BAB 04
Masih dengan jantung yang debarannya tak terkontrol, Leana berjalan keluar dari ruang dosen bersama dua harddisk yang Pak Hisyam berikan padanya untuk ia kembalikan kepada Arras. Tolong garisbawahi saja nama Arras. Leana benar-benar gugup tak keruan sekarang, mengingat Arras sudah berganti status dari "kakak tingkat" menjadi "kakak tingkat yang Leana incar".
Gadis itu menggeleng-gelengklan kepalanya menanggapi pikiran aneh yang terlintas di benaknya barusan. "Apaan sih, Ya," gumamnya sendiri. Sebelum menginjakkan kakinya ke anak-anak tangga, gadis itu menghela napasnya pelan-pelan. "Kalem, kalem. Cuma Bang Arras," gumamnya lagi untuk menyemangati dirinya sendiri.
Leana melangkah ke lantai dasar gedung jurusan. Di depan gedung, ada lapangan rumput—mahasiswa biasa menyebutnya Lapangan Katsu atau Lapangan Kapten Tsubasa—yang biasanya ramai pada jam-jam sore seperti sekarang. Dan di sanalah Arras dan senior lainnya biasa berkumpul untuk sekadar mengobrol dan menghabiskan sore.
Mata Leana menyapu pinggir lapangan. Ada satu gerombolan yang Leana tahu mereka adalah mahasiswa Desain Komunikasi Visual, namun di antara orang-orang tersebut, Leana tidak menemukan Arrasya di antaranya. Tidak biasanya. Ke mana Arrasya sore ini?
Langkah Leana perlahan-lahan membawanya mendekat ke segerombolan orang-orang tersebut. Leana tidak tahu apa yang membuatnya seberani ini, tapi gadis itu dengan begitu polosnya bertanya entah kepada siapa, "Abang-abang, ada yang lihat Bang Arras, nggak?"
Sontak obrolan para seniornya lantas terhenti. Keramaian tawa mereka langsung terinterupsi begitu saja oleh pertanyaan Leana, yang membuat Leana malah diserang rasa bersalah. Namun, sedetik setelahnya, beberapa dari mereka memimpin tawa hingga pecah lagi.
Leana semakin bingung. Dalam benaknya ia bertanya-tanya, mereka sedang menertawakannya atau bagaimana, sih?
"Kenapa nyari Arras?" tanya salah satu dari mereka, yang selalu Leana kenal dengan panggilan Galang. Leana juga tahu Galang adalah teman seangkatan Arras. "Leana tumben banget nyari Arras."
Kedua mata Leana terbelalak. Sudah gila! Kenapa, sih, di saat seperti ini, malah ada yang membuat jantung Leana semakin ingin lepas dari tempatnya?
"Hah, nggak, Bang. Ini harddisk-nya Bang Arras. Tadi Pak Hisyam nitip ke gue, disuruh kasih ke Bang Arras katanya," tegas Leana. Dan kini, bukannya membaik, debar jantungnya justru semakin kacau balau. Leana benar-benar bingung.
"Ya udah, duduk dulu sini, kita juga lagi nungguin Arras. Kita tunggu sama-sama sambil ngobrol," ujar seorang perempuan dengan rambut blonde khasnya, Pita. Leana hanya tersenyum menanggapi Pita, kemudian duduk di sebelah perempuan tersebut. "Arras udah keluar dari tadi, sih. Palingan sebentar lagi balik. Lagi ke ATM katanya."
Sekali lagi Leana mengangguk. Satu per satu orang di gerombolan tersebut mengajak Leana turut berbincang dengan mereka. Menyambut Leana dengan begitu baik meski Leana belum pernah sama sekali bergabung menongkrong dengan mereka di sini.
Tapi kabar buruknya adalah jantung Leana belum berhenti berdebar.
"Leana tumben nggak sama pacarnya," ujar Galang tiba-tiba, membuat hampir semuanya merespons dengan celetukan masing-masing.
Leana tersenyum sambil menggeleng. "Nggak, Bang. Udah putus," akunya. Dalam hati Leana begitu berharap ada Arras di sini supaya laki-laki itu mendengar pengakuan ini.
"Wah, udah putus, Lang," balas Pita.
Leana benar-benar bingung di sini. Kenapa mereka tiba-tiba membahas soal hubungan Leana, sih? Maksud Leana, kenapa tidak membahasnya ketika Arras ada di sini saja? Leana kan mau Arras tahu kalau ia sudah tidak punya pacar sekarang.
Tapi, lima menit setelah topik itu diangkat oleh Galang, Arras hadir. Dengan waist bag hitam kecil yang menyilang di dada, celana pendek selutut, kaus oblong berwarna hitam, serta kemeja flanel kotak-kotak krem. Style khas seorang Arrasya Guntara.
Arras melepaskan helm bogo cokelat yang masih dikenakannya. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, secara tidak langsung mengibaskan rambutnya yang panjang seleher. Sukses besar membuat Leana terpaku memandanginya.
Tapi kebodohan Leana adalah gadis itu terbengong memandangi Arras. Bahkan sampai Arras menyadari keberadaannya di antara kerumunan teman-temannya. Senyum Arras mengembang, lalu satu sapaan ia tujukan kepada Leana, "Tumben ada Leana. Jam segini biasanya udah gandengan tangan sama pacarnya, mau pulang."
Sapaan aneh itu jelas membuyarkan lamunan Leana. Senyum Leana mengembang. "Ini, Bang. Disuruh kembaliin harddisk sama Pak Hisyam," kata Leana sambil mengulurkan tangannya, hendak memberikan harddisk milik Arras.
Merespons jawaban Leana, Arras mendekat kepada gadis itu. Pita segera menyingkir dari posisi duduknya, mempersilakan Arras duduk di sebelah Leana, barangkali keduanya hendak bicara.
"Thank you, ya," tutur Arras seraya menerima harddisk tersebut. Senyumnya lagi-lagi mengembang. Ini benar-benar membuat jantung Leana semakin tidak keruan pergerakannya, dan membuat gadis itu semakin salah tingkah. "Lo ambil mata kuliah fotografi sama Pak Hisyam?"
Leana mengangguk.
"Oh, pas banget deh," ujar Arras sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Seluruh orang yang duduk di sekitar mereka siap pasang mata dan telinga, mengamati pergerakan Arras. "Gue kan asdosnya Pak Hisyam. Nah beberapa minggu ke depan ini Pak Hisyam ada job ke luar negeri, jadi mata kuliah fotografinya gue yang pegang. Gue boleh minta kontak lo, nggak? Buat ngasih kabar soal kuliah aja."
"Ngasih kabar soal kuliah aja," celetuk Pita dengan nada meledek. "Sama ngasih kabar soal aku yang rindu kamu."
Celetukan tersebut disambut dengan tawa keras dari Galang.
"Buset. Nggak lah. Gue asdos profesional, kali," balas Arras sambil tersenyum-senyum. Sesaat setelahnya, perhatiannya kembali tertuju kepada Leana yang masih terbengong memandanginya. "Nih. Mata kuliahnya hari Senin pagi, kan?"
Leana mengangguk, dengan masih terbengong memandangi Arras yang sedekat ini dengannya. Mimpi apa Leana? Kalau begini ceritanya, Leana tidak menyesal sama sekali sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Kallan dan membiarkan laki-laki itu dekat dengan Thania!
Tangan kanan Leana beralih menerima ponsel Arras, kemudian mengetikkan nomor teleponnya. Setelahnya, ia mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya.
"Kalau misalnya hari Senin nanti outing class pas kuliah fotografi, pada bisa nggak, ya? Soalnya Pak Hisyam minta ada kegiatan kuliah di luar kampus," tanya Arras, yang akhirnya duduk di sebelah Leana. "Gue mau tanyain anak-anak 2018, tapi lupa terus. Gue nggak tau siapa aja yang ambil fotografi sama Pak Hisyam."
"Nanti gue tanyain temen-temen gue deh, Bang. Kalau bisa, nanti gue kabarin," balas Leana.
"Sip. Gue udah chat lo nih, ya, biar nanti kalau mau ngabarin gampang." Berbarengan dengan bergetarnya ponsel Leana, Arras memperlihatkan tampilan WhatsApp miliknya yang baru saja mengirimkan pesan hanya berupa "test" kepada nomor Leana.
Leana mengangguk. Percakapan mereka kemudian berlanjut. Leana bergabung dengan para senior yang duduk di pinggir Lapangan Katsu hingga sore. Dari posisi duduknya juga Leana bisa melihat ketika Kallan berjalan keluar dari gedung fakultas. Namun laki-laki itu tidak menyadari keberadaan Leana, sayangnya.
Padahal Leana sangat ingin Kallan melihat mantan pacarnya yang satu ini sedang duduk bersebelahan dengan jarak satu jengkal bersama seorang Arrasya Guntara. Sayang sekali Kallan melewatkan momen ini.
Begitu Kallan hilang dari pandangan Leana, gadis itu kembali menaruh atensinya pada perbincangan seniornya yang kini tengah membahas Pak Dandi, seorang dosen di jurusannya. Lambat laun, percakapan mereka berubah-ubah, sampai mentari seinchi demi seinchi turun di ufuk barat. Sampai akhirnya Leana memutuskan untuk pamit pulang kepada semua orang yang masih duduk melingkar.
"Eh, gue juga mau cabut. Bareng aja, Lea," ujar Arras sambil meraih helmnya yang ia letakkan di sebelahnya. Semua pasang mata yang semula tertuju kepada Leana, kini beralih kepada Arras. "Sampai gerbang."
"Sampai gerbang rumah, Ras?" celetuk Galang sambil tertawa.
"Gerbang kampus lah, anjir," balas Arras sambil turut tertawa. Laki-laki itu kemudian membentangkan kelima jarinya, siap high five dengan satu per satu temannya. Begitu pula dengan Leana.
Keduanya pun berjalan seiringan meninggalkan Lapangan Katsu. Tidak ada percakapan apapun. Hanya ada suara derap langkah dari converse hitam yang dikenakan Arras. Keadaan itu bertahan lumayan lama, sampai keduanya benar-benar jauh dan tidak terlihat dari Lapangan Katsu.
"Lo pulang naik apa?" tanya Arras. "By the way, tumben nggak sama pacar lo itu."
"TransJakarta, Bang," jawab Leana. Senyum gadis itu mengembang tipis. Ini adalah pertanyaan kedua soal Kallan hari ini. "Udah putus gue."
"Oh, sori," Arras bergumam sambil mengangguk-angguk. Keadaan kembali sunyi senyap. Jantung Leana lagi-lagi tidak berdetak seperti semestinya. Dan kabar selanjutnya, Arras membuat jantung Leana semakin tidak keruan ketika satu pertanyaan meluncur dari bibirnya, "Gue anter pulang mau, nggak? Udah malam. Pasti lo nggak biasa pulang malam sendirian, kan?"
Leana tidak bisa menolak kesempatan emas begini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro