Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

empat

"Perlu saya ceritakan saat ini juga?" tanya Bryant kepada Wanda, ia tidak terlihat serius ingin bercerita, namun lebih seperti ingin menggoda Wanda.

"Besok pagi saja," Wanda bergumam sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya, "setelah Anda siap. Hari ini sudah banyak sekali hal yang terjadi."

"Oh, great. Anda benar-benar penuh pengertian," puji Bryant, "sepertinya Anda benar-benar ringan tangan. Anda sudah dua kali membantu saya hari ini."

"Iya, tentu, tangan saya terlalu ringan," jawab Wanda acuh sambil memperhatikan telapak tangan hingga lengannya yang ramping. "Bisakah saya menjemput laptop sekarang? Dan biarkan saya menghabiskan satu malam di kamar hotel seberang sana dengan perasaan yang aman dan nyaman?" lanjut Wanda.

Demi Tuhan! Ia benar-benar harus menyelesaikan naskahnya malam ini juga. Perasaannya sudah mulai tidak nyaman karena tas tangannya terus bergetar sedari tadi. Wanda yakin itu bukanlah hal yang baik seperti alarm ataupun notifikasi video YouTube dari YouTuber favoritnya.

"Tentu, silakan."

Baru saja Wanda hendak berjalan keluar dari kamar Bryant, pria itu kembali menghentikan langkahnya, "Tentunya setelah Anda berganti pakaian dan saya yang akan menemani Anda."

Wanda hampir melongo. Penolakan ingin Wanda lontarkan saat itu juga, namun Bryant kembali bicara, "Itu keputusan terbaik bagi kita berdua saat ini. Terlihat berpergian berdua tentu jauh lebih baik daripada sendirian, bukan? Dan tetap ingat, prasangka buruk bisa muncul dari mana saja."

Wanda hanya bisa mengangguk pasrah. Mungkin ini perasaan tokoh utama wanita di setiap novel yang ia baca. Bukannya bodoh dan pasrah, namun benar-benar tidak bisa membantah apa pun yang dikatakan oleh tokoh utama pria. Sekarang ia benar-benar seperti berada dalam dunia novel yang sering ia baca. Wanda harap, ia akan memiliki akhir yang sempurna.

Ternyata benar kalimat yang pernah ia baca selama ini.

You will never understand until it happens to you.

***

"Tadi adalah tempat tinggal Anda?" tanya Bryant saat mobil melaju meninggalkan lingkungan apartemen Wanda yang cenderung remang dan terlihat tidak aman.

"Iya, saya tinggal di sana," jawab Wanda singkat karena ia sedang sibuk mengecek pesan yang ternyata benar berasal dari penyunting naskah! Benar-benar mimpi buruk. Apa jawaban yang bisa ia berikan? Atau lebih baik ia hanya membacanya saja? Paling tidak Wanda bisa merasa sedikit lega sekarang karena laptop sudah berada di atas pangkuannya.

"Bersama siapa? Apakah aman? Gedungnya sendiri memang terang tapi lingkungan di sekitarnya tidak," kata Bryant. Ia sibuk mengamati lingkungan di sekitar mereka yang masih belum menunjukkan adanya keramaian lalu lintas. Lingkungan ini benar-benar sepi. Wajar mengingat daerah ini adalah daerah yang baru dibangun dan mungkin memerlukan waktu beberapa tahun lagi untuk mulai ramai dan ditempati.

"Aman, setiap tiga puluh menit dua satpam yang berjaga di sana akan berkeliling. Mereka juga bersedia menemani pejalan kaki sampai ke depan gedung apartemen," jelas Wanda. Matanya sedikit silau karena cahaya dari ponsel yang begitu terang di dalam mobil yang gelap.

"Ada satpam seperti itu?"

"Tentu ada," jawab Wanda singkat, tidak berusaha menjelaskan lebih lanjut untuk memenuhi rasa penasaran Bryant. Tiba-tiba masalah mengenai pernikahan palsu mereka melewati pikiran Wanda membuatnya segera menatap Bryant.

Bryant mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya apa yang diinginkan oleh Wanda.

"Saya tahu apa yang harus kita lakukan terhadap pesta pernikahan palsu tadi," kata Wanda, mencoba untuk sedikit terdengar tidak terlalu bersemangat.

"Apa yang bisa Anda lakukan?" Bryant melipat kedua tangan di depan dada, mencoba mencari posisi nyaman untuk mendengarkan saran dari Wanda.

"Bagaimana jika Anda menjelaskan bahwa saya akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri? Melanjutkan studi S2, mungkin?" saran Wanda. Ia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya secara bersamaan, menunjukkan angka dua.

Tony memandangi Bryant dan Wanda yang duduk di belakangnya melalui kaca utama.

"Bukankah itu ide yang bagus, Tony?" tanya Wanda, mencoba mencari dukungan dari Tony yang ia rasa sangat rasional.

Oh, ayolah! Ketika bercerita, tentu kita tahu pasti pendapat kita akan disetujui oleh orang yang mendengar. Untuk apa bercerita jika pada akhirnya kita akan diomeli dan malah merasa tidak nyaman?

"Tentu, itu bisa menjadi penyelesaian masalah yang sangat baik," jawab Tony sambil memberi senyum tipis kepada Wanda, masih melalui kaca utama.

Wanda segera mengalihkan pandangan kepada Bryant yang tampak berpikir panjang.

"Saya juga merasa itu ide yang baik," Bryant menghentikan ucapannya, tampak berpikir lebih dalam lagi, seperti tengah mempertimbangkan sesuatu, "tapi...."

"Tapi?" tanya Wanda, menunggu kelanjutan dari kalimat Bryant.

"Tapi saran itu tidak membuat masalah ini selesai. Masalah ini akan diungkit kembali dua tahun ke depan saat Anda seharusnya sudah selesai menempuh S2," jelas Bryant sambil menghela napas.

"Benar juga," Wanda langsung terduduk lemah menyandarkan punggungnya pada sofa empuk mobil Bryant. Kepalanya bersandar lesu. "Tapi bukankah paling tidak itu ide yang bagus? Kita bisa memberitahukan bahwa kita bercerai dua tahun kemudian karena ketidakcocokan. Kita terlalu lama terpisah."

"Boleh saja," kata Bryant sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, tidak terpikir olehnya kemungkinan seperti itu bisa terjadi.

"Baiklah. Menikah, dua tahun terpisah lalu memutuskan untuk bercerai karena terlalu jauh dan tidak merasakan getaran-getaran cinta seperti suami-istri." Wanda mengucapkan kalimat itu sambil membayangkan bagaimana kisah itu jika ditulis ke dalam novel! Benar-benar dramatis!

Tony berdeham, "Sebenarnya ide Nona Wanda sangat membantu, namun apa hal tersebut tidak merugikan Nona Wanda karena dikenal sudah pernah menikah?"

Bryant menilai ekspresi kaget Wanda. Tidak terpikirkan olehnya risiko itu saat meminta pertolongan Wanda. Secara tidak langsung dan tidak ia inginkan, ia sudah merusak kehidupan Wanda.

"Tidak apa," kata Wanda sambil tersenyum, namun tidak penuh, "hidup bukan hanya untuk menyenangkan orang lain dengan penjelasan-penjelasan yang belum tentu ingin mereka mengerti."

Setelah kalimat itu keluar dari bibir Wanda, perjalanan pulang menuju hotel sunyi senyap.

***

"Silakan masuk ke dalam kamar Anda," kata Tony kepada Wanda. Mereka bertiga sedang berdiri di tengah-tengah lorong hotel tanpa ada satu orang pun yang berinisiatif untuk masuk terlebih dulu.

Wanda menggelengkan kepalanya, "Anda berdua saja yang terlebih dulu masuk."

Bryant mengabaikan mereka. Ia memilih memunggungi Wanda dan Tony, menghadap ke arah pintu kamarnya dengan kedua tangan berada di masing-masing saku celana kain.

"Apa saya harus masuk terlebih dulu baru kalian masuk?" tanya Wanda, "saya tidak berniat untuk kabur jika itu yang kalian khawatirkan."

Bryant dan Tony tidak menjawab pertanyaan Wanda. Bryant malah berdeham, meminta Tony untuk membukakannya pintu kamar dengan kepala yang diangkat sedikit tinggi mengarah ke pintu kamar.

Tony segera berpindah ke depan Bryant untuk menempelkan kartu kamar hotel sebelum membukakan pintu itu untuk Bryant. Yang tidak mereka duga adalah di saat yang bersamaan kedua orangtua Bryant berada di depan pintu hendak membukakan Bryant pintu!

"Dad, Mom!"

"Tuan dan Nyonya besar!"

Tony dan Bryant menyapa secara bersamaan.

"Hai, Tony. Hai, Anak Mom!" Seorang wanita paruh baya muncul dari balik tubuh bidang seorang pria yang terlihat rapi dan tegap meskipun dari perkiraan umurnya sudah menginjak kepala lima atau bahkan lebih.

"Hai, Mom. Sudah menunggu lama?" tanya Bryant sambil balas memeluk ibunya, Lina.

"Tidak lama, tapi Mom dan Dad hampir saja pulang karena mengira kamu tidak ada di hotel ini lagi, pindah mungkin?" jawab Lina. Lina mengarahkan pandangannya ke belakang tubuh Bryant, tepatnya Wanda yang sedang menatap mereka dengan canggung. "Ceritakan kepada Mom, bagaimana bisa Selena tidak ada di pesta pernikahan kalian?"

Tony tersenyum tipis sambil menghalangi pandangan Lina. "Sebaiknya Tuan dan Nyonya besar masuk kembali ke dalam kamar sehingga perbincangan ini tidak didengar oleh orang yang tidak berkepentingan."

Lina mengangguk patuh lalu masuk ke dalam kamar hotel masih sambil memeluk Bryant dari samping, sedangkan pria yang baru diketahui Wanda sebagai ayah Bryant mengulurkan tangannya, memberi tanda kepada Wanda untuk masuk terlebih dahulu, baru dirinya dan Tony. Such a gentleman!

Baru saja mereka duduk di atas sofa masing-masing, Lina sudah memulai perbincangan dengan meremas paha Bryant dan menatap cemas. "Mom tidak mengira bahwa Selena berani membatalkan pernikahan kalian. Dia tidak menunjukkan sedikit tanda apa pun."

"Bagaimana Selena tidak kabur, Mom," Rudi, ayah Bryant memberi pandangan maklum, "jika Bryant selalu menolak untuk berkencan dengannya? Rancangan pesta pernikahan mereka juga diurus sendiri oleh Selena."

"Kamu tahu di mana Selena sekarang?" tanya Lina kepada Bryant yang hanya dijawab dengan bahu diangkat cuek oleh Bryant.

"Saya belum berhasil mendapat informasi lanjut mengenai keberadaan Nona Selena, selain kepulangannya ke rumah. Berita mengenai batalnya pernikahan disebarkan oleh Nona Selena, diperkuat dengan bukti bahwa sumber berita utama adalah wartawan yang sering dipekerjakan oleh Nona Selena untuk menutupi konfliknya sendiri," jelas Tony sambil membaca tulisan dalam layar tablet yang dipegangannya.

Lina mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lalu, siapa Anda?" tanya Lina. Pandangan Lina terarah pada Wanda yang sedang menunduk malu. "Kamu yang menjadi pengantin wanita Bryant tadi, kan?"

"Saya Wanda, Tante," jawab Wanda singkat sambil berusaha untuk tersenyum ramah kepada Lina.

"Saya Lina, mamanya Bryant. Ini suami saya, Rudi, papanya Bryant," Lina memperkenalkan dirinya sendiri beserta dengan suami kepada Wanda. "Apa yang dilakukan Bryant hingga kamu bisa berakhir mendampingi Bryant di pesta pernikahan? Teman Bryant?"

Wanda menatap Bryant untuk meminta pertolongan, namun Bryant malah memandangnya seolah Wanda harus mencari jawaban sendiri atas pertanyaan ibunya dan tidak akan keberatan untuk jawaban apa pun.

"Hanya dimintai tolong." Jawaban singkat namun terasa tepat. Tidak memberi terlalu banyak informasi dan tidak terlalu cuek.

"Tante yakin tidak sesederhana meminta tolong," kata Lina. Terdapat sedikit teguran dalam kalimatnya. "Jika memang benar kamu menolong Bryant, kamu harus pertimbangkan lebih dalam apakah itu menguntungkan atau tidak."

Wanda tergelak, bagaimana bisa Lina berbicara seolah-olah tindakan Wanda dalam menolong Bryant dapat merugikan diri Wanda? Padahal hal ini berhubungan dengan nama baik keluarganya sendiri.

Seolah mengerti akan kebingungan Wanda, Lina menegakkan tubuhnya. Pandangannya terarah lurus kepada Wanda namun tangannya berada di atas paha Bryant. "Pernikahan bukanlah hal yang mudah dan hanya dijalani untuk menolong orang."

Lina beralih memandang putranya sambil meremas lembut paha Bryant, "Begitu juga dengan kamu, Bryant, kamu menjerumuskan Wanda ke dalam pernikahan ini. Apa yang akan terjadi kepada dirinya setelah menolong kamu?"

Lina menghela napas, lalu membuang pandangannya ke arah lain seperti berusaha menyegarkan pikiran untuk sesaat. Tidak lama kemudian, ia kembali memandang Bryant dengan tatapan yang lebih serius dan penuh peringatan. "Apa yang akan kamu jelaskan kepada orangtua Wanda atas pernikahan ini? Kamu hanya meminta tolong putri mereka?"

Bryant menatap ibunya, "We try to figure this out now, Mom."

"Sekarang?" Tatapan tidak percaya dilemparkan Lina kepada Bryant, "sekarang baru kamu coba untuk pikirkan jawabannya? dan bukan tadi sebelum kamu menarik Wanda ke dalam pesta pernikahan yang dihadiri banyak orang?" Lina menggelengkan kepalanya frustasi atas tingkah Bryant. Selama ini, ia kira Bryant sudah cukup dewasa, ternyata belum.

"Apa inti dari pembicaraan ini?" tanya Bryant singkat.

"Pernikahanmu dan Selena memang belum terdaftar di Kantor Catatan Sipil meskipun dokumen itu sudah kalian berdua tanda tangani. Selena menariknya sesaat sebelum dokumen itu berada di tangan petugas. Jadi kalian berdua belum terdaftar sah sebagai suami-istri di mata hukum," jelas Rudi.

"Bukankah itu bagus untuk Pak Bryant dan Nona Selena?" tanya Tony. "Mengingat kembali batalnya pernikahan mereka."

"Iya, itu bagus. Maka sekarang," Lina mengeluarkan amplop yang dilipatnya dua dari dalam tas tangan kemudian meletakkannya di atas meja di hadapan mereka semua, "kalian berdua harus mengisi data kalian kemudian sah menjadi suami-istri. Kamu harus pertanggung jawabkan nasib Wanda yang sudah dikenal banyak orang serta media sebagai istrimu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro