untuk bicara empat mata dengan pria itu. Mereka sedang menjalin hubungan tapi mereka tidak seperti orang yang saling kenal, ini sama sekali tidak benar dan sesuatu yang salah harus diluruskan.

"Jadi apa yang mau kau bicarakan, my angel?"
Emily mengajak Harry ke ruang kelas kosong. Dia sama sekali tidak bernafsu untuk makan siang sekarang, dia harus menyelesaikan masalahnya dengan Harry lebih dulu.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau menjauh dariku?" tanya Emily langsung.

"Aku tidak menjauh, itu cuma perasaanmu saja."

"Kau menjauh Harry! Kau bersikap aneh belakangan ini. Apa ini karena aku mengajakmu berhubungan intim? Oke, fine kalau kau tak mau tapi please jangan menjauh dariku!"

Emily belum pernah berteriak pada siapapun seumur hidupnya. Dia selalu menahan apa yang dia tidak suka di dalam hatinya, tapi Harry pengecualian. Dia tidak mau Harry pergi darinya, suara teriakan yang keluar dari tenggorokan adalah bukti kalau dia desperate untuk menarik perhatian Harry.

"Tenanglah, my angel." Harry membawa tangan hangatnya menyapu air mata yang turun tanpa henti dari mata Emily.

"Aku tidak bisa tenang Harry! Aku benar-benar tidak mau kau menjauh!"

Harry pun membawa Emily ke pelukannya. Seluruh kekesalan Emily pun menguap begitu saja. Kehangatan yang Harry berikan ini sudah sangat cukup. "Aku tidak menjauh, Em. Aku disini untukmu."

"Kiss me."

"What?"

"Just kiss me with your heart."

Harry mendekat dan langsung melumat bibir Emily. Akhirnya Emily merasa kembali menjadi kekasih Harry. Ciuman ini yang Emily butuhkan. Dia ingin Harry dia yang agresif kembali. Emily berusaha sekuat tenaga untuk membalas setiap sentuhan Harry senakal yang dia bisa.

Emily mengerang dan menarik rambut Harry kencang ketika Harry sudah membenamkan kepalanya di dadanya. Emily tidak peduli kalau dia masih ada di sekolah. Yang dia inginkan sekarang hanyalah Harry. Dia tidak peduli orang bilang dia jalang. Damn, dia memang jalang. Dia jalang untuk Harry. Hanya untuk Harry.

"Harry..." Emily mengerang kembali, dia ingin merasakan kenikmatan ke tahap yang lebih lanjut, "Please touch me. Take me senseless. Please, make love with me." ujar Emily tidak sabar. Tangan nakalnya sudah membuka gesper Harry. Sebentar lagi dia akan merasakan Harry. Hanya butuh sebentar lagi.

Sayangnya gangguan datang di saat yang tidak tepat. Pintu kelas terbuka. Brie dan Liam melotot dan memerah melihat keadaan panas di ruang kelas apalagi dengan baju atas Emily yang hampir terbuka.

"Maaf sudah menganggu, kalian bisa melanjutkan kegiatan kalian lagi." kata Brie lalu menutup pintu kelas itu sangat kencang. Terlalu kencang. Hati kecil Emily mengatakan ada sesuatu yang salah.

Dan tiba-tiba saja Harry berteriak, "Damn!"

"Harry, what's wrong?"

Harry mengeraskan rahangnya. Dia melepaskan tangan Emily dari lengannya cukup kasar. Matanya jadi berubah gelap. Hati Emily berdenyut lagi, dia mencoba menyangkal hal yang tidak beres ini tapi orang bodoh pun tahu kalau ada apa-apa dengan Harry dan Brie. Brie marah dan Harry kesal? Apa mereka berdua bermain di belakangnya?

Tanpa apa kata apapun lagi, Harry pergi begitu saja. Nyaris terburu-buru. Dia bahkan tidak menatap Emily lagi, dia tidak melihat kalau Emily menangis lagi. Tangisan yang jauh lebih dalam. Jatuh cinta memang membuatmu terbang ke langit tapi ketika cinta itu mengkhianatinya, sakitnya seperti jatuh ke dalam jurang berduri. Sakit sekali.

Kebencian Emily pada Brie melaju ke tahap yang sudah tidak bisa dibendung. Dia benci sekali pada gadis itu. Kenapa dia selalu kalah dari Brie? Padahal Brie makhluk terjahat yang pernah Emily kenal. Mendadak Emily sadar, ada satu cara untuk menghancurkan Brie. Rahasia kelam Brie akan membuka topeng busuk gadis itu. Dia akan bongkar semua kejahatan iblis berwajah malaikat itu. Dia akan buat Brie jadi tokoh antagonis di cerita ini dan dia akan kembali merebut Harry. Dia harus mendapatkan Harry. Harus!

Tinggal tunggu waktunya saja. Dia berjanji akan membuat hidup Brie kembali ke neraka. Iblis memang pantas terkunci di neraka.

***

"Brie... just listen to me!" teriakan Harry yang membuat Brie menghentikan larinya. Dia butuh sendiri saat ini, dia butuh menghindar dari pria itu.

Brie sudah tahu sejak awal kalau Harry itu brengsek. Brie tahu dia akan dikecewakan oleh Harry. Brie tahu dan sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi konsekuensi itu tapi kejadian barusan tetap saja membuat dia sakit hati. Kemesraan Harry dan Emily yang intim menyalakan amarah besar di diri Brie.

"Fous-moi la paix! (tinggalkan aku sendiri!)"

"Brie, please... stop running!"

"What do you want now, Styles!"

Brie meladeni Harry. Meski sakit sekali melihat tampilan Harry. Rambut panjangnya terlihat kusut, bibirnya bengkak, dan bahkan gespernya belum terpasang sempurna.

"Kau sudah berjanji untuk tidak menyentuhnya!" desis Brie tajam.

"I'm sorry oke? Aku janji tidak akan mengulangnya!"

"Laki-laki dan janji itu bukan kombinasi yang bagus. Sebaiknya kita hentikan ini, dariawal ini sudah salah. Silakan kalau kau mau bermesraan dengan kekasihmu, aku angkat tangan. Aku sudah menyerah!"

"Brie, yang aku hanya mau dirimu."

"Liar."

"No... no... I'm serious. I'm so fucking serious."

Brie berusaha melepaskan dirinya dari sergapan tangan Harry yang mengunci tubuhnya. "Stop doing this, Styles. It's so wrong. Dari awal hubungan ini sudah salah."

"Brie... I..." Harry menunduk. Dia kesulitan mengeluarkan kata-katanya. "I love you." Setelah kata yang tertahan beberapa detik itu keluar dari tenggorokan Harry, Brie merasakan sengatan lega yang sangat luar biasa. Itu yang sudah dia tunggu. Kata-kata itu memang terdengar kaku tapi Brie bisa merasakan perasaan Harry disana.

"Hentikan taruhanmu dan akhiri hubunganmu dan Emily, jika kau masih mau aku ada di sisimu."

Harry melebarkan senyuman bahagianya. Brie membalasnya juga dengan senyuman yang tak kalah lebar, "I'll do it. I'll fucking do it."

"You better do."

"Damn I love you." Mereka berpelukan mesra. Beberapa orang mulai masuk ke koridor. Mereka kaget melihat pemandangan ini. Bisik-bisik terdengar di antara mereka, tapi mereka memilih untuk cari aman dan sebisa mungkin menjauh dari dua insan yang sedang dimabuk cinta itu. Mereka tidak mau terlibat dalam urusan iblis, mereka masih sayang nyawa mereka sendiri.

"I love you too, mon mec."

Setelah itu, Harry pun membawa Brie ke dalam ciuman yang penuh gairah. Banyak orang menahan napas, beberapa orang memilih untuk segera menyingkir tapi tak sedikit masih menonton live action ini. Apalagi bumbu drama semakin sedap setelah sosok lain hadir menganggu dua tokoh ini. Orang yang seharusnya ada di posisi wanita itu --- karena dia kekasih sesungguhnya, datang dan menarik paksa rambut Brie hingga lumatan mereka berakhir.

Tak ada ampun, satu tamparan mendarat kencang di pipi Brie. "Bitch!"

Ketika Emily ingin menampar untuk kedua kalinya, tangan dia terhenti di udara karena Harry menahannya. "It's over. Hubungan kita berakhir. Dan sekarang aku minta kau hormati kekasihku."

"Harry... kau sudah janji... kau bilang kau takkan meninggalkan aku!"

"Aku mendekatimu karena permainan, Em. Sedangkan aku dan Brie, aku menyukainya. Dia membuatku merasa ada sesuatu yang baik dari diriku."

"Dia itu gadis jahat Harry! Dia itu penjahat!"

"It's okay. Kalau dia jahat, aku pun jahat."

"Harry, please... tetaplah bersamaku."

Harry mengambil tangan Brie dan mengangkatnya tinggi-tinggi, "She's my girl now."

Brie tak mau mengangkat wajahnya. Dia tidak mau membalas tatapan kebencian Emily. Dia tidak mau melihat gadis yang sudah dia hancurkan kehidupan percintaannya karena dia merasa begitu bersalah. Dia takut akan ada hukum karma setelah ini. Dia takut kalau Emily akan balas dendam dengan cara yang ditakutinya. Dia takut Emily akan membongkar rahasianya. Dia takut... sangat amat takut.

***

Setelah dia dipermalukan di tengah umum, Harry dan sepupu jalangnya itu pergi, diikuti pula kerumunan orang yang tak menganggap keberadaan dia lagi. Emily kembali jadi gadis tak kasat mata. Tidak ada satu pun orang yang bersimpati padanya walaupun melihat Emily dengan banjir air mata.

"Em..." Emily kaget juga karena ada satu orang ganjil yang mau mendekatinya. Dia adalah Niall, teman Harry. Wajah Niall berseri dan tanpa aba-aba langsung membawa Emily ke dalam pelukan, "Thanks, Em. Thank you, kau menyelamatkan hidupku!"

"Apa maksudmu?"

"Terima kasih karena sudah mengakhiri hubungan dengan Harry. Kau menyelamatkan keluargaku!"

Emily jadi semakin bingung. Apa hubungan keluarga Niall dan hubungan percintaannya dengan Harry?

"Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah kau itu malaikat penyelamat. Dan kau beruntung tidak bersama Harry."

Setelah itu Niall pergi karena dipanggil oleh salah satu rekannya di tim football. Niall tak berhenti tersenyum,  dia bahkan melambai riang ke Emily dari kejauhan. Apa dia buta, apa dia tidak lihat Emily sedang sakit hati?

"Em..." datang lagi pria baru. Liam, teman akrab Brie berdiri di depannya. Matanya memancarkan kepedulian yang besar untuk Em, "Kau tidak apa-apa?"

"Retoris. Kau bisa lihat sendiri tampilan aku sekarang bagaimana, bukan?"

"Well..." Liam berdeham gugup, "Apa malam ini kita bisa dinner?"

Emily menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dia tatap Liam dari atas kepala hingga ujung kaki. Liam memang lumayan menarik, terlihat pula dari raut wajahnya kalau dia baik hati dan sangat tulus. Tapi Liam itu bodoh, bagaimana mungkin dia mengajak Emily kencan setelah beberapa menit lalu Emily baru saja patah hati?

Emily bukan gadis jalang yang suka masuk ke pelukan sembarang pria. Emily hanya mau Harry.

"Maaf. Aku tidak tertarik."

Emily bisa melihat kekecewaan dari wajah Liam tapi siapa peduli? Buat apa memaksakan diri untuk bersama orang lain ketika hatinya masih berkonspirasi untuk tetap menyimpan sosok Harry?

***

A/N :
Well, cerita ini bukan cerita dewasa jadi aku nggak bakal buat adegan ehem ehem nya terlalu eksplisit, oke?
Nggak sabar pengen namatin cerita ini sumpah. Ini udah setengah jalan menuju kata tamat loh.

Btw, keep voment ya...

Thank you udah meluangkan waktu berharga kalian untuk baca cerita yang muter sana muter sini ini. Thank you once again, fellas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro