BAB 14
"Kenapa nggak dari awal aja minta pulang sama gue?" sapaan Galang membuat perhatian Pita teralihkan dari mobil-mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di depan matanya. Laki-laki itu turut duduk di sebelah Pita, lalu menyungging senyum. "Lagian, kenapa tiba-tiba nggak jadi? Arras tiba-tiba jemput Leana? Hahaha."
Mendapatkan ledekan begitu, Pita buru-buru meninju lengan Galang di tengah tawa laki-laki itu. Namun Pita terkekeh pada akhirnya. Gadis itu memandangi Galang yang masih tertawa. Ditunggunya sampai Galang berhenti tertawa, lalu Pita akhirnya angkat suara, "Gue keceplosan nanya Arras masih suka sama Leana atau nggak."
"Ya terus emangnya kenapa? Semuanya juga tau kali, Pit, kalau Arras emang suka sama Leana," balas Galang begitu enteng. "Udah lebih dari setahun sejak Arras pertama kali suka sama Leana. Apa yang harus membuat kita kaget kalau ternyata dia masih suka sama Leana?"
Lama Pita hanya diam memandangi Galang. Keduanya bersitatap. "Iya, kan?" tanya Galang, memecah hening yang menyelimuti.
Pita terkekeh. "Iya juga, ya. Berarti seharusnya gue juga nggak kaget, ya, Lang, kalau gue ternyata masih nggak punya harapan apapun sama Arras?"
Galang memilih untuk diam. Sejak semester satu dimulai dan mereka selalu bepergian bertiga, ketiganya secara tidak langsung sudah berjanji untuk tidak menyembunyikan rahasia apapun di antara satu sama lain.
Dan ini sudah memasuki semester ketujuh mereka, yang mana artinya sudah memasuki tahun keempat mereka menyembunyikan sesuatu dari Arras.
"Pit," panggil Galang. Pita hanya bergumam menanggapinya. "Kita mau sampai kapan ngebohongin Arras?"
Pita menggeleng, menandakan ia tidak tahu jawabannya. Gadis itu kemudian beranjak dari posisi duduknya. "Pulang yuk, Lang. udah malam," ujarnya sambil tersenyum tipis. Di baliknya, gadis itu berusaha menyangkal topik yang sedang Galang angkat. Pita tidak pernah suka membahasnya.
Galang turut beranjak, kemudian keduanya melangkah seiringan menuju parkiran motor, mencari letak motor Galang. Keduanya gegas meninggalkan kawasan kampus.
Sementara di sisi lain Jakarta Selatan, ada Arras yang mengendarai motornya dengan begitu lambat. Arras lebih sibuk memikirkan Pita ketimbang memusatkan fokusnya pada jalan raya di depannya. Satu per satu pertanyaan terbit di benaknya. Rahasia apa yang sebenarnya Pita sembunyikan darinya?
-=-=-=-
Sejak Leana belum melangkah memasuki kamar mandi, hingga Leana selesai berpakaian, ponselnya masih bergetar di atas ranjangnya. Kallan tidak berhenti mengiriminya direct message melalui Instagram sebab nomor WhatsApp-nya sudah Leana blokir.
Menyerah, Leana memutuskan untuk meraih ponsel di atas ranjangnya dan membuka direct message dari Kallan yang menampilkan puluhan huruf "P" berbaris ke bawah. Tidak sopan.
Kallan : P
Leana : Apaan si tolol.
Leana : Nggak diajarin mengucap salam lo?
Tanpa menunggu waktu lama, pesan balasan Leana sudah dibaca oleh Kallan. Di menit yang sama pun, Kallan langsung mengetikkan balasan.
Kallan : Astaga kenapa lo jadi kasar banget, Ya?
Kallan : Siapa yang ngajarin lo ngomong tolol? Bilang sama gue.
Leana : Bukan orang yang beda dari yang ninggalin gue nunggu selama dua jam di PIM.
Kallan : Gue nggak pernah ngajarin lo ngomong tolol ya, Ya.
Leana : Iya emang. Tapi lo, secara nggak langsung, udah bikin gue bersikap kayak orang tolol tau nggak dengan cara nungguin lo dua jam di PIM, udah mesen dua minuman, nolak ajakan pulang sama Bang Arras, pula! Mikir!
Kallan : Ya makanya gue mau minta maaf. Lo selalu menghindar.
Leana menghela napas, mencoba untuk tidak terbakar emosi sebab ucapan Kallan. Gadis itu mencengkeram ponselnya kuat-kuat. Leana tidak pernah mengerti, kenapa sih laki-laki bisa seenak itu bilang kalau mereka akan meminta maaf?
Memangnya minta maaf akan mengubah apa?
Diselimuti kesal secara perlahan-lahan, Leana akhirnya memutuskan untuk berhenti membalas pesan Kallan. Dan seperti yang dilakukannya pada nomor Kallan di WhatsApp, Leana kini memblokir akun Instagram Kallan.
"Bye-bye, Jerk," ujar Leana sambil melemparkan ponselnya di atas ranjang. Leana lantas menarik selimut untuk menutupi setengah badannya. Namun, lima menit setelahnya, ponsel Leana sudah bergetar lagi tanpa henti. Nada dering yang dikhususkan untuk telepon masuk menggertak masuk ke gendang telinganya.
Dengan emosi yang masih tak keruan, Leana meraih ponselnya dan menerima panggilan tersebut tanpa membaca nama penelepon. Pada detik pertama teleponnya tersambung, Leana lantas mengomel, "Kallan lo bisa nggak, sih, nggak ganggu gue? Emang Thania ke mana? Udah ditinggal lo sama cabe-cabean pengganti gue?!"
"Hah?"
Mendengar respons sesingkat itu, dan suara yang tidak sefamilier suara Kallan, jantung Leana langsung berdebar kencang. Sepertinya ini bukan Kallan. Buru-buru gadis itu melihat layar ponselnya, sekaligus melihat nama "Bang Arras" terpampang nyata bersamaan dengan foto laki-laki itu yang memenuhi layar.
Sial.
"Eh ... aduh ... so-sori, Bang Arras. Gua kira Kallan ... soalnya ... aduh, sori banget Bang Arras. Soalnya dari tadi yang teleponin gue Kallan. Aduh, malu banget," tutur Leana lirih.
Setelah terjadi keheningan beberapa saat, suara sang penelepon terdengar lagi, tertawa. "Hahaha, sori, gue yang ganggu lo ya, Lea? Kayaknya lagi sensitif," ujar Arras.
"Eh? Nggak kok, Bang. Nggak ganggu, cuma ya ... emang lagi sensi aja sama Kallan," balas Leana. "Sori ya, Bang. By the way, ada apa nelepon malam-malam? Tumben."
"Eh iya. Besok kosong nggak, Lea?" tanya Arras to the point. Selama berpikir dan menduga-duga apa yang akan terjadi, Leana diam tak memberi respons. Sampai Arras berucap lagi, "Kalau lo kosong dan bersedia, gue mau minta tolong dan minta temenin buat input nilai teman-teman lo. Minggu depan kan Pak Hisyam pulang, jadi gue harus udah setoran nilai ke Pak Hisyam."
Leana semakin geming kini. Selain sensitif tersulut amarah karena Kallan, sekarang Leana juga sensitif untuk bawa perasaan. Dalam hatinya Leana menggerutu, kenapa sih perempuan menstruasi harus seperti ini?
"Oh ... jam berapa, Bang?" tanya Leana dengan hati-hati. Untung saja Arras hanya meneleponnya sehingga laki-laki itu pasti tidak tahu kalau sekarang Leana tidak bisa membendung rasa senangnya sampai bibirnya membentuk senyuman benar-benar lebar. "Gue bisa, sih. Hari Sabtu emang biasanya nggak ada kegiatan, dan belum ada janji sama siapa-siapa."
"Kalau begitu, sekarang lo udah ada janji, ya, buat nemenin gue input nilai," tukas Arras. Senyum Leana semakin tak bisa ditahan. Kenapa Arras tiba-tiba semanis ini, sih. "Besok gue kabarin lagi. Kemungkinannya sih sore, karena paginya gue harus ketemu klien dulu."
"Oke."
Tak lama setelah itu, telepon diakhiri oleh Arras. Leana juga sudah mengakhiri rasa kesalnya pada Kallan. Segala rencananya benar-benar lancar jaya. Leana mungkin tidak akan pernah menyesal sudah menggugat putus.
Belum habis Leana merasa berbunga-bunga, ponselnya bergetar lagi. Gadis itu sudah menduga Arras yang mengirimkan pesan, namun ketika dilihatnya, justru Kallan yang mengiriminya pesan. Laki-laki itu benar-benar belum kehabisan akal. Setelah WhatsApp dan Instagramnya diblokir, kini Kallan mengirim sms.
Astaga.
Kallan : Ya, besok ketemuan ya, please. Gue bener-bener minta maaf, Ya. Tapi dengan adanya kesalahan ini, bukan berarti kita harus memutus perjanjian yang udah kita buat, Ya. Kalau emang lo sekarang merasa udah nggak butuh bantuan gue dan nggak mau juga bantu gue, oke kita udahan, tapi please give me time to talk, Ya. Ada yang harus diluruskan.
"Idi ying hiris diliriskin," ejek Leana setelah membaca pesan tersebut. Gadis itu menghela napasnya, mencoba untuk tetap waras di tengah serangan Kallan yang terus-menerus mendobrak pertahanan Leana untuk tidak berkomunikasi dengannya lagi sejak kejadian menunggu dua jam di PIM.
Akan tetapi, meski menyebalkan selangit, kali ini Leana memutuskan untuk membalas pesannya dengan serius. Barangkali Kallan memang pure meminta maaf, kan?
Leana : Sayang sekali, Bung. Besok gue ada janji sama Bang Arras. Next time ya.
Kallan : Minggu pasti nggak ada janji sama Bang Arras lagi.
Leana tidak punya alasan lain untuk menolaknya. Selanjutnya, pesan balasan Leana kepada Kallan adalah persetujuanbahwa mereka akan bertemu lusa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro