BAB 15
"...Tapi gue belum sama sekali input nilainya. Bahkan belum bikin tabel nama-nama mahasiswa dan ngerekap absen." Arras berujar sambil mengeluarkan laptop serta dua map berwarna kuning dari dalam tasnya. Sementara Leana masih saja terbengong memandangi Arras tanpa menggubris ucapannya barusan. "Lea?"
Tetap tidak digubris. Leana tetap terbengong sambil memainkan stainless straw yang ada di botol kopi susunya. Juga seraya memandang ke jaket hijau army yang membalut kaus hitam polos dan tubuh Arras. Kenapa Arras tahu warna favorit Leana?
"Leana, you okay?" Arras melontarkan pertanyaan sambil memetikkan jarinya di depan wajah Leana. Sukses besar membuat Leana langsung terseret keluar dari lamunannya, sekaligus membuat gadis itu langsung dikerubungi rasa malu karena terpergok memandangi kakak tingkatnya yang satu ini. "Lo kenapa? Dari tadi ngelamun ngelihatin jaket gue. Ada yang salah?"
Malu. Leana benar-benar malu dan tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hatinya ia mengutuk dirinya sendiri sebab sudah melamun panjang sampai tidak mengalihkan pandangannya dari jaket Arras. Astaga.
"Eh?" Leana menggigit bibir bawahnya. "Ng-nggak, Bang. Sori-sori, gue lagi kepikiran sesuatu," ujarnya sambil menggelengkan kepalanya. "Jadi, gimana? Apa yang harus gue lakuin?" tanyanya, buru-buru mengalihkan topik.
Dengan penuh sabar, Arras kembali menjelaskan apa yang harus mereka selesaikan. Percakapan mereka mengalir. Permasalahan melamun panjang pun hanyut tak tersisa.
-=-=-=-
Setelah ditinggal Arras tiga puluh menit lalu, keadaan kontrakan masih sama. Peralatan yang masih belum dirapikan, kamera yang masih terpajang di tripod, serta Pita dan Galang yang masih di sana.
"Lo bener-bener nggak kayak Pita yang gue kenal, Pit," ujar Galang setelah laki-laki itu menutup pintu kulkas dan mengambil puding dari dalam. "Lo bener-bener galau karena Arras deketin Leana lagi, ya?"
Pita yang sedari tadi masih duduk di kursi kecil sambil memainkan ponselnya kini mengalihkan perhatian dari layar. Dipandangnya Galang yang berdiri tidak jauh darinya, memegang puding di tangan kiri, dan sendok di tangan kanan. Gadis itu diam tak merespons.
"And even after a year, kita semua nggak pernah move on, ya, Pit," ujar Galang sambil mengistirahatkan dirinya di kursi yang terletak tidak jauh dari Pita. "Arras yang masih suka Leana, lo yang masih—"
"Rumah gue lagi kosong. Ke Mekdi yuk, Lang, daripada gue bete sendirian di rumah." Segera Pita bangkit dari kursi yang ditempatinya sambil menginterupsi ucapan Galang. Gadis itu lekas meraih tas selempangnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa menunggu persetujuan Galang, gadis itu lantas duduk di jok bagian belakang motor Galang. "Cepetan!" pekiknya dari luar.
"Iya sebentar!" Galang merespons sambil buru-buru menghabiskan pudingnya. Detik selanjutnya laki-laki itu gegas bersiap lalu menghampiri Pita. Keduanya lantas meninggalkan kontrakan, menuju McDonald's Fatmawati.
Keduanya memesan makanan, kemudian mencari kursi yang kosong. Detik selanjutnya tidak ada percakapan apapun. Pita menyibukkan dirinya dengan ponsel, sementara Galang kini bingung harus melakukan apa selain menikmati makanan yang dipesannya.
"Pit," pangil Galang di tengah kesibukan mereka masing-masing.
Segera Pita berhenti memandang dirinya sendiri di layar ponsel. Tatapannya tertuju kepada Galang yang duduk di hadapannya. "Gue nggak terima topik obrolan tentang Arras dan Leana ya, Lang."
Galang yang sebelumnya sudah menyiapkan topik, kini jadi geming bak orang kehabisan ide. Sejujurnya itulah topik yang hendak Galang angkat sore ini, namun sayangnya Pita sudah membaca pikirannya sebelum Galang sempat memulakan topik.
"Ya udah, nggak jadi deh. Gue bingung bahas apa," ujar Galang apa adanya, yang justru membuat Pita tertawa terbahak-bahak. "Kan, bercanda. Gue lagi serius tau, Pit. Habisnya gue belum pernah lihat lo galau gara-gara cowok."
Dengan tawa yang masih tersisa, Pita lanjut menikmati kentang gorengnya. "Gue nggak galau, kali. Biasa aja. Emangnya dulu selama Arras suka sama Leana dan Leana belum jadian sama Kallan, gue pernah galau?"
Galang menggeleng.
"Dan selama itu pula, apa gue pernah bahas-bahas kalau gue suka sama Arras?"
Galang menggeleng lagi.
"Ya udah, what makes you worry, Lang?"
"Gimana gue nggak khawatir? Di saat Arras deket lagi sama Leana, lo tiba-tiba bilang kalau lo nggak punya kesempatan sama Arras," balas Galang. "Pit, gampang ngebaca pikiran lo. Gue kenal sama lo."
"Arras juga kenal sama gue," balas Pita.
"Tapi gue lebih tau lo ketimbang Arras, Pit." Galang tetap tidak mau kalah. "Buktinya, gue udah lama tau tuh kalau lo suka sama Arras. Sementara Arras aja nggak tau apapun kalau lo suka sama dia."
Kening Pita mengernyit. Galang bersikap beda. Pita tidak ingat kalau Galang bisa-bisanya mengatakan itu secara gamblang. Selama ini, meski hanya di antara mereka, Galang tidak pernah membahas apapun soal perasaan Pita kepada Arras.
Lagi pula, Pita bahkan tidak tahu apakah sebenarnya ia masuk menyukai Arras atau tidak. Pertama kali Pita mulai menyukainya adalah ketika masih semester pertama. Sudah berlalu sangat jauh.
"Lo kenapa tiba-tiba bahas Arras terus, sih?" tanya Pita. "Gue suka sama Arras tapi gue nggak pernah mau deketin dia lebih lanjut untuk sekarang, Lang. Lagian sebentar lagi lulus. Gue yakin kok gue nggak akan suka lagi sama Arras. It's temporary."
Galang berdengkus. Laki-laki itu melipat kedua tangannya di atas meja. Pandangannya lurus tertuju kepada Pita. "I just try to help. Yang gue lihat, lo nggak sekadar suka sama Arras, Pit."
"Dan sesuka-sukanya gue sama Arras, gue udah berdiri pada tahap ikhlas sejak dia pertama kali suka sama Leana, Lang. Dari dulu gue udah ikhlas kalau seandainya Arras bakal jadian sama Leana. Begitu juga dengan sekarang."
Galang menggelengkan kepalanya pelan. "Lo nggak pernah sadar sama perasaan lo sendiri ya, Cristapitara?" tanya Galang. "Don't lie."
"Kok kelihatannya jadi kayak lo jauh lebih ngerti gue ketimbang diri gue sendiri?" Pita merespons penuh heran.
"Karena gue juga tau gimana rasanya bertahun-tahun suka sama orang yang nggak pernah tau kalau gue suka sama dia," ucap Galang. "Kita ada di posisi yang sama, Pit."
Pita diam sesaat. Keningnya mengernyit lagi. Gadis itu menilik laki-laki di hadapannya. "Kok gue nggak pernah tau lo suka sama siapa?" tanyanya. "Curang banget lo tau gue suka sama siapa dan kita sama-sama ngerahasiain ini dari Arras, tapi gue nggak pernah tau lo suka sama siapa. Atau jangan-jangan lo ngerahasiain ini dari gue bareng Arras?"
Galang mengedikkan bahu. "Nobody knows," aku Galang. "Nggak ada kecurangan. Semua orang punya rahasia yang nggak akan dia kasih tau ke siapapun, kan?"
Cukup lama Pita mencerna ucapan Galang sebelum akhirnya ia mengangguk-anggukan kepalanya. Selanjutnya, meja mereka berangsur hening. Tidak ada percakapan lain. Namun pada menit pertama, Pita-lah yang kembali memecah hening dengan cara bertanya, "Tapi gue boleh tau, nggak, lo suka sama siapa?"
Senyum Galang terbit di wajahnya. Laki-laki itu kemudian menggeleng. Tanpa kata.
Pita mengerucutkan bibirnya. "Pelit banget lo," tukasnya sambil menoyor pipi Galang pelan. "Bertahun-tahun temenan sama gue, gitu aja nggak mau sharing, ya. Awas aja lo."
Galang hanya terkekeh-kekeh merespons Pita sambil tetap mendengarkan gadis itu berceloteh lebih panjang soal pertemanan mereka yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Tak absen gadis itu menyebutkan apa saja yang pernah Pita ceritakan kepada Galang, seakan-akan tengah menyindir Galang tidak seterbuka Pita padanya.
Sambil terus bermonolog, Pita menggeleng-gelengkan kepalanya, "...Gila. Gue sampai ngasih tau rahasia yang nggak gue kasih tau ke siapapun, tapi lo nggak ada timbal baliknya ya, Galang Wibisono. Mengecewakan."
"Padahal ya, Lang, coba aja dari dulu lo ngasih tau siapa cewek yang lo suka. Siapa tau gue bisa bantu kan sampai lo jadian. Nggak bakal gagal deh kalau gue yang bantuin. Dijamin. Gue kan anaknya literally so friendly, which is also popular, and a very good girl."
Semakin jauh Pita bicara, semakin lebar senyum Galang tercetak. Laki-laki itu tetap mendengarkan. Dalam benaknya tercetus pikiran tiba-tiba. Ternyata Pita jauh lebih menarik daripada yang selama ini Galang kenal.
Atau Galang harus merevisipikirannya, sebab yang benar baginya adalah: Pita memang selalu menarik dimatanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro