Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

( WaF - 6. Menyusun Rencana dengan Rapi )

Rasanya sangat menyebalkan ketika sudah menyusun rencana dengan rapi untuk satu hari, tetapi ada seseorang yang merusaknya. Oleh karena itu, Rey hanya dapat mendengus ketika kamarnya diketuk oleh Tami. Padahal ia berniat untuk tidur sampai siang dan sekarang masih pukul tujuh lewat beberapa menit.

"Rey!"

Panggilan itu sangat melengking. Rey tak mau mendengarnya lebih lama. Dengan langkah gontai, ia beranjak ke arah pintu. Tangannya menekan dan menarik knop agar daunnya terbuka. Kemudian, tampaklah Tami yang memasang wajah garang. Wanita paruh baya itu terlihat begitu sebal.

"Kenapa, Mami?" tanya Rey. Ia menyempatkan diri untuk mengucek mata agar pandangannya menjadi jernih.

"Dari tadi Mami bangunin kamu!" omel Tami tanpa memedulikan pertanyaan Rey. "Sampai sakit suara Mami."

"Maaf, Mi." Hanya itu yang Rey keluarkan. Dirinya terlalu malas untuk berdebat. Pun tenaganya belum terkumpul.

"Ya, udah. Mandi sana."

Rey menggaruk kepalanya, bingung. "Aku baru mulai kerja besok, Mi. Bukan hari ini."

"Iya, Mami tahu. Cuma ... itu, lho, dompet Bia ketinggalan. Kamu tolong anterin, ya? Dia sekarang lagi di kafe dekat kampusnya. Mau pulang udah nggak ada waktu karena lagi nyelesain tugas di sana. Katanya, mau diserahin ke dosen jam delapan."

"Kenapa nggak minta tolong Mang Udin aja? Aku mau istirahat, Mi."

Tami kembali berbicara, "Kalo Mang Udin ada, nggak mungkin Mami nyuruh kamu, Rey."

"Emangnya Mang Udin ke mana?"

"Jengukin tetangganya yang masuk rumah sakit. Dari semalam emang udah izin bakal datang agak siang."

Rey menghela napasnya lalu mengangguk. "Ya, udah. Aku mandi dulu."

"Iya, cepat, ya."

( ⚘ )

Rey frustasi. Wajahnya diusap dengan kasar. Itu semua karena Rey tak bisa menemukan kafe di mana Bia berada. Sang ibu hanya memberi tahu bahwa letak tempat itu tak jauh dari universitas yang ditempuh adiknya. Akan tetapi, Rey tak dapat menemukan satu pun. Bahkan, ia sudah bolak-balik sebanyak empat kali.

Ia sudah mencoba untuk menghubungi Tami dan Bia. Namun, keduanya sama-sama tak dapat dihubungi. Para perempuan di keluarganya benar-benar sangat kompak.

Mengingat masih ada tersisa satu perempuan lagi yang belum coba ia hubungi, Rey kembali meraih ponselnya yang tadi sempat ia lempar ke jok sebelah pengemudi. Jari-jari panjangnya dengan gesit mencari nomor Bey. Kemudian, setelah menemukannya, Rey segera memulai sambungan telepon.

"Halo, Mbak!" seru Rey saat panggilan tersambung. Untunglah kali ini Bey tak sepihak dengan Tami dan Bia.

"Halo. Kenapa?" Sahutan dari seberang telepon diikuti suara gemerencik minyak. Sepertinya Bey sedang memasak.

"Lo tahu kafe yang biasanya Bia datangin untuk ngerjain tugas, nggak? Kafe di dekat kampusnya."

"Nggak tahu gue, Rey. Kenapa emangnya?"

"Dompetnya Bia ketinggalan. Mami nyuruh gue nganterin karena Bia nggak bisa pulang lagi," jelas Rey lesu.

"Tanyain dong ke anaknya."

"Nggak diangkat-angkat, Mbak. Kalau gue bisa ngehubungi dia dari tadi, gue nggak bakal telepon lo."

Terdengar suara kompor yang dimatikan sebelum Bey bertanya, "Terus Mami?"

"Nggak aktif."

"Gue kirimin nomor teman-temannya Bia aja, ya? Nanti lo tanya ke mereka. Mumpung mereka sekampus sama Bia."

"Siapa?" tanya Rey. "Lo aja yang tolong tanyain ke mereka."

"Seva sama Orlin. Gue cuma punya nomor mereka. Lo hubungin aja sendiri. Mereka pasti tahu lo, terutama Seva. Santuy-lah," jawab Bey enteng.

"Lo tolongin gue dong, Mbak. Lo, kan, dekat sama mereka."

"Gue sibuk masak ini. Anak gue udah kelaparan." Tiba-tiba terdengar rengekan Joan. Rey sampai harus menjauhkan telinganya dari ponsel karena suara balita itu terlalu nyaring. "Tuh, dengar sendiri, kan, lo."

Akhirnya Rey pasrah. Ia pun menuruti kakaknya untuk menghubungi teman-teman Bia. Setelah nomor-nomor para gadis diterimanya, Rey segera menelepon. Dimulai dari yang bernama Orlin karena ia antisipasi agar tak emosi jika berbicara dengan Seva.

"Nomor yang Anda hubungi─" Rey segera memutuskan sambungan telepon ketika suara operator terdengar. Ia menghembuskan napas dengan berat. Semua orang tak dapat dihubungi.

Hanya satu lagi harapannya; Seva. Mau tak mau, Rey pun segera menghubungi gadis itu. Harap-harap cemas tak perlu kembali menguras kesabaran.

"Halo. Ini siapa?" Telepon tersambung. Seva sudah menjawab.

"Halo. Ini Rey, masnya Bia."

Selama beberapa detik tak ada jawaban dari seberang. "Om Rey? Ih, ngapain nelepon Seva? Mau ngajak adu mulut lagi?"

Rey menghela napas. "Saya cuma mau tanya sesuatu tentang Bia."

Kembali tak ada jawaban selama beberapa detik. "Soal dompet, ya?"

"Kok kamu tahu?" tanya Rey bingung karena rasanya ia belum menyebut apa pun tentang dompet.

"Seva lagi sama Bia sekarang. Om udah di mana?"

"Saya udah di dekat kampus kalian tapi nggak tahu di mana kafenya."

"Tunggu sebentar. Seva share loc."

Rey tak mau membuang waktu lagi setelah mendapatkan denah lokasi yang dikirim Seva. Segera ia tancap gas ke tempat itu. Walaupun menyebalkan, kali ini Seva cukup berguna.

Sesampainya, Rey memarkirkan kendaraan beroda empat miliknya. Ia bergegas memasuki kafe itu. Untunglah tak perlu memakan waktu terlalu lama untuk menemukan Bia bersama kedua sahabatnya.

"Bia," panggil Rey.

Yang dipanggil berfokus pada laptop di depannya. Ketika mendengar suara Rey, ia mendongak. Sahabat-sahabatnya pun ikut menoleh ke arah Rey.

"Akhirnya Mas datang!" Bia tersenyum. "Maaf, ya, Mas ngerepotin."

Rey mengeluarkan dompet Bia dari kantung celananya. Ia mengulurkan dompet itu pada empunya. "Nggak pa-pa."

"Makasih, Mas."

"Lain kali jangan sampai lupa lagi. Apalagi kalau HP kamu susah dihubungin."

Senyuman jengah Bia tampilkan. "Iya, Mas. Maaf. HP aku di-silent. Makanya nggak sadar kalau Mas telepon aku. Untung tadi Seva beri tahu."

Kepala Rey terangguk-angguk. "Ya, udah Mas pulang─"

"Jangan. Makan dulu. Aku udah pesanin makanan tuh." Bia menunjuk semangkuk mi yang ada di meja.

"Mas uda─"

Bia kembali memotong, "Nggak usah bohong. Tadi Mami bilang kalau Mas nggak sempat makan."

Mengalah adalah keputusan Rey. Ia menempatkan diri di sebelah Seva karena memang itulah kursi yang tersisa. Sementara Bia dan seorang gadis─yang Rey yakin namanya adalah Orlin─duduk bersebelahan. Rey tak mau berlama-lama di sana. Jadi, ia segera menyantap mi yang sudah Bia pesankan.

"Mas, kenalin mereka teman-teman aku." Bia menoleh ke arah gadis yang duduk di sebelahnya. "Dia namanya Orlin." Lalu menoleh ke arah Seva. "Nah, yang satu lagi Mas pasti udah tahu."

"Halo, Mas Rey," sapa Orlin.

"Hai, Orlin," sapa Rey balik setelah menelan suapan pertama. "Tadi saya juga coba telepon kamu tapi nggak aktif."

Mata Orlin melebar. "Mas juga ada nomor aku? HP aku memang nggak aktif."

"Iya, dapat nomor kalian tadi dari Mbak Bey."

"Maaf, ya, Mas," kata Orlin, sedikit tak enak.

"Nggak pa-pa."

"Om Rey baik banget bela-belain makan dua pisang aja cuma untuk ngantar dompetnya Bia." Kali ini Seva yang bersuara. Gadis itu menatap Rey dengan senyum jenaka.

Rey tersedak ketika mendengar Seva kembali menyebutnya seperti waktu itu.

"Aduh, Om. Makannya pelan-pelan dong," tambah Seva dengan kekehan kecil. Bia dan Orlin juga melakukan hal yang sama.

Pun Rey mengerling ke arah gadis itu sembari meminum air. Setelah ia terbebas dari sedakan, Rey menoleh ke Seva sepenuhnya. "Jangan panggil om."

"Perlu diulangin apa yang Seva bilang di rumah sakit?"

"Kalo kamu emang nggak mau manggil saya dengan sapaan mas, kamu boleh panggil saya dengan nama aja."

Seva menggelengkan kepalanya dengan wajah polos yang super-menyebalkan. "Nggak mau, Om. Nggak sopan."

Untuk kesekian kalinya, Rey menghela napas. Pria itu mencoba untuk tak memedulikan Seva. Ia tak mau kesabarannya habis.

( WaF - 6. Menyusun Rencana dengan Rapi )

M balik lagi di tengah malam. Bukan karena nama seri ini Made In The AM sih tapi emang M sempat nulisnya itu malem dan langsung upload aja. Soalnya, biar nggak kependem lebih lama dan juga ntar pas ngepost proyek yang satunya nggak bentrok sama cerita ini/?

Hehe.

The simple but weird,
MaaLjs.

25 Agustus 2019 | 01:10

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro