Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. TUNTUTAN JODOH😤

Seperti biasa, budayakan vote dulu sebelum baca ya. 😚

●●◇FADE◇●●

"Ketemu mantan, malah senyum gak jelas kamu. Tulang pipimu bisa terbang ke Semeru kalo gini terus!" tegur Windy sewaktu keduanya pulang kondangan.

Sepanjang perjalanan itu, sudah dua kali Navy terlalu minggir ke tengah jalan, sehingga Windy harus menepuk pundak temannya agar tidak celaka.

"Senengnya bisa ditahan sampai rumah nggak? Aku males mati apes gara-gara bucin edan di depanku."

"HOREEEEE!!!"

Navy cekikikan. Dalam seperkian detik melepas kedua stang motor.

"Win! Junot ganteng banget, Win! Gila. Wajahnya bersih banget, teduh kena siram wudu kali ya. Udah gitu, beda banget sama yang dulu. Dia cuek banget. Sekarang kalem. Aduh, Win! Tadi tuh ya, aku mikir kapan bisa nikah, semoga Junot muncul. Eh beneran.... huwaaaaaa......!"

Motor matic itu oleng karena seseorang menyalip dengan kecepatan tinggi dari belakang. Masih untung Navy menguasai motornya, tetapi Windy lebih histeris menanggapi senggolan yang merengut maut.

Navy boleh saja jatuh cinta kembali, tetapi harus tahu diri bahwa mereka ada di jalan raya. Sangat bahaya bertingkah macam-macam.

"Dibilangin juga!" Windy tidak segan memukul punggung Navy sebagai peringatan. Navy harus bangun dari mimpi bolongnya. Bagaimana pun, jika mengemudi ugal-ugalan, tidak cuma mereka yang celaka. Pasti bakalan merugikan orang lain.

"Beneran kita mau mati, NAVY! Tiati dong!"

Bukannya jera kena amuk sohibnya, Navy justru ngakak berat membayangkan wajah Junot tadi saat minta nomor ponsel.

Takdir sedang berjalan mulus menjemput kebahagiaan Navy. Sudah waktunya dia dipanggil sampai maut nyaris merenggut nyawa, tetapi kemunculan Junot menjadi kejutan terindahnya di paruh awal tahun. Sudah cukup tahun kemarin bikin stres karena orderan sepi akibat Corona, setidaknya kemunculan Junot patut diapresiasi dengan tawa paling lepas Navy.

Dia gila karena kadar estrogen, dopamin, serotonin, dan oksitosin melonjak drastis akibat jatuh cinta.

"Aku turun di sini aja kalo kamu heboh gini. Minggir!"

Bukannya menghentikan motor, Navy makin menambah akselerasi gas. Keduanya adu teriak dengan ekspresi kontradiksi. Satunya bahagia dan satunya diliputi kengerian akan mati.

Bagi orang jatuh cinta, risiko apapun bisa diterjang, termasuk jalanan yang dimiliki seorang Navy Gempita. Bahkan Navy sengaja mengambil rute berputar menuju rumahnya, sehingga saat Windy dan Jihan turun dari motor, keduanya menggigil kedinginan sekaligus ngeri.

"Besok, aku nggak mau dibonceng!" Windy mengatur lepas.

Navy tidak acuh. Dia melenggang santai masuk ke rumah dan bersenandung riang. Suara TV menyambut kedatangan Navy. Rupanya Rosa sedang menonton acara kesehatan.

"Eeehh ada Jihan. Sini sun dulu sama Oma Rosa," sapa Rosa dan memonyongkan bibir. Jihan sembunyi di balik kaki mamanya. Pasalnya Rosa sedang memoles separuh wajahnya dengan masker Spirulina.

"Martabak pesananku mana?" tagih Rosa. Kepalanya bak meerkat, terjulur mencari panganan dari luar. Tetapi di depannya hanyalah tas suvenir berisi kotak alat makan saja.

"Nanti aku siapin makan malam ya," ucap Navy. Tubuhnya rebah di sofa dengan riang. Kelakuannya seperti anak delapan tahun dapat satu set mainan dokter-dokteran.

"Tumben masak. Padahal paling males masak," komentar Rosa. Dia memoles maskernya ke bagian wajah yang belum terjamah. Ekor matanya melirik minta informasi ke Windy, "Tadi pagi ngamuk gak jelas yang mau pergi kondangan. Apa ada orderan gaun baru ya bikin dia seneng?"

"Edan karena jodohnya nggak datang, Te," timpal Windy sambil lalu. Dia menenangkan Jihan yang merengek ketakutan. "Nggak papa, Sayang. Itu obat biar Oma Rosa cantik."

"Nav!" Rosa berbalik ke keponakan yang duduk di belakangnya.

Navy melirik tidak acuh. Dia terus menyengir tanpa bisa dihentikan. Sorot matanya yang berbinar menandakan bahwa dia senang dengan perjumpaan tidak terduga ini.

Bayangkan 12 tahun lamanya memghilang tanpa kabar, tiba-tiba muncul sebagai sosok pangeran berkuda putih. Siapa yang tidak mabuk kepayang dibuatnya? Tentu saja Navy. Dia melesat terlalu jauh mencapai puncak nirwana kehaluannya.

Rosa cukup kesulitan mengambil ponsel. Pasalnya kedua tangan sudah bersimbah dengan masker. Beruntunglah punya Windy yang tahu situasi Rosa. Tisu basah terjulur untuk Rosa, sehingga wanita 44 tahun itu bisa membersihkan salah satu tangannya. Rosa langsung membuka ponsel dan memamerkan sosok pemuda dengan postur tubuh tegap dan rajin olahraga.

"Kamu coba WA dulu sama anak ini."

"Hadeh, Tante kenal cowok dari pusat GYM mana lagi sih?" Navy menertawakan pilihan tantenya.

"Ada pokoknya. Tante serius nawarin kamu calon. Sendirian mungkin bagimu enak karena belum merasakannya. Tapi di usia setua aku, ngenes. Masih mending ada Windy punya Jihan. Kamu punya siapa nanti?"

"Punya Tante Rosa lah." Rahang Navy terlalu enteng. Dia tidak perlu khawatir karena ada Junot yang mengisi kekurangan hatinya.

"Jangan bercanda, Navy. Kamu kan nanti katanya ada seminar di Bandung. Tante sudah jadwalin tanggalnya biar Qis bisa jemput."

"Ke Bandung besok. Jangan ngatur hidup orang dong, Tante! Apalagi dijemput. Kenal aja nggak."

"Penjajakan nggak ada salahnya. Lagian cuma sebentar. Kamu bisa liat-liat dia dulu."

"Ogah. Dia bukan obyek museum yang kudu diingat."

"Kamu nggak tahu pendapat keluarga di kampung gimana? Kamu ikut Tante nggak masalah kalo buat pendidikan. Masalahnya status perawan tua ini lho, kamu ikutin. Tante ngasih pengaruh buruk buat kamu."

"Apaan sih, Tante. Jangan overthingking gitu lah. Nanti bakal ada masanya aku nikah. Tante juga pasti bisa nemu jodoh." Kepercayaan diri Navy belum runtuh.

"Navy itu sebenernya laku kok, Tante Rosa. Malahan banyak yang suka, tapi nih anak jual mahalnya ketinggian. Makanya banyak yang mundur."

"Tuh kan. Ini yang bikin sulit jodoh. Kebanyakan milih. Aku dulu banyak menuntut laki-laki kudu bagaimana, terus keenakan kerja dan gak tau umur udah bikin mulut mlenyot," komentar Rosa semakin geregetan

"Tapi masih mending sih, ada Gibran yang bertahan ngejar."

"WINDY!"

Navy berseru panik kala nama seorang bocah disebut. Aslinya Gibran tidak tua-tua amat. Namun, bagi Navy, cowok itu telanjur jadi adik mahasiswa yang menjadi favoritnya di kampus. Sisi humorisnya justru membuat Navy selalu risih, terutama karena menyatakan perasaan tanpa kenal waktu. Gibran pantang mundur, terus menembak dengan segala cara. Navy pun sama, memasang perisai tebal untuk menampik tawaran kencan.

"Eh, siapa Gibran?"

Navy memutar mata dramatis. Kesal karena mulut lemes Windy seirama dengan tingkat kekepoan Rosa.

"Navy menolak karena usianya brondong, Tante. Padahal selisih setahun doang. Dia juga punya usaha bersama bikin kafe sama temannya.

Serentetan kisah tentang kebucinan tingkat dewa Gibran pun diceritakan. Setiap muncul babak penolakan Navy, Rosa mengernyit horor. Saat itu pula masker wajahnya retak akibat mengering.

Navy kira mengajak Windy ke rumah untuk membuat sayur nangka bersama. Nyatanya sahabatnya sudah asyik dengan Rosa untuk mengejek status asmara Navy yang nol persen semenjak putus dari Junot.

"Ih, kenalin dong sama Gibran."

"DASAR TANTE GIRANG!" Navy mengerang cemas.

Raut semringah Rosa sudah tidak bisa ditolong lagi, terutama karena dia bersemangat mendengar kegigihan Gibran. Bagaimana cara Windy yang menjelaskan sedetail mungkin, plus bumbu dramatisir biar tambah seru.

"Hayuk, Windy. Ajak Tante buat ketemu dia ya. Pokoknya Tante kudu tahu siapa Gibran. Mau tau arah rumahnya, kapan lahirnya sama cocokin weton."

"Tante mau dukung Qis apa Gibran sih?"

"Dua-duanya boleh asal cakep," desis Rosa dan mengedip genit. Windy ikutan ngakak menanggapi ulah Rosa.

Navy menepuk jidatnya. Dia sudah lelah menghadapi tuntutan menikah dari sang tante tersayang. Dipikir-pikir, dia harus gerak cepat untuk menangkis semua usaha Rosa. Rosa sudah menyulitkan dengan semua cowok yang dikenalkan untuk Navy. Jika Rosa sampai bertemu Gibran, bukankah keduanya menjadi kombinasi tornado yang meluluhlantakkan hidup Navy?

Lebih baik tidak usah berjumpa. Navy sudah memprediksi sejak lama, tapi gara-gara mulut Windy susah direm, terpaksa Navy harus menyiapkan obat Panadol.

Navy meninggalkan ruang tamu menerima panggilan telepon dari pelanggan butik. Pekerjaannya masih banyak. Dia harus mendesain ulang pola baju sesuai permintaan yang muncul serba dadakan. Masih untung desainnya belum dikerjakan. Jika itu terjadi, sia-sia menggunting kain brokat seharga delapan ratus ribuan, ternyata masih salah lagi.

Jemarinya menggulir ke bawah, mengecek status WA yang diunggah setengah jam lalu. Navy berdiri anggun di bawah kanopi bunga dekorasi pernikahan hasil jepretan Windy. Puluhan orang terbaca sebagai pengintip pembaharuannya. Tulang pipi gadis itu semakin sakit karena daya tarik senyuman yang kelewat lebar.

Junot sedang melihat statusnya.

Jalannya semakin dekat untuk meraih cowok itu. Navy melompat bahagia, lupa umur dan ponselnya kembali membentur lantai. Lengkap sudah penderitaan ponsel bopeng itu.

Kebahagiaannya cukup disimpan sendiri. Dia tidak mau Rosa mendengar tentang Junot. Tetapi kebahagiaan itu berlangsung sebentar karena Navy tidak sengaja menekan ikon telepon WA saat ponselnya jatuh.

Mata Navy mendelik ngeri. Dia segera mematikan ikon hijau dan berguling gelisah di kasurnya. Bisa-bisanya menelepon sang mantan setelah baru bertatap muka.

"Permainan takdir mungkin. Jalani aja deh!" Dia mengerang pasrah. Teringat akan jumlah baterai mendekati 15%, Navy memutuskan untuk memasak sayur nangka sendirian.

Senda gurau dua wanita di ruang tengah menembus area dapur. Sebagian besar topik pembicaraannya masih soal perjuangan mengejar seorang pria di usia 20-an. Navy menghela napas pendek, muak mendengar cerita yang berulang-ulang karena Rosa ditinggal pacarnya menikah akibat perjodohan.

Navy harap dia tidak akan semenderita itu. Sebab ada Junot di depan matanya, yang menyempatkan waktu untuk membaca status WA. Bagi Navy, perhatian seperti itu sidah cukup. Dia bakal menarik perhatian dengan cara apapun, asal postingannya cukup estetik.

Selama setengah jam berkutat di dapur sendirian itu, Navy sengaja mengeraskan suara perkakas dapur, agar Windy datang. Di rumahnya sendiri, anehnya Navy mendadak jadi babu. Windy adalah tamunya Rosa. Padahal niatnya bukan begitu.

"Win, bawangnya seberapa banyak?" Navy muncul di ambang pemisah dapur dan ruang tengah, tetapi Windy selonjoran sambil memangku Jihan yang ketiduran.

"Secukupnya aja."

"Secukupnya tuh berapa banyak?"

"Ya reka-reka sesuai selera kamu lah."

Windy memang begitu. Tidak mau tahu urusan Navy. Padahal jelas dia menginginkan sayur nangka resep khas keluarga Navy, tetapi ogah datang membantu. Intinya makan besar mulu. Navy menggulirkan mata, paham tabiat temannya yang cuek tersebut.

Navy bergegas menyelesaikan sayur nangka dan beberapa lauk. Tubuhnya mulai memberat akibat kurang tidur. Dia membiarkan perkakas kotor belum dicuci. Itu tugas Rosa yang gila kebersihan. Dapur yang kacau balau, asal masakan rumahan tersedia bukan masalah bagi Navy. Beda dengan Rosa, malah kebalikannya. Biarlah begitu, Rosa telah menyabotase Windy untuk datang membantu Navy, sudah selayaknya mereka yang mengurus perkakas kotor. Toh Windy sudah terbiasa tinggal di rumah Navy dan sering menginap.

Navy ketiduran dengan riasan penuh. Tugas mendesain ulang bisa dia tunda sebentar sambil menunggu daya baterai ponsel penuh. Saat terbangun, rumah sudah sepi senyap. Navy bergegas mengambil ponsel dan puluhan notifikasi langsung memberondong layar ponsel untuk segera dibaca. Dia meletakkan kembali dengan malas, semata karena isinya barangkali tidak penting. Prioritas utama adalah mengecek keberadaan Rosa dan Windy, tetapi rumah benar-benar kosong. Dapur juga sudah kinclong dan separuh sayur nangka sudah dibawa Windy pulang.

Suasana semakin nyaman, kalau udara malam memeluk Navy. Gadis itu mandi dengan air hangat. Tak lupa secangkir kopi susu menjadi teman begadangnya. Navy mengambil buku khusus desainnya, lalu mencatat revisian desain.

Beberapa kuapan sudah tidak terhitung, lalu selintas ide menyeruak untuk segera dituangkan. Dia meletakkan pekerjaan untuk klien. Dengan cepat Navy menggoreskan pensil. Senyumannya memgembang seiring sejumlah bayangan masa depan. Gadis itu mengenakan gaun pengantin buatannya sendiri.

Navy tidak menduga jika gaunnya penuh keglamoran yang mutlak. Perpaduan tulle dan organza menjadi pilihan favoritnya setiap membuat gaun. Pada tampilan luarnya terdapat taburan motif 3D yang menambah sosok bercahaya. Ornamen glitter silver menjadi ornamen di bagian dada sampai lengan. Navy bereksperimen dengan bagian leher terpasang halter neck yang menambah kesan memakai choker. Di atasnya, chapel lenght veil akan membalut tiara dan menjuntai indah sepanjang pinggang.

Keinginannya untuk menikah sudah tidak bisa dibendung lagi. Gadis itu tidak sabar membuatnya. Besok dia bakalan berangkat ke Bandung untuk ikut seminar desain. Setelah itu, dia bakal hunting dua rol kain untuk pesanan 1 keluarga, sekaligus desainnya sendiri.

Junot, nggak ada salahnya kan, aku membangun impianku? Kalau kamu datang melamar, aku sudah siap dengan gaun dan konsep pernikahan kita sendiri.

Aku masih merindukanmu, tapi aku takut untuk menyapamu lebih dahulu. Aku hanya..... tidak mau kamu lari menghindariku. Jadi kubiarkan kamu datang dengan senyuman menawanmu itu bersama waktu yang berlalu sangat lama.

Sekarang boleh kan aku menyapamu sebagaimana takdir sedang membawamu datang kembali?

●●◇ FADE ◇●●

Banyuwangi, 14 April 2021
Ravenura

Bagaimanaaaaaaaa???? Sukaaaa?????

Semoga kamu menyukainya. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro