BAB 19
"Ya, ke kantin nggak?" suara Kila, serta aksinya melepaskan earset yang menyumpal kuping Leana membuat gadis itu lantas membuka mata. "Belum makan siang kan lo?"
Leana yang tengah sibuk mendengarkan musik sambil mencoba tidur siang dengan mudah mengiakan ajakan Kila. Mengingat dirinya memang belum makan siang, tidak ada salahnya Leana ikut makan siang bersama Kila dan Gigi.
Tentunya di kantin yang sedang padat-padatnya. Kabar buruk sekali Leana lupa kalau ini adalah jam makan siang dan waktu istirahat sehingga semua orang tidak memiliki jadwal kelas. Jadilah semua orang berbondong-bondong ke kantin dan makan siang. Termasuk Leana, Kila, dan Gigi.
Namun selain kabar buruk yang satu itu, kabar baiknya adalah mereka mendapatkan meja kosong untuk stay dan makan di tempat. Satu-satunya meja yang kosong, yang lantas Gigi tempati setelah mahasiswa yang sebelumnya angkat kaki.
"Lo pada mau makan apa? Ganti-gantian aja ya pesannya?" tanya Gigi sambil mengedarkan pandangannya ke pinggir kantin di mana terdapat banyak kedai penjual makanan. "Gue pengin ayam geprek mozarella. Ada yang mau juga?"
"Gue." Serempak, Leana dan Kila menyahut, membuat Gigi mengerlingkan mata sebab ialah yang harus jalan memesan. Sementara itu, Leana dan Kila hanya terkekeh pelan sambil masing-masing mengeluarkan uang. Gigi kemudian pergi.
"Eh, lo gimana kabarnya, Ya?" tanya Kila tiba-tiba, selagi keduanya masih memandangi Gigi yang melangkah semakin jauh. Keduanya bersitatap. Leana diam tak memberikan respons apapun. Lebih tepatnya tidak mengerti kabar apa yang Kila maksud. "Sama Kallan."
Leana mengangguk-angguk paham kini. "Oh, baik-baik aja. Udah akur gue. Cuma ya, nggak sedeket dulu lah. Jaga jarak. Dia juga udah punya pa ... car," terang Leana. Kedua bola matanya bergerak mengikuti sosok yang baru saja jalan melewati mejanya. Yang sedang dibicarakan. Thania dan Kallan. Bergandengan tangan. "Panjang umur," tutur Leana.
Ucapannya sukses membuat Kila turut menoleh, memandang gadis yang sedang Leana saksikan. "Oh, itu pacarnya Kallan, Ya?" tanya Kila. Leana hanya mengangguk. "Pantes waktu itu lengket udah kayak lem serbaguna." Leana hanya tertawa-tawa mendengarnya. "Lo sendiri gimana, Ya? Ada lah ya pasti gantinya?"
"Ada, lah!" sahut Gigi yang tiba-tiba datang dan langsung menimbrung ke dalam percakapan. "Emangnya lo nggak follow Instagramnya Bang Arras?" tanyanya serta-merta. Kila menggeleng pelan. "Rugi! Parah! Lo nggak tau berarti ya, Ki, kalau Leana jadi trending topic gara-gara fotonya mejeng di akun Arrasya Guntara yang followers-nya sampai empat ribu itu?"
Leana terkekeh mendengar celotehan Gigi, kemudian menimpali, "Udah lima ribu, Gi."
"Hah, iya?" tanya Gigi. Leana mengangguk. Tak lama, makanan pesanan mereka tiba, namun Gigi tetap melanjutkan ucapannya, "Nggak ada niat ngadain giveaway tuh, Ya?"
Serempak, Leana dan Kila tertawa lepas, membuat orang-orang di sekitar mereka menyempatkan diri untuk menaruh perhatian. "Oh, itu gue tau. Tapi gue nggak tau siapa yang diomongin. Gue kurang kenal kating. Coba liat, Ya, yang mana orangnya," balas Kila sambil membuka aplikasi Instagram pada ponselnya.
Leana mengetikkan username Arras, dan dengan cepat mesin pencari itu menampilkan profil Arras yang segera Leana buka. Lama Kila memandangi avatar yang Arras gunakan. Gadis itu langsung mendelik. "Oh, yang ini! Asdosnya Pak Hisyam ini mah ya, Ya?"
Leana menggangguk.
"Keren lo, Ya. Putus dari Kallan dapetnya cowok macem gini," ujar Kila. Gigi lekas mengacungkan jempol tanda setuju.
Tidak dengan Leana. Hatinya ingin sekali mengoreksi, bahwa sebenarnya Leana sudah (hampir) mendapatkannya sejak dulu. Hanya sayangnya saja Kallan menikung Arras. Begitu kronologis singkatnya.
Sekiranya setengah jam mereka menghabiskan waktu di kantin. Setelah makan dan berbincang-bincang sedikit, ketiganya lekas beranjak kembali ke gedung fakultas untuk mengikuti kuliah selanjutnya.
Senda gurau masih mengiringi langkah mereka. Tawa terdengar berulang-ulang di sepanjang perjalanan singkat mereka menuju kelas. Hingga semuanya terhenti secara paksa ketika mereka berpapasan dengan Arras di lobi gedung. Terutama Leana, gadis itu langsung berhenti tertawa ketika melihat Arras menyungging senyum.
Dengan supercanggung, Leana balas tersenyum tipis, lalu buru-buru melangkah, hendak menghindari Arras. Namun suara khas laki-laki itu lagi-lagi membuat jantung Leana berdetak tak keruan. "Lea!"
Panggilannya memang sesingkat itu. Akan tetapi, perasaan yang menyelimuti Leana tidak berlangsung singkat. Gadis itu menoleh, melihat Arras yang memanggilnya. Laki-laki itu berjalan mendekat, membuat dua teman Leana yang lain segera pamit, mempersilakan Leana bicara dengan Arras.
"Kelasnya Pak Dandi di mana ruangannya?" tanya Arras. Leana diam sejenak. Ia tidak menyangka kalau pertanyaan yang datang akan setidakpenting ini. "Sama kayak minggu lalu?"
Leana hanya mengangguk-angguk.
Begitu pula dengan Arras. "Oke. Kalau ada Pak Dandi nanti chat gue, ya. Gue ada urusan dulu di luar," katanya. "Thanks ya, Lea!" akhir kata, laki-laki itu lantas berlari pergi. Leana hanya bisa mengangguk tanpa Arras melihatnya.
Segera Leana melanjutkan perjalanannya menuju ke kelas dengan senyum mengembang lebar, yang tak disangka-sangka, tak bertahan lama. Di lantai dua gedung, Leana berpapasan dengan Kallan dan Thania yang tengah makan siang. Keduanya menoleh ketika Leana lewat. Keduanya memandangi Leana. Kallan dengan tatapan normalnya, tapi tidak dengan Thania.
Kenapa ini? Apa karena Thania memergoki Kallan jalan dengan Leana beberapa hari lalu? Atau karena Thania mencuri dengar percakapan Leana dengan Kila saat di kantin tadi? Atau gabungan dari keduanya?
Namun, ketimbang memikirkannya, Leana lebih memilih untuk melewati keduanya tanpa menyapa satu pun dari mereka. Peduli setan dengan Thania yang mungkin akan marah lagi karena Kallan yang jalan dengan dirinya. Bukan urusan Leana. Toh Kallan dan Leana hanya sedang menepati janji masing-masing, kan?
-=-=-=-
"Lang, ayo!" ujar Pita yang sudah siap meninggalkan Lapangan Katsu. Arras yang baru saja datang dan hendak duduk lantas memerhatikan kedua temannya, yang kemudian disapa oleh Pita, "Eh elo, Ras. Gue duluan, ya."
"Mau ke mana?" tanya Arras. "Gue baru dateng."
"Mau makan sama Galang. Lo mau ikut?"
Sejenak Arras terdiam dan berpikir, sampai Galang beranjak dari posisi duduknya. "Boleh. Tapi gue nunggu Leana selesai kelas dulu, nggak apa-apa?" balas Arras.
Galang dan Pita saling tatap, seolah tengah bertukar pikiran. Galang yang akhirnya memutuskan untuk bicara, "Masih ada kelas, ya? Next time aja deh, Ras. Gua sama Pita habis makan langsung pulang, nggak nongkrong."
Pita mengangguk, mendukung jawaban Galang. Gadis itu kemudian menyungging senyum sambil melengang pergi.
"Duluan, Ras," tutur Galang sambil meninju pelan lengan Arras. Mau tak mau Arras mengangguk mengiakan, kemudian bergabung dengan teman-temannya yang lain di Lapangan Katsu. Ada empat orang lainnya selain Arras.
"Sob, gue juga cabut deh," ujar Farel tiba-tiba, tak lama setelah Pita dan Galang pergi.
Nanyian Bagas bersama gitarnya seketika terhenti. Mulut laki-laki itu yang semula merdu bernyanyi, kini merdu meneriaki Farel, "Udah bucin ya sekarang."
Yang diteriaki hanya tertawa-tawa sambil berlari meninggalkan Lapangan Katsu. Pandangan Arras dan Bagas serempak fokus mengikuti gerak Farel. "Bucin siapa, Gas? Udah dapet Agatha doi?" tanya Arras.
Bagas mengangguk.
"Asli? Jadian apa otw jadian?"
"Ya jadian atuh Ras! Emangnya maneh nggak jadi-jadi!" dari arah lain, Andaru merespons, yang kemudian disambut tawa banyak orang. Termasuk Bagas.
"Yeh ngeremehin. Lo mau gue kapan jadi?" balas Arras, yang pada akhirnya pun turut tertawa. "Besok? Lusa? Apa masih minggu depan?" tantangnya lebih lanjut.
Semuanya berlomba-lomba menimpali, semakin memojokkan Arras. Dan keadaan itu berlangsung sampai salah satu dari mereka melihat Leana berjalan keluar dari gedung fakultas dan segera menyetop, "Eh ada anaknya. Berhenti, berhenti. Gawat kalau Arras gagal lagi. Masa nunggu setahun lagi."
Tawa pecah sekali lagi.
"Anjir lah," cemooh Arras sambil tertawa. "Udah ah, gue cabut ya."
Arras melambaikan tangannya, yang kemudian dibalas oleh seluruh teman-temannya. Laki-laki itu lantas berjalan mengejar langkah Leana. "Lea!" panggilnya sambil menyetarakan langkah. Gadis yang dipanggil menoleh sambil memperlambat langkahnya. "Pulang sama gue, yuk!"
Senyum Leana mengembang. Tidak ada penolakan dalam bentuk apapun yang ia kemukakan. Leana sepakat untuk pulang bersama Arras. Terlebih lagi sebab gadis itu melihat Kallan baru saja lewat bersama Thania.
Setelah entah berapa lama, akhirnya Leana bisa membuat Kallan melihat kalau Leana benar-benar sedekat ini dengan Arras. Kalau Leana sebenarnya tidak kalah saing.
Akan tetapi, satu hal yang masih Leana tidak paham. Di saat seperti ini, kenapa Thania masih saja menatapnya sinis? Rasanya Leana ingin meneriakkan, "Lo lihat kan gue juga sama cowok lain? Ngapain sinis?!"
Sayang saja Leana tidakmau menciptakan keributan besar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro