BAB 07
Meja yang Kallan dan Leana sudah lama hening setelah Kallan selesai menceritakan laporan pendekatannya. Kallan mulai sibuk dengan ponselnya, sementara Leana hanya memandang ke luar jendela tanpa berkata apapun.
Sampai tiba-tiba gadis itu berujar cukup kencang, "Oh, gue tau!"
Perhatian Kallan seketika teralihkan dari layar ponselnya. Laki-laki itu menatap gadis berambut pendek dengan highlight hijau di sebelah kiri tersebut. Kallan tidak berkata apapun, sampai Leana yang bicara lagi, "Lo kayaknya harus go public gitu deh, Kal."
Sebelah alis Kallan terangkat. "Apaan go public go public? Lo pikir gue seleb yang diekorin wartawan ke mana-mana tapi tetap nggak mau pamer pasangan?" balas laki-laki itu enteng.
Mendengar respons tersebut membuat Leana berdecak sebal. Gadis itu mengerlingkan matanya saking gemas dengan cara pikir Kallan. "Maksud gue, lo tuh perlu bersikap seakan-akan lo ini dekeeeeeeetttt banget sama Thania di kampus," terang Leana. "Pasti ya, pasti, temen-temen Thania, atau bahkan temen-temen kita, bakal mempertanyakan kedekatan lo berdua, dan ini bakal bikin Thania penasaran dan mikir kayak, 'Ih, ada apa sih, kok temen-temennya Bang Kallan kayak gitu, ya?' gitu!"
Kallan masih diam. Laki-laki itu kini melipat salah satu tangannya di atas meja, sementara satunya lagi ia gunakan untuk menumpu dagunya. "Emang ngaruh, apa?"
"Ngaruh, dong!" ujar Leana penuh percaya diri. "Ini tuh bakal bikin Thania penasaran, dan pasti lama-lama overthink soal ini, Kal. Kalau udah overthink saking penasarannya, ditambah lo yang juga welcome, pasti dia baper deh sama lo. Gue jamin."
Penjelasan Leana ia akhiri sendiri dengan petikan jari.
Sementara Kallan hanya terkekeh-kekeh melihat mantan pacarnya sebegitu antusiasnya memberikan rencana selanjutnya untuk Kallan lakukan. Laki-laki itu mengangguk-angguk. "Oke, gue coba mulai besok, ya," katanya. Senyum Leana mengembang, tanda ia senang rencananya diterima dengan baik.
Sebagai gantinya, Kallan kini ambil alih pembicaraan. Laki-laki itu menyebutkan rencana selanjutnya yang harus Leana lakukan untuk melanjutkan pendekatannya kepada Arras.
"Rencana kedua gue buat lo gampang, sih," kata Kallan dengan santai. Laki-laki itu ambil jeda sesaat untuk menyesap Asian Dolce Latte-nya yang hampir tidak tersentuh di atas meja saking fokusnya mendengarkan Leana. "Talk."
"Hah?"
Kallan mengangguk, lalu memperjelas ucapannya sendiri, "Talk. Lo cuma perlu lebih banyak ngobrol sama Bang Arras. Like, mungkin lo bisa iseng tanya gimana install aplikasi desain grafis, tanya-tanya gimana cara bikin ini itu di Illustrator atau Photoshop."
Leana kali ini mengangguk paham. Kedengarannya begitu mudah. Akan tetapi, bagaimana caranya Leana mendapatkan kesempatan untuk membicarakan semua itu? Tidak mungkin, kan, kalau Leana bergabung lagi dengan teman-temannya di Lapangan Katsu? Sementara selain itu, Leana jarang bertemu dengan Arras.
Selain jarang bertemu pun, sekalinya bertemu, jantung Leana pasti sudah mendobrak dadanya duluan sebelum Leana bisa menyapa sebatas hai.
"Pokoknya, Ya, obrolin aja sesuatu yang bakal bikin lo harus ngobrol lagi sama dia in the future," ujar Kallan. Sekali lagi Leana mengangguk. "Terus yang tawarannya Bang Arras, lo beneran terima?"
"Iya," balas Leana. "Kesempatan emas kedua setelah pernah diantar pulang waktu gue pulang malam dari kampus."
Kallan menyungging senyum. "Goodluck deh, Ya," katanya.
Leana hanya tersenyum menanggapinya. Percakapan keduanya berlanjut secara random. Tidak lagi membahas Arras maupun Thania, melainkan mulai membahas soal tugas-tugas kuliah dan segalanya yang memusingkan.
-=-=-=-
"Lea!" teriakan itu menghentikan langkah cepat Leana di koridor lantai dua. Satu-satunya orang yang memanggilnya "Lea" adalah Arras, dan Leana tahu betul ini suara Arras. Gadis itu menoleh ke belakang, melihat laki-laki dengan kemeja cokelat hazelnut serta celana pendek selutut hijau army tengah berlari ke arahnya.
Tepat sekali Leana bertemu dengan Arras. Gadis itu tersenyum menyambut kedatangan Arras. "Baru gue mau ke Katsu, ternyata lo belum di sana," katanya berbasa-basi.
"Iya, gue juga mau ke Katsu. Ayo sekalian, kayaknya Pita juga udah nungguin di sana," balas Arras. Leana mengangguk-angguk. Keduanya kemudian melanjutkan perjalanannya menyusuri koridor yang kosong, dengan Arras memimpin langkah.
Tiba di Lapangan Katsu, memang benar apa yang Arras bilang. Ada Pita di sana, bersama dengan Galang dan beberapa orang lainnya yang biasa menguasai sisi kiri Lapangan Katsu di jam-jam menuju petang seperti sekarang ini.
Arras lantas melambai kepada segelintir teman-temannya. Satu per satu orang menyambut laki-laki itu serta gadis yang berjalan di belakang punggungnya.
"Jadi, Ras?" tanya Pita begitu Arras tiba di hadapan gadis pirang tersebut, dan duduk tepat di sebelahnya. Arras mengangguk begitu paham maksud pertanyaan Pita. "Sama Leana, kan?" Pita bertanya sekali lagi, Arras pun mengangguk sekali lagi.
Leana tidak memberikan respons apapun meski namanya disebut-sebut. Gadis itu pun turut duduk di antara lingkaran tersebut—lebih tepatnya di sebelah Arras.
Kemarin sore, setelah akhirnya Leana mengiakan ajakan Arras, laki-laki itu kemudian menjelaskan secara rinci. Dalam setahun terakhir ini Arras, Galang, dan Pita sudah menjalani bisnis dalam bidang fotografi. Mereka kerap menawarkan jasa pemotretan untuk beberapa hal, seperti pemotretan pra-wedding, event, buku tahunan sekolah, dan segala macamnya yang bisa mereka garap.
Dalam kesempatan kali ini, Arras menjelaskan pula pada Leana, bahwa kakak sepupunya yang merupakan seorang mahasiswa tata busana, sedang menggarap pameran tugas akhirnya. Ia membutuhkan foto untuk katalog, namun belum mendapatkan model sampai akhirnya Arras memberikan usul untuk kakak sepupunya.
Kalau menebak Leana adalah nama yang Arras usulkan, maka seratus nilainya. Laki-laki itu memang mengusulkan nama Leana pada kakak sepupunya, dan persetujuan pun terjadi setelah diskusi panjang bersama Arras.
Selain itu, persetujuan juga terjadi di antara Arras dan Leana. Gadis itu tidak menolak untuk menjadi model, setelah berdiskusi bersama Kallan pada pertemuan terakhirnya di Starbucks PIM kemarin.
"Pit, sepupu gue udah mau sampai kontrakan. Mau cabut sekarang, nggak?" tanya Arras yang sedang menyibukkan dirinya bersama ponsel di tangannya.
Seketika tawa Pita terhenti. Gadis itu menoleh kepada Arras. "Boleh," katanya singkat. Segera, gadis itu menarik totebag miliknya yang tergeletak di atas rumput. Arras memimpin, berdiri duluan di segelintir orang tersebut, kemudian disusul oleh Pita, Galang, dan Leana. Keempatnya pamit, kemudian segera beranjak dari Lapangan Katsu.
"Pit, sama gue," ujar Galang yang berjalan paling belakang di antara empat orang tersebut. Pita yang tengah bercakap-cakap dengan Leana seketika menoleh ke belakang, lalu mengacungkan jarinya penuh kesetujuan. "Ya, lo sama Arras nggak apa-apa, kan?"
Leana kini turut menoleh ke belakang ketika namanya disebut-sebut. Dalam satu kalimat dengan nama Arras. Leana mengangguk dengan begitu tenang, tapi asal Galang tahu, ucapannya benar-benar membuat jantung Leana tidak bisa tenang!
Apa-apaan, sih, ini?
Tiba di parkiran motor, Pita dan Galang memisahkan diri sebab motor Galang terparkir jauh dari Arras. Kini tersisa Arras dan Leana yang berjalan seiringan, melewati satu per satu motor, mencari sebuah vespa berwarna beige.
Begitu menemukan apa yang dicari, Arras dan Leana lantas naik dan mengenakan helm. Tanpa basa-basi lebih lanjut, Arras lantas membawa motornya keluar dari kawasan kampus, menuju kontrakan yang setiap bulannya ia sewa bersama Galang dan Pita untuk mereka jadikan studio fotografi dan tempat beristirahat.
"Lea," panggil Arras di tengah perjalanan mereka membelah jalan raya. Leana hanya bergumam. "Lo beneran udah putus sama Kallan?"
Hah?
Bisa Leana dengar lagi pertanyaannya?
Ketimbang meminta pengulangan, Leana lebih memilih untuk bertanya, "Emangnya ... kenapa, Bang?"
Tentu saja dengan jantung yang semakin tidak keruan debarnya. Leana benar-benar sejatuh cinta inikah kepada seorang Arrasya Guntara? Diajak bicara sedikit saja jantungnya sudah terasa mau copot.
"Nggak apa-apa. Soalnya kemarin pas ketemu sama gue dan Pita, lo sama Kallan masih deket banget gitu," kata Arras dengan lugas. Lancar sekali bicaranya.
"Oh." Leana bergumam. Dalam hati ia kecewa. Kenapa Arras mengingat-ingat momen tersebut? Malu sekali rasanya.
"Eh, tapi maksud gue bukannya apa," ujar Arras cepat, sebelum kesalahpahaman menjemput. "Gue cuma takutnya kalian sebenernya belum beneran putus, terus Kallan malah nggak suka kalau gue ngajak lo di project ini."
Leana mengangguk-angguk paham.Kekhawatiran Arras sebatas itu. Tidak lebih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro