Selena's Effect - Dua
August 17, 2023
Selena's Effect
Dua
***
Tony menatap Selena yang tengah berdiri tegak di atas podium kecil dengan gaun pengantin yang membalut tubuh semampainya dengan sempurna. Apakah tidak apa jika dirinya yang melihat Selena dalam balutan gaun pengantin untuk pertama kalinya? Bukannya Bryant sebagai calon suami Selena?
Ketika pikiran itu melewati pikirannya, Tony segera mengalihkan pandangannya kemudian berdiri dari sofa di depan tirai yang tengah terbuka itu. Ia hendak berjalan pergi ketika Selena memanggil Namanya, "Tony, bagaimana menurutmu?"
Selena memutar badannya beberapa kali sambil mengamati pantulan dirinya sendiri dari cermin yang memenuhi seluruh ruangan. Ia mengamati punggungnya yang terbuka, kemudian perutnya yang dipeluk erat oleh gaun pengantin yang sangat indah dan bercahaya.
Batu-batu yang terhiaskan rapi pada setiap sisi kain memantulkan cahaya dari ruangan dengan sangat baik, membuat dirinya terlihat sangat berkilau.
"Kenapa tidak jawab?" tanya Selena lagi. Nadanya sudah berubah ketus. Ia juga sudah tidak lagi mengamati dirinya sendiri, melainkan menatap punggung Tony yang tengah membelakangi dirinya.
Tony dan Bryant sangatlah cocok untuk bekerja bersama. Sepertinya hanya mereka berdua yang saling mengerti satu sama lain. Kata lainnya adalah, mereka berdua dibuat bagi satu sama lain. Mereka berdua, aneh dan unik. Sering kali Selena mendapati mereka mengerti akan satu sama lain tanpa perlu satu patah katapun yang terucap.
Tony berdeham sebelum menjawab pertanyaan Selena, masih tanpa menatap Selena yang sudah menopangkan tubuhnya pada salah satu kaki. "Bagus," jawabnya singkat sebelum melanjutkan langkah kakinya menuju pintu keluar. "Saya akan tunggu di luar, silakan gunakan waktu Anda sebaik mungkin."
Selena hanya bisa menghela napas kemudian meminta dua asisten desainer yang sedari tadi berdiri di sekitarnya untuk kembali menutup tirai dan membantunya melepaskan gaun pengantin ini. Perasaannya berubah menjadi buruk. Bukan, lebih tepatnya, teramat buruk.
***
"Thanks," ucap Selena singkat sambil keluar dari pintu mobil yang dikemudikan oleh Tony. Ia berjalan meninggalkan Tony di belakang, yang masih perlu memarkirkan mobil Bryant.
Tony menurunkannya tepat di mana dirinya memarkirkan mobil. Sangat pengertian, tapi perilaku Tony saat fitting tadi masih mengganggu pikirannya. Kenapa Tony bertindak seperti itu?
Dengan pikiran yang berkecamuk, Selena memutuskan untuk menunggu Tony. Ia akan menanyakannya secara langsung pada pria itu mengenai apa yang dia pikirkan mengenai gaun pengantin yang dikenakannya.
Lima menit berlalu.
Kulit Selena mulai terasa hangat akibat pancaran sinar matahari sehingga ia menutupi wajahnya dengan telapak tangan sambil mengamati kaki jenjangnya. Tidak lama kemudian, ia merasakan bayangan besar berhasil menutupi dirinya. Ia tidak merasakan sengatan cahaya matahari lagi.
Selena segera membalikkan badannya, dan menemukan Tony tengah berdiri di belakangnya. Dengan tujuan untuk melindungi Selena dari sengatan matahari.
Astaga. Tony benar-benar tidak bisa ditebak. Padahal pria itu bisa saja memberikannya payung, bukan menutupi Selena dengan tubuhnya.
Tindakan itu terlalu berlebihan, sehingga Selena hanya bisa berdiri mati gaya.
Ia tidak pernah bisa merasakan ini sebelumnya.
Selena merasakan detakan yang tidak normal pada jantungnya. Dan detakan itu berubah menjadi semakin cepat ketika ia bertemu pandang dengan Tony yang tengah melihat ke bawah, ke arahnya. Sedangkan, Selena tengah menatap ke atas. Ke arah Tony yang terlihat gelap akibat melawan arah cahaya.
Pria ini terlihat amat rapi, tampan, dan menyenangkan. Dilihat dari raut wajahnya yang berkerut, seperti tengah cemas. Dugaan Selena nyatanya benar, dari kalimat yang meluncur keluar dari bibir Tony.
"Kenapa Anda berdiri di sini? Anda sedang apa? Menunggu siapa? Anda bisa masuk ke dalam mobil, jangan berdiri di bawah panas matahari seperti ini. Kulit Anda akan terbakar."
"Aku menunggumu," jawab Selena dengan singkat di tengah kalimat Tony yang tidak kunjung habis.
Ia menatap Tony yang tiba-tiba terdiam dengan tangan mengambang di udara. Matanya terlihat membesar. "Aku menunggumu," ulang Selena lagi.
Butuh waktu beberapa detik bagi Tony hingga dirinya bisa tersadar kemudian menurunkan tangannya. "Maaf?" tanya Tony. Setelah itu, Tony terlihat kembali menjadi mode normalnya. "Apakah Anda meninggalkan sesuatu di dalam mobil? Saya akan mengambilkannya untuk Anda."
Tony sempat mengutuk dirinya sendiri di dalam hati.
Apa yang sempat terbersit dalam pikirannya? Apa yang diharapkannya? Terutama dari calon istri dari atasannya.
"Tidak, Tony." Selena menggeleng pelan. Ia menatap Tony, lebih tepatnya memicingkan matanya untuk menatap segala details ekspresi dari wajah Tony yang biasanya kaku.
"Apa ada sesuatu yang melekat pada wajah saya?" tanya Tony. Ia segera mengalihkan wajahnya dari hadapan Selena kemudian meraba wajahnya sendiri secara acak, mencoba mencari sesuatu yang mungkin menempel di wajahnya.
"Tidak, Tony," ulang Selena lagi. Ia sudah mengubah posisi berdirinya, kembali ke hadapan Tony.
"Kenapa kamu menghindari tatapanku sedari tadi?" tanya Selena. "Kamu melakukan kesalahan?"
"Saya?" tanya Tony sambil menunjuk dirinya sendiri. "Apa saya melakukan kesalahan yang tidak saya ketahui kepada Anda?"
Tony malah balas melemparkan pertanyaan yang sama kepada Selena.
Ia terlihat kebingungan, lebih tepatnya teramat kebingungan.
"Sebenarnya tidak juga," jawab Selena ambigu. Ia mundur selangkah untuk menatap Tony dari jauh. "Sebenarnya iya juga."
Tony terlihat menggigit bibir bagian dalamnya. Ia bingung dengan respon yang sebaiknya dirinya berikan kepada Selena.
Ditambah lagi, mereka berdua sudah berdiri di bawah terik matahari cukup lama. Dan, Tony dapat melihat dengan jelas bulir keringat mengalir turun dari dahi Selena. Kedua pipinya juga sudah merah bagaikan kepiting rebus. Sangat menggemaskan.
Tidak. Apa yang dipikirkannya tadi? Menggemaskan?!
Tony segera menggeleng kepalanya. Ia tidak boleh berpikir seperti itu.
"Kamu benar-benar mencurigakan. Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu, Tony?"
Tony kembali mendapati bulir keringat mengalir turun dari dahi Selena, sehingga ia mengabaikan pertanyaan wanita di hadapannya ini. Ia segera menarik lengan Selena, membawanya menuju lobi kantor yang sangat sejuk, berbeda dengan tempat mereka tadi.
Ketika mereka sudah berada jauh dari keramaian, Tony segera mengeluarkan sapu tangannya kemudian menyeka bulir-bulir keringat yang menghiasi wajah cantik Selena.
"Anda kepanasan," kata Tony masih sibuk menyeka bulir keringat Selena, memastikan dengan baik tidak ada lagi keringat yang membasahi wajah cantik merah merona ini.
Selena merasakan pipi dan telinganya memanas. Ini tidak seharusnya terjadi. Ia sadar, ia tidak boleh merasakan detak jantung berlebih ini di depan seorang pria ketika dirinya sudah memiliki calon suami dan sebentar lagi akan menikah. Ia harus menghentikan perasaan ini sebelum menjadi lebih jauh.
Selena segera meraih sapu tangan itu dari tangan Tony, kemudian menyeka keringatnya sendiri. "Kamu bisa memberikan sapu tangan ini padaku. Tidak perlu menyekanya untukku."
Kalimat yang sedari tadi ingin ditanyakannya, akhirnya tidak pernah mengalir keluar dari bibir Selena.
***
Tara~ chapter dua dari Selena's Effect. xoxo :D
good night, have a nice dream <3
Selamat Hari Kemerdekaan RI ke-78!
Merdeka!
***
OH IYAAA, aku ada bagi-bagi kode voucher untuk baca ceritaku di Karya Karsa senilai Rp 5.000 untuk 5 orang pembaca pertama yang pakai kode itu.
Kode: CERITALYAN
happy reading <3
Sambil menunggu, kalian bisa baca ceritaku yang sudah tamat dan gak kalah serunya, ya!
A Night Before You
Malam tahun baru Eugene terasa sempurna. Kesempatan menjalin hubungan dengan Airlangga, atasannya, semakin terbuka lebar. Namun, begitu mengetahui status pria itu, kenapa Eugene jadi ragu dan pergi menjauh?
***
Eugene tak menyangka akan menghabiskan malam tahun baru bersama Airlangga, atasannya di New York. Bahkan keduanya tak bisa menahan diri untuk takluk dalam dekapan satu sama lain. Sayangnya, esok paginya, Eugene dikejutkan dengan fakta bahwa Airlangga ternyata sudah pernah menikah dan sudah punya anak!
Karena tak ingin melanggar prinsip, Eugene memilih menghindar dan sengaja pulang ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan tantenya. Namun, acara pernikahan itu malah kembali mempertemukannya dengan Airlangga, menerbitkan kembali hasrat yang sempat mereka pendam. Mampukah Eugene mempertahankan prinsipnya? Atau malah goyah dan memilih mengikuti kata hati?
One Last Knot
Bertemu kembali dengan klien yang batal menikah akibat perbuatannya adalah hal terakhir yang diinginkan Michelle Julie Bulrush, pemilik wedding planner Love Blooms, untuk terjadi.Semua bermula dari Michelle yang tidak sengaja mendapati kliennya, Ethan Kosim, tengah berciuman mesra dengan wanita lain yang bukan Bianca Martha, calon istrinya. Dilanjutkan dengan keputusan Michelle untuk memberitahukan semua yang dilihatnya pada Bianca. Dengan harapan agar Bianca memiliki kesempatan untuk mempertimbangkan kembali keseriusan hubungannya bersama Ethan.
***
Sialnya, informasi yang diberitahukan Michelle pada Bianca berakhir keliru, sedangkan Ethan dan Bianca sudah sepakat untuk membatalkan pernikahan mereka. Empat tahun yang dilalui Michelle dengan penuh rasa bersalah yang kerap menghantuinya, membawa Michelle kembali bertemu dengan Ethan di pesta pernikahan yang saat itu berada di bawah tanggung jawab Love Blooms. Tanpa sadar, benang merah yang menghubungkan mereka bertiga akan satu sama lain... perlahan tapi pasti mulai terurai.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro