Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 17

Satu pekan, dua pekan, hingga tiga. Segalanya terasa aman, pada awalnya. Kallan tidak pernah mangkir dalam pertemuan mingguannya bersama Leana. Termasuk harusnya, sore ini, di pekan keempat. Lima belas menit lalu Kallan baru saja membalas chat Leana kalau laki-laki itu sudah di dalam perjalanannya menuju ke Pondok Indah Mall. Berlandaskan kabar tersebut, Leana pun sudah memutuskan untuk segera pergi ke lokasi.

Kallan yakin ia sudah tiba di Starbucks, seandainya teman-teman Thania tidak terlambat tiba di McDonald's Fatmawati. Pertama-tama Thania meminta Kallan mengantarnya ke McDonald's. Kallan menurutinya, sebab Thania pun semula meminta Kallan untuk langsung meninggalkannya begitu tiba di lokasi.

Namun begitu tiba dan Kallan pamit pergi, Thania justru meminta Kallan menunggu sampai tiga teman Thania datang. Terhitung sudah lima belas menit. Tidak ada satu pun yang datang, dan Kallan tidak boleh beranjak.

Kabar lebih buruknya lagi adalah, ketika Kallan pamit, justru timbul rasa curiga pada Thania. Tanpa berbasa-basi, gadis itu langsung menodong Kallan dengan satu pertanyaan mematikan, "Abang buru-buru banget mau ketemu siapa sih?"

Kallan tidak bisa memberikan respons apapun selain gelengan kepala sambil perlahan-lahan menarik ponselnya yang tergeletak di atas meja. "Nggak apa-apa. Mau pulang aja. Mau istirahat. Nanti kan Abang jemput kamu lagi," dalihnya.

Thania tidak merespons, tapi tetap menatap Kallan dengan begitu tajam. Sebelas bulan pacaran dengan Leana, Kallan sangat tahu maksud tatapan tipe ini. Artinya kabar buruk sudah menunggu dengan tidak sabar.

Habislah Kallan.

"Kenapa HP Abang tiba-tiba diambil?" pertanyaan pertama dari entah berapa. Kallan sudah mati kutu tidak bisa menjawabnya. Dalam hatinya Kallan bertanya-tanya, kenapa sih Kallan harus berhadapan dengan masalah begini lagi?

Lama Kallan hanya diam sambil mengalihkan pandangan ke mana-mana. "Ya kan Abang mau pulang. Masa HP-nya Abang tinggal di sini? Nanti kamu nelepon Abang minta jemput gimana?"

Tatapan sinis Thania perlahan-lahan melembut. Gadis itu kembali tenang, terlebih sebab ia sudah dapat melihat teman-temannya membuka pintu McDonald's dan melambaikan tangan ke arahnya. Disuguhkan pemandangan begitu, Thania lekas-lekas berkata, "Ya udah, Abang pulang aja. Temen-temen aku udah sampai."

Kallan bebas. Secepat mungkin laki-laki itu beranjak dari kawasan McDonald's bersama motornya, lalu menelepon Leana ketika dipikirnya sudah aman dari pengawasan Thania.

"Gue pulang juga, ya, sampai lo dua menit nggak ada di Starbucks," omel Leana pada detik pertama teleponnya diangkat. "Mau berapa kali lagi sih lo mainin gue? Udah putus masih mau mainin gue, lo?"

"Sumpah nanti gue jelasin ya, Ya. Gue sekarang di Mekdi Fatmawati, sumpah demi Tuhan gue ngebut ke PIM nih. Jangan pulang dulu please. Nanti gue traktir BanBan deh. Atau Beard Papa's, Baskin Robbins, Carl's Junior, Godiva, Haagen Dazs. Apapun deh semau lo, tapi please jangan pulang, gue juga butuh cerita sama lo," balas Kallan dengan begitu tergesa-gesa. "Udah, ya. Asli gue udah deket kok."

Tanpa menantikan respons Leana, Kallan segera mengakhiri telepon secara sepihak. Fokusnya kembali ke jalan raya menuju Pondok Indah Mall. Buru-buru Kallan memarkir motornya, berlari masuk ke dalam mal, dan menemui Leana yang sedang duduk dengan tenang di Starbucks bersama Caramel Coffee Jelly favoritnya.

"Kok lari-larian?" tanya Leana dengan begitu polos, sambil menyesap minumannya yang tersisa seperenam gelas. "Dikejar anjing?"

Kallan hanya mengerlingkan matanya sambil meletakkan tasnya di atas kursi. Ia kemudian berbalik badan untuk berjalan menuju kasir.

"Kal, Caramel Coffee Jelly satu. Punya gue udah habis," ujar Leana sebelum Kallan benar-benar melangkah. "Makasih mantan," tutur Leana diiringi tawa pelan. Kallan tak berkomentar apapun. Laki-laki itu lantas melanjutkan perjalanannya menuju ke kasir dan memesan dua minuman.

Sore ini Kallan mendominasi. Laki-laki itu bercerita begitu banyak, dan topik utamanya adalah sikap Thania hari ini yang mengakibatkan Kallan terlambat hadir di sini. "Gue nggak tau dia ternyata posesif," tandas Kallan. "Nggak tau sih. Posesif kan selalu ada dua kemungkinan ya, Ya? Satu karena pasangannya yang punya track record buruk, satu lagi karena emang dianya aja yang sakit."

Leana mengangguk-angguk sambil menumpu dagu dengan kedua tangannya. Kallan terus bermonolog, sementara Leana seolah dipaksa untuk tidak memotong ceritanya. Padahal sejak tadi Leana sudah merancang cerita untuk ia bagikan kepada Kallan tentang apa yang terjadi dua hari lalu ketika ia pergi menemani Arras mengambil kamera mirrorless miliknya yang baru diservis.

"Sebulan pacaran udah posesif. Menurut lo gue udah ada salah gitu, Ya, sama dia?" tanya Kallan, sebagai akhir dari monolognya.

Leana sedikit bernapas lega. Kallan akhirnya memberinya kesempatan untuk bicara. Gadis itu segera menggeleng. "Kalau sepengalaman gue sih, Kal, masih sebulan ya nggak ada masalah apa-apa ya, lo. Kecuali udah setengah tahun, udah bosen-bosennya, keluar deh khas gemininya. Flirty flirty gimana gitu," terang Leana panjang lebar sambil tertawa.

"Dih gue nggak genit, ya, Ya." Kallan menyangkal. "Lo tuh negative thinking aja ya kerjaannya," lanjutnya sambil mengacak-acak rambut Leana yang tergerai bebas seperti biasanya.

"Heh!" sergah Leana sambil menangkis tangan Kallan yang sudah telanjur menyentuh puncak kepalanya. "Lo nggak tau perawatan rambut gue mahal?! Sembarangan acak-acak lagi, lo. Nggak ada gemes-gemesnya tau rambut gue diacak-acak sama lo. Nggak kayak di film-film."

"Halah, dulu lo suka nyalon juga suka gue traktir ya, Ya," balas Kallan tak mau kalah.

Leana berdecak sebal. "Ya nggak ada yang minta lo bayarin juga kali, Kal. Itu mah lo aja yang emang lagi pengin pamer kalau lo—"

"Wait, Ya."

Di tengah omelannya, Leana hanya bisa mengangguk ketika Kallan menginterupsi. Ponsel laki-laki itu yang diletakkan di atas meja bergetar. Layarnya kini menyala menampilkan nama Thania dengan begitu jelas.

Leana mengalah. Dibiarkannya Kallan mengangkat telepon dan bicara dengan pacarnya. Dipandanginya Kallan yang berulang kali menoleh ke arahnya, sambil terus bercakap-cakap.

"Sekarang banget? ... Setengah jam lagi, ya? Abang masih ada urusan. ... Iya, emang mau pulang, tapi mendadak ditelepon klien tadi pas di jalan. ... Abang lagi di PIM ini meeting sama klien."

Leana memerhatikan Kallan dengan begitu saksama. Ketika Kallan kembali menoleh ke arah Leana, bibir gadis itu bicara tanpa suara, "Jemput?"

Kallan yang mengerti lantas mengangguk pada Leana.

Leana balas mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Go," katanya. Sesingkat itu untuk pada akhirnya Kallan memberi kabar kepada Thania kalau ia akan segera menjemput pacarnya yang satu ini.

Telepon berakhir setelah beberapa menit. Kallan lekas menyakukan ponselnya. "Bener nggak apa-apa nih, Ya?" tanya Kallan dengan hati-hati. "Gue jadi nggak enak. Lo belum cerita apa-apa."

Senyum Leana mengembang. "Ya ... nggak apa-apa. Next time kita bisa ketemu lagi," katanya. "Minggu depan gue bakal cerita double sama lo. Deal, Abaaang?"

"Ah, diem lo. Aneh banget tau nggak sih panggilan sayangnya tuh abang. Cuma gara-gara gue kakak tingkat," balas Kallan. Leana hanya menanggapinya dengan tawa terbahak-bahak. "Ya udah, gue cabut duluan, deh."

Kini jadi Kallan yang lesu dan merasa benar-benar bersalah. Namun laki-laki itu tetap beranjak meninggalkan Leana. Ia merasa benar-benar tidak enak hati. Padahal Kallan sudah datang terlambat, sudah mengambil alih topik, dan kini harus pergi duluan karena Thania memintanya untuk kembali menjemputnya di McDonald's Fatmawati.

Dari sudut gerai Starbucks, Leana menyaksikan kepergian Kallan, semakin jauh dan lama-lama hilang dari jangkauan kedua matanya. Tidak ada yang bisa Leana rasakan selain memaksakan diri untuk ikhlas. Toh semua ini adalah rencananya.

"Let's go home, then," gumam Leana sambil merapikan barang-barangnya. Gadis itu turut beranjak dari gerai Starbucks, berjalan menuju ke halte TransJakarta di antara PIM 1 dan PIM 2, kemudian naik bus menuju jalan pulangnya.

Lalu datang satu hal lagi dari Kallan setelah laki-laki itu menghabiskan waktu Leana selama di Starbucks. Begitu Leana tiba di rumah, ada pesan masuk di WhatsApp Leana.

Kallan : Lo update instastory di PIM ya, Ya?

Leana : Ya lo liat aja sendiri. Kenapa emang?

Kallan : Gimana mau liat. Lo masih blokir instagram gue.

Kallan : Thania liat lo update di PIM.

Kallan : Instagram gue login di HP Thania dan lokasinya kedeteksi gitu anjir gara-gara gue sempet buka instagram pas di Sbux.

Leana terpaku di balik pintukamarnya. Kenapa harus begini, sih? Akan dicap apa Leana oleh Thania?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro