4. Breakfast
Candra Abimanyu. Anak sulung keluarga Abimanyu.
================
Semua kepala menoleh melihat kedatangan Kiana. Bahkan Reyga langsung beranjak berdiri dan mendorong kursinya ke belakang melihat wanita itu berjalan mendekat. Dia kehilangan Kiana sejak semalam. Bahkan kesulitan menghubungi wanita itu. Beruntung dia tidak gegabah memberitahu masalah itu kepada keluarga, kecuali... Raven.
Raven, pria itu muncul tidak lama kemudian. Hanya berjarak beberapa langkah di belakang Kiana.
"Selamat pagi, Nak. Kamu baik-baik saja?" sapa Diyani, ibu dari empat Abimanyu bersaudara.
"Selamat pagi, Tante," sahut Kiana tersenyum tipis. "Maaf sudah bikin semua menunggu," lanjutnya seraya menghampiri tempat duduk di sisi Reyga yang sudah pria itu tarik.
"Kamu sakit, Nak?" Kini giliran Reyhan, ayah dari Abimanyu bersaudara yang duduk di kursi paling ujung.
"Saya nggak apa-apa kok, Om," sahutnya pelan lantas kembali tersenyum kecil sebelum duduk. Bisa dia rasakan Raven juga ikut duduk di seberangnya.
"Mata kamu agak bengkak, dan wajah kamu juga pucat, Kiana." Nenek ikut bersuara, tapi dengan cepat Kiana meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.
"Baiklah. Karena semua sudah hadir kita bisa langsung mulai sarapan pagi kita. Sekali lagi papa ucapin selamat buat Reyga dan Kiana yang sudah melangsungkan pertunangan semalam."
Semua tampak ceria dan bersuka cita menyambut itu kecuali Raven dan Kiana. Bagaimana Kiana bisa bahagia jika di saat yang sama kehormatannya juga direnggut secara paksa?
"Ki," bisik Reyga menyentuh tangan Kiana. Namun tanpa diduga Kiana refleks menarik tangannya dengan cepat. Membuat Reyga mengernyit. "Kamu nggak apa-apa? Semalam aku mencari kamu. Beruntung Kak Raven mau bantu mencari," ujar Reyga lirih. Sengaja agar tidak ada yang mendengar suaranya. "Apa yang terjadi? Semalam kamu ke mana? Menghilang dari pesta tiba-tiba."
Hatinya berdenyut nyeri jika mengingat kejadian semalam. Namun sebisa mungkin dia harus menunjukkan sikap seperti tidak terjadi apa pun. "Aku cuma kurang enak badan. Jadi, aku pulang ke rumah."
"Pantas saja aku cari di kamar kamu nggak ada. Aku khawatir." Reyga kembali menyentuh tangan Kiana, tapi lagi-lagi wanita itu mengelak. Itu benar-benar aneh. Kiana tidak pernah begitu sebelumnya.
"Reyga, kita fokus sarapan dulu," pungkas Kiana lalu segera menekuri isi piringnya. Kuduknya meremang saat menyadari Raven di seberangnya terus mengawasi.
"Raven, semalam papa nyari kamu. Ada seseorang yang ingin papa kenalkan. Tapi kamu menghilang."
Itu suara Reyhan, tapi entah kenapa mendengarnya membuat tangan Kiana gemetar. Terlebih saat dengan santai Raven menjawab.
"Aku ada sedikit urusan di luar, Pa. Jadi nggak bisa ikut pesta sampai selesai."
"Kamu menginap di mana? Kamarmu kosong kata Cade."
"Uhm, aku...." Tatap legamnya melirik Kiana sekilas. "Setelah urusanku selesai aku pulang ke rumah, Pa."
Bohong! Ingin rasanya Kiana teriak seperti itu, tapi lidahnya kelu. Dia bahkan tidak berselera sarapan pagi. Kehangatan yang biasa dia rasakan seperti sudah tidak ada lagi.
Kegelisahan Kiana ternyata tidak luput dari pengawasan Candra. Kakak pertama dari Abimanyu bersaudara. Satu-satunya putra yang tidak terlibat dalam bisnis keluarga itu menyipitkan mata memperhatikan Kiana yang terus menunduk. Dia melihat Kiana hanya mengacak-acak makanan di piring tanpa mau menyentuhnya.
"Kiana, kamu sepertinya beneran nggak sehat. Mau aku periksa?" tanya pria itu kemudian. Profesinya sebagai dokter jelas bisa merasakan ada yang tidak beres dengan wanita itu.
Namun dengan tenang Kiana menggeleng. "Aku nggak apa-apa, Kak. Cuma capek aja. Habis ini aku minum obat," ucapnya seraya tersenyum, berusaha tidak membuat yang lain khawatir.
"Lebih baik Candra periksa kamu. Dia lebih tau obat apa yang harus kamu minum, Nak." Diyani ikut bersuara melihat wajah calon menantunya yang seperti kehilangan semangat.
"Aku beneran nggak apa-apa, Tan."
Tidak ada lagi yang memaksa Kiana. Semua kembali melanjutkan makan dan mengobrol santai. Hanya saja tidak lama dari itu Nenek menyadari sesuatu. Dia tidak melihat cincin yang Reyga sematkan semalam di jari manis cucunya.
"Kiana, cincin kamu mana?" tanya Nenek, mengejutkan semua orang di meja makan yang lantas secara otomatis memusatkan perhatian ke jari manis Kiana yang kosong.
Kiana yang sudah antipasi akan menerima pertanyaan itu tidak kaget. Namun, tetap saja semua mata yang menatapnya membuat jantungnya berdegup kencang. Dia tidak mau semua menganggap dirinya tidak menghargai pertunangan itu.
"Ada. Aku simpan biar nggak hilang. Soalnya semalam tanpa sengaja lepas karena memang cincinnya longgar."
Di depannya, Raven tersenyum samar mendengar jawaban yang Kiana beri. Dia tidak menyangka, wanita itu pintar juga mencari alasan yang masuk akal.
"Apa kita perlu memesan yang baru aja, Pa? Yang ukurannya sesuai sama jari manis Kiana," usul Diyani yang diutarakan pada suaminya.
Dan usul itu serta-merta membuat dahi Raven berkerut. Pria itu menoleh kepada sang ibu dengan tatapan tak suka.
"Boleh. Aneh juga kalau sudah tunangan tidak memakai cincin."
Usulan itu disambut baik oleh Reyga. "Oke, nanti aku akan membawa Kiana ke toko perhiasan," sambutnya antusias yang lantas disetujui keluarga lainnya.
Kontras dengan raut kebahagiaan mereka, Raven di tempatnya terlihat tengah menahan kesal. Rahangnya terkatup rapat. Tangannya yang menggenggam garpu dan pisau pun mengerat. Apalagi ketika melihat Reyga menangkup tangan Kiana sambil tersenyum lebar. Ingin rasanya dia menarik tangan Kiana dan membawa wanita itu pergi jauh.
"Jadi! Kapan nih giliran Kak Raven nyematin cincin ke pacarnya? Kak Candra udah mau nikah. Berhubung Kak Reyga udah duluan tunangan, harusnya Kak Raven gerak cepat dong biar nggak keduluan lagi. Apalagi sampai keduluan aku entar."
Celetukan Cade mengundang tawa orang-orang di atas meja. Gara-gara itu atensi otomatis langsung tertuju ke yang menjadi objek pembicaraan.
"Kamu tenang aja, Cade. Papa udah ada beberapa kandidat yang mau dikenalin ke Raven. Iya nggak, Pa?" timpal Candra di ujung sisa tawanya yang belum reda. Dia lantas mengering jail kepada Raven yang duduk terapit antara dirinya dan sang Mama.
Reyhan di ujung meja ikut terkekeh. Dia mengangguk membenarkan ucapan putra sulungnya. "Rencananya sih gitu. Nah salah satu kandidat yang mau papa kenalin sebenarnya datang semalam, tapi Raven malah menghilang."
Mendengar itu Raven mengerutkan bibirnya seraya membuang napas. Papa seperti belum kapok juga membuat rencana-rencana picisan yang sangat tidak Raven sukai. Entah sudah berapa kali dia terjebak di kencan buta yang papanya rencanakan itu. Raven benar-benar tidak tahu lagi caranya memberi tahu pria tua itu bahwa kencan buta itu hanya akan berakhir sia-sia.
"Kenapa nggak papa kenalkan ke Cade aja? Dia sepertinya lebih ingin cepet-cepet punya istri," ujarnya tak peduli lagi.
"Aku?" Cade menunjuk dirinya sendiri lalu terkekeh sambil geleng-geleng kepala. "Aku tanpa papa cariin juga udah punya crush. Nggak kayak kamu, Kak, yang betah menjomlo seumur hidup."
Sialan! Kontan Raven menatap tajam adiknya itu. Mulut Cade yang suka ceplas-ceplos sepertinya perlu diamankan.
Dia menoleh ke arah Reyhan. "Papa nggak perlu repot." Lalu tatapnya beralih menyorot wanita di seberangnya yang terus menunduk. "Nanti juga aku bisa nunjukin ke semuanya, wanita seperti apa yang aku mau."
"Jadi, kamu udah punya pacar?" seru Diyani merasa senang. Bola matanya bersinar indah mendengar kabar itu. Dia kontan membuang napas dengan perasaan lega. "Tadinya Mama khawatir kamu nggak punya rasa tertarik sama wanita, Raven. Syukurlah kalau kamu masih ada di jalan lurus."
Apa?!
Sontak saja hal itu membuat keempat Abimanyu bersaudara itu terperangah. Mereka sempat saling pandang selama beberapa saat, tidak menyangka kalau sang mama bisa berpikir sejauh itu. Namun, sejurus kemudian tawa mereka akhirnya meledak. Kecuali Raven tentu saja.
Bahkan Reyga sampai harus menutup mulutnya agar tawanya tidak kelepasan. Sementara Cade, tidak tahan untuk tidak menekan rasa geli di perutnya. Begitu pun Candra yang tampak puas sekali melihat wajah Raven yang mendadak merah padam.
Raven di posisinya memejamkan mata sambil menahan geram. Sumpah, itu bukan hal lucu. Seandainya mereka tahu hal menyenangkan apa yang dia lakukan bersama Kiana semalam, pasti mereka tidak akan sanggup menertawakannya seperti ini.
===============
Tim Raven, Tim Reyga mana cung!
Jangan lupa ramaikan yooo bolo...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro