🍁┈ ❝ When Autumn Comes ❞ ┈🍁
🍁 When Autumn Comes 🍁
.
➷๑՞. Epilogu
◆|| When Autumn Comes ||◆
[ Saat musim gugur tiba ]
.
╭┈━━━━═══⋅═══━━━━┈╮
She's Back
╰┈━━━━═══⋅═══━━━━┈╯
.
🍁 ˚. ୭ ˚○◦˚ 🍁 ˚◦○˚ ୧ .˚ 🍁
“Satoru ... dia sudah pergi?”
Gojo menoleh ke arah Geto. Mereka berdua berada di bandara, Gojo ke sini untuk mengantar [Name], sementara Geto malah telat karena ada urusan mendadak.
“Dia sudah pergi.”
Geto memerhatikan sang teman yang berjalan melewatinya. Ia diam, tidak mengucapkan apapun. Geto tahu Gojo merasa sedih sekarang. Tentu saja, Gojo masih memiliki sisi manusia, dia bisa merasakan kesedihan juga.
“Suguru.”
Suaranya terdengar seperti anak yang memanggil ibunya.
“Ada apa?”
“[Name] bilang dia menyukaiku.”
Geto tersenyum. Ia melangkah mendekati sang teman, lalu menepuk punggungnya sekali.
“Kau ingin tahu apa yang selalu kubicarakan dengan [Name] saat berdua?”
“Apa aku harus mengetahuinya?”
“Dengarlah ... kami membicarakanmu.”
Gojo dan Geto berjalan berdampingan. Manik mereka mendapati banyak helaian daun kering yang berjatuhan dari atas pohon.
Geto melanjutkan.
“[Name] selalu memintaku untuk menceritakanmu. Mulai dari kebiasaan sampai sifat, terdengar lancang memang, tapi setelah aku tahu kalau kalian adalah sepasang soul, kurasa tak apa membocorkan aibmu padanya.”
“Heee, sampai aku pake rok juga Suguru bocorkan padanya.”
Kekehan keluar berasal dari Geto.
“Soalnya itu yang paling seru, sih.”
Gojo menggaruk tengkuk.
“Itu sedikit ... memalukan?”
“Syukurlah kau merasakan yang namanya 'malu' sekarang.”
“Berisik! Diam, Suguru?!”
Geto tertawa sementara Gojo terus memasang raut cemberutnya. Mereka tetap berjalan menelusuri jalan setapak sampai ke lapangan tempat [Name] dan Gojo pertama kali bertemu.
“Jadi ... kau akan menunggunya, Satoru?” Geto bertanya seraya diri mendongak ke arah langit.
Tidak ada jawaban. Geto melirik ke arah sahabatnya, ia mendapati Gojo juga mendongak untuk melihat langit seraya memasang senyum menawan.
Dari ekspresi yang Gojo pasang, Geto sudah tahu jawabannya.
.
.
🍁 ˚. ୭ ˚○◦˚ 🍁 ˚◦○˚ ୧ .˚ 🍁
“[ 2018 ]”
Musim gugur.
Bertahun-tahun terlewati. Gojo sudah menjadi pria dewasa yang sayangnya tidak bertanggung jawab serta kekanak-kanakan. Yang berubah dari pria itu hanya penampilannya saja dan menjadi sedikit dewasa.
“Wah! Gojo-sensei!!”
“Yoo!! Yuuji-kunn!!”
Gojo berjalan mendekat ke arah tiga muridnya yang telah menunggunya semenjak 30 menit yang lalu.
“Sensei dari mana?! Kami sudah lelah menunggu Gojo-sensei datang!!”
Megumi marah, jengkel, kesal pada gurunya. Dan semua emosi negatif itu bertambah saat gurunya malah tertawa dan meminta maaf secara tidak tulus.
“Gomen, gomen, sensei sempat jalan-jalan ke toko makanan manis tadi, sih, jadinya telat, deh!”
“Ish!” Megumi buang muka.
“Jadi, Sensei!! Misi kita kali ini apa?!”
Tangan Gojo menepuk-nepuk puncak kepala Yuuji.
“Misi kalian kali ini santai-santai saja, kok. Gak berat banget. Kalian cuma diminta membereskan tiga kutukan tingkat tinggi di bangunan tua.”
“....”
“....”
“Sensei ... yang kek begitu dibilang santai? Ini namanya nguras tenaga, Gojo-sensei?!” Yuuji protes. Sementara Megumi dan Nobara diam. Memendam rasa amarah.
“Itu mudah bagi kalian. Ayo! Cepat! Sana pergi!”
Yuuji hendak protes kembali, tapi tudung seragamnya ditarik oleh Megumi hingga mereka dan Nobara menjauh dari Gojo yang sedang melambaikan tangannya.
“Bagusnya ngapain, ya~?”
Gojo melangkah pergi. Kedua tangan berada dalam saku, berjalan santai tanpa arah tujuan yang pasti. Mungkin saja di tengah jalan nanti dia menemukan sesuatu yang menarik dan bisa menghiburnya.
Sang pria membuka penutup mata, menggantinya dengan kacamata hitam. Dia akan pergi jalan-jalan, dan pastinya banyak para gadis akan melihatnya.
Ia menghentikan langkah. Perlahan membalikkan badan ke arah kiri, melihat pada jalanan setapak.
“Oh? Tempat ini ...”
Pikiran masa lalu kembali memasuki benaknya. Tentang ia yang bertemu dengan seorang gadis yang sudah melawan kutukan yang ternyata satu sekolah dengannya.
“Hee.”
Gojo melangkah. Menelusuri jalanan setapak ini. Masih sama, tidak ada yang berubah. Ia bahkan melangkahkan kakinya di sini kembali saat lagi musim gugur.
Benar juga. Semuanya terjadi saat musim gugur beberapa tahun yang lalu. Awal pertemuan mereka, kedekatan, hingga sampai ke perpisahan.
Gojo menghentikan langkahnya. Rautnya mendatar, ia ingat jika sang gadis pergi karena penyembuhan diri dan belum kembali sampai sekarang. Ini menyakitkan ketika diingat lagi.
Kebersamaan mereka singkat. Tidak sampai setahun, tapi meninggalkan kepedihan yang menyakitkan seperti ini.
Tiga helaian daun maple utusan roh angin kembali menyapa Gojo dengan gangguan. Mereka berputar di atas rambut Gojo hingga surai putihnya berantakan.
Roh angin, huh?
Gojo kembali melanjutkan langkah seraya merapikan sedikit rambutnya yang acak-acakan. Ketiga helaian daun itu mengikutinya, berputar-putar tidak jelas di udara.
“Wah! Roh angin?!”
Gojo berhenti melangkah. Maniknya melebar ketika pendengarannya menangkap suara yang familiar. Suara bernada ceria yang terdengar halus.
Tawanya terdengar ringan. Seolah sedang melupakan semua beban yang tertumpuk pada kedua pundak. Mungkin begitulah gambaran dari tawa yang didengar Gojo.
Perlahan ... Gojo menatap pada asal suara. Hal pertama yang ia lihat adalah surai hitam yang terkibar angin. Punggung mungil yang dibungkus pakaian hangat.
Dan wajah sang gadis yang ia tunggu selama ini.
“[Name] ...?”
Gadis itu menghentikan tawa, kemudian membalikkan badan ke arahnya. Senyuman hangat itu mengembang pada wajahnya yang terlihat dewasa, binarnya masih sama, cara gadis itu menatap pada Gojo juga masih sama.
“Sudah lama, ya, ... Satoru.”
Kekehan keluar dari mulut Gojo. Ia melangkahkan kaki mendekat, senyuman semakin mengembang pada wajahnya yang rupawan.
Tangan kanannya terangkat, menyentuh puncak kepala [Name] dan mengelusnya.
“Bagaimana keadaanmu?” Tanyanya.
“Aku baik-baik saja sekarang. Penyakitku sudah sembuh, aku berhasil melewati operasi dan melakukan perawatan diri di sana.”
Gojo memajukan bibirnya.
“[Name] tidak menjadi penghuni pohon di rumahku, ya? Padahal aku sudah menyiapkannya ....”
“Eh? Kamu mau aku kembali dengan menjadi helaian daun? Kalau tahu, aku--”
Sesuatu menempel pada bibirnya. Rasa terkejut menyerangnya selama beberapa saat, kemudian ia kembali santai.
Tangan Gojo mendorong belakang kepala [Name] untuk memperdalam ciuman mereka. Satu tangannya melingkar di pinggang [Name] sementara sang gadis melingkarkan kedua tangannya di leher Gojo.
Ciuman terlepas. Kening keduanya menyatu, nafas mereka saling berhembus. Posisi mereka tidak berubah.
Lagi, mata mereka menatap satu sama lain. Saling menyelamkan diri, mencari tahu apa saja yang ada di dalam manik masing-masing.
Kebahagiaan.
Hanya itu.
“Aku pulang, Satoru.”
“[Name], okaeri.”
.
.
.
.
“Saat musim gugur tiba, pertemuan, kebersamaan, sekaligus perpisahan terjadi pada mereka.”
“Dan saat musim gugur, kami kembali bertemu, saling menautkan diri satu sama lain. Benang merah semakin berwarna, terhubung dengan erat, menghubungkan takdir kami.”
“Terlepas? Itu mungkin pernah terjadi. Tapi, hanya sekali. Dan untuk kedua kalinya ... tidak. Tidak ada untuk yang kedua kalinya. Aku pastikan itu.”
.
.
.
.
.
.
🍁When Autumn Comes 🍁
🍁 ┈┈┈ ੈ End ੈ ┈┈┈ 🍁
╰► 【Love An】
________________
Udah terjawab kan endingnya?
Part paling panjaaangg T~T.
Dari semua FF G. Satoru yang kubuat ... yang paling kufavoritkan, tuh, ini >~<
Alasannya?
Konfliknya beda, gak seperti yang sebelum-sebelumnya yang pake orang ketiga.
Terus ada ancaman kalo si [Name] bakalan mati. Aku yg nulis greget, tapi untuk kalian yang baca aku gak tau. Semoga rasa greget plus penasaranku juga sampe sama kalian >•<.
Bye-bye~
Kita ketemu lagi di cerita;
♡Love Story♡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro