Into the Different World
Sebentar, sebentar, sebentar! Bukan ini yang kulihat waktu itu!
Aku tidak berlebihan bila menyamakan diri dengan Si Kera Sakti dalam kisah 'Journey To The West'! Apa pun yang tengah mencengkeram kepalaku serasa terus menyempit, mengecil, dan menekan. Bila terus-terusan begini, bukankah aku akan berakhir mengenaskan dengan otak berceceran di lantai?
"Bebas ... aku ingin bebas ...."
Bisikan yang entah dari mana terus berseliweran, seolah siapa pun pemilik suara memang berniat mengerjaiku. Tahu-tahu dia meniup lubang telingaku dan terkikik sambil terus mengulang kata-kata yang sama seperti mantra. Bohong bila aku bilang tidak merinding, udara dingin yang terembus itu juga membuatku menggigil.
Oh, Tuhan! Bila ini mimpi buruk, kumohon bangunkan aku sekarang. Aku berjanji akan rajin menyiram tanaman Nyonya Besar dan memberi makan Anabul gendut tidak tahu diri itu di rumah nanti. Aku juga janji tidak akan menyembunyikan komik Jimmy, juga ... juga, tidak akan mengganggu acara kencan James.
***
"JUNIVERRE ...!" Sesuatu yang keras menghantam pipiku.
Astaga! Apakah ada gigi yang copot, kenapa berdenyut-denyut begini?
"Bila kau tidak juga buka mata, kakiku yang bertindak!"
Hah ...? Kaki bertindak? Maksudnya apa?
"Lir, Lir ...! Yang benar saja, kendalikan dirimu. TOLONG!"
Cahaya menyilaukan menyerobot masuk melalui tirai mataku yang malas terbuka. Namun, seketika langsung nyaman ketika entah apa itu menghalangi cahaya tersebut.
"Ini bukan saatnya tersenyum mesum, bodoh!"
Mataku sontak terbuka lebar. "Siapa yang kau bilang bodoh, hah!"
"Lir, singkirkan kakimu darinya." Fer menarik Lir supaya kakinya yang terangkat menjauhi wajahku.
Aku buru-buru duduk dan membuka mataku selebar mungkin. "Hei, pangeran gadungan! Kau benar-benar ingin menginjakku tadi? Sumpah demi apa, aku bisa bertemu Pixie kelakuan bandit sepertimu!"
"Juni, Juni ... sudah, sudah, sudah. Sebaiknya sekarang kita mencari tempat berlindung sebelum serangan berikutnya menamatkan riwayat kita. Kubah pelindungku tidak akan bisa bertahan bila digempur terus seperti ini." Iris sebiru sapphire Fer bergerak naik seturut gerakan mendongak.
Aku ikut mendongak. Benar, sesekali sesuatu yang entah apa menabrak pelindung tak kasatmata yang dibuat oleh Fer. Setiap terhantam, gelombang putih akan tercipta dan menyebar mengikuti lengkung setengah lingkaran pelindung dan buyar begitu saja.
"Tunggu dulu." Aku memerhatikan Lir dan Fer bergantian. "Kita di dunia kalian?"
Fer menunduk dan mengangguk pelan sebelum berbisik lirih, "Ya. Padahal aku sudah berjanji tidak akan membawamu ke sini lagi."
Sesungguhnya dunia Pixie dan manusia tidak terlalu berbeda jauh, hanya saja sedikit lebih berwarna. Satu lagi, tubuh para penghuninya jauh lebih imut-imut dari ukuran manusia kebanyakan. Jangan mengatai mereka cebol, atau kau akan merasakan terjangan dari tendangan kaki berputar yang akan mendaratkanmu ke alam lain seharian penuh. Salahkan pada penambahan elemen angin dalam gerakan mengerikan itu.
Aku tahu ini karena Lir pernah menggunakan salah satu jurus andalannya untuk memisahkan kepala Manusia Labu yang menginvasi kediaman Nana sewaktu Supermoon berkunjung dua atau tiga tahun lalu. Manusia Labu tercipta bila mereka terlalu banyak menyerap partikel astral. Jangan menyewa waktuku lebih dari satu jam untuk menjelaskan padamu tentang partikel astral. Sampai sekarang pun aku tidak begitu paham tentang dunia perhantuan.
Menurut Nana, partikel astral ini dimiliki oleh semua makhluk. Bayangkan saja partikel astral ini seperti air yang mengisi suatu wadah hingga penuh. Tubuh manusia adalah wadah yang dimaksud. Sampai di sini aku masih bisa mengerti, setelah ini lebih baik mengistirahatkan otakku bila tidak ingin kelebihan beban dan rusak sebelum waktunya karena dipaksa bekerja melebihi kapasitas.
Intinya, tanpa raga kasar, partikel astral akan menjadi tidak stabil. Bayangkan saja dunia saling memakan pada kehidupan makhluk-makhluk bersel satu. Yang tidak bisa mempertahankan diri akan hilang dan menjadi nutrisi bagi makhluk lain. Supermoon adalah sebuah katalis partikel astral ini untuk aktif dan memulai memangsa dengan rakus.
Bila kau pernah mendengar Malam Berburu, inilah masa-masa itu. Hantu, salah satu entitas yang memiliki partikel astral tanpa raga kasar. Jelas, mereka adalah mantan manusia alias manusia yang sudah mencapai batas usianya untuk menempati raga kasar dan saatnya berbalik pada Sang Pencipta. Namun, ada suatu masa ketika mereka tidak bisa berpindah alam karena satu dan lain hal.
Nana memiliki sebutan khusus untuk mereka, Para Tawanan. Kenapa? Karena mereka tertawan atau masih memiliki kelekatan dengan dunia fana ini. Entah karena ada urusan yang belum selesai, penyesalan, atau cemburu.
Cemburu inilah yang paling berbahaya di antara motif para pemilik partikel astral, karena dari sini akan 'melahirkan' mereka, para pendendam pada kehidupan. Mereka, yang disebut sebagai Wraith.
Karena aku bukanlah seorang ahli perhantuan, aku hanya tahu untuk menghindari Wraith Merah. Mudahnya, Hantu Pendendam. Aku tidak tahu kenapa Nana suka sekali menggabungkan bahasa untuk melabeli para hantu.
***
"Fer, di mana Nana? Dia baik-baik saja, kan?" tanyaku sambil memegangi kepala yang mungkin sebentar lagi berubah menjadi sebongkah batu, berat. Belum lagi denyutan nyeri di pipi juga menuntut perhatian.
Sialan kau, Lir! Berani-beraninya kau menamparku!
Bola api—sepertinya, entahlah—melesat ke arah kami. Aku buru-buru menekan kepala dua makhluk cebol—maksudku makhluk mungil—untuk menunduk bersamaku. Sayang, aku menekan kepala Lir terlalu keras hingga ciuman pertamanya dicuri oleh permukaan tanah gambut yang sedikit becek.
"Ups ... maaf, Yang Mulia. Aku tidak se—"
"Sengaja! Kau memang sengaja, kan?" dengus Lir sambil meludahkan sebagian tanah yang masuk ke mulutnya.
"Cih. Sebesar ini makan saja masih berlepotan. Aku tahu kau lapar, tapi tanah jangan dimakan juga, kali."
Seketika embusan angin panas menerpa permukaan kulitku yang tidak tertutup kain. Ya ... terus, terus ... aura panas ini. Hahaha ... Lir, kau marah? Bagus, lanjutkan!
"Lir, tenanglah—dan kau juga Juni, jangan memperkeruh keadaan!" Fer langsung menengahi sebelum Lir melompat dan menggigit ubun-ubun kepalaku, mungkin. "Tidakkah kalian tahu keadaan kita sangat genting? Satu serangan lagi, pelindungku akan hancur dan kita akan jadi santapan mereka!"
"Ck!"
"Iya, iya. Bujuk sana, si bayi pende—" Aku pura-pura tidak melihat pelototan Lir. "Pendekar, pendekar. Aku ingin bilang pendekar."
Iya. Pendek tapi kekar.
***
||894 kata||
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro