Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 8


Saga melangkah keluar lift setelah pintunya terbuka. Ia mengurungkan niat untuk mengambil earphone yang tertinggal. Well, tentu saja karena melihat Wenda tengah menangis tersedu.

"Mas Parjo," panggil Saga kepada satpam yang tengah berjaga malam itu.

"Iya siap, Pak," jawab pria dengan badan sedikit gemuk itu sambil setengah berlari menghampiri Saga.

"Udah makan belum?" tanya Saga sembari merogoh saku dan membuka dompet.

"Hehehe, belum Pak," sahut Parjo meringis.

Saga mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu lalu bertutur, "Ini buat makan malam, terserah mau beli apa aja. Sama minta tolong beliin makanan juga buat Wenda di dalam."

"Mbak Wenda? Sekretaris Pak Saga?" Parjo mengulang kalimatnya karena tidak tahu jika Wenda masih di kantor. Baru beberapa menit yang lalu ia datang dan belum sempat oper handel dengan shift sebelumnya.

"Iya. Kamu belikan makanan sama minuman. Tapi jangan bilang kalau dari saya, bilang saja itu kebijakan dari kantor. Setiap karyawan lembur tetap dapat makan," terang Saga.

Meskipun ragu, Parjo menerima uluran uang dari Saga. Ia sedikit terkejut, sebab selama ini Saga paling tidak suka melihat karyawan dalam gedung Gunawan grup lembur. Bagi Saga lembur itu berarti tidak bisa memanfaatkan waktu bekerja dengan sangat baik. Tentu saja hal tersebut tidak berlaku untuk karyawan hotel yang dinaunginya, karyawan bisa lembur apabila dibutuhkan dan mendapatkan uang tambahan.

"Ba-baik, Pak Saga. Matur nuwun sanget (Terima kasih banyak), Pak Saga," ucap Parjo.

"Yah, saya pulang dulu."

"Hati-hati Pak."

Saga berjalan melewati lobi hotel The Royal 8 lalu masuk ke dalam range rover hitam yang terparkir gagah di depan lobi. Dering ponsel yang menampilkan nama sang ayah di layar tetap diabaikan oleh Saga. Sudah terhitung 15 kali sang ayah melakukan panggilan dan puluhan pesan kepadanya. Namun, Saga memilih untuk tidak membalas atau menerima panggilan tersebut.

Mobil gagah Saga melaju melewati jalanan Jakarta yang tetap ramai meskipun semakin malam. Netra Saga melirik waktu pada arloji berbezel mahal di tangan. Ia sudah terlambat dua jam untuk menghadiri acara ulang tahun ibu tirinya. Well, Saga tidak peduli. Sudah mau datang dan setor wajah saja sudah bagus.

Waktu yang ditempuh dari The Royal 8 atau kantor utama Gunawan grup ke Crown 8 hanya sekitar dua puluh menit saja. Acara ulang tahun Bianca, wanita yang memiliki jarak usia 15 tahun dengan sang ayah diadakan di rooftop hotel bintang 4 tersebut.

Beberapa mobil mewah berjejer manis, seolah menegaskan jika pesta tersebut hanya didatangi oleh para Crazy Rich. Air mancur dengan patung Dewi Athena menyambut kedatangan para tamu di dalam lobi hotel.

Saga tidak ingin membuang waktu. Ia langsung masuk ke lift dan menuju rooftop hotel dan berniat menyambangi pesta tersebut sekitar 30 menit saja.

"Selamat malam, Pak Saga." Sambut beberapa orang dengan setelan hitam dan earphone yang menyumpal salah satu telinga. Bagian kiri atas setiap pria bertubuh tegap itu, tersemat lencana perusahaan pengawal yang disewa oleh Gunawan dan Sabiru Raharjo, kakak ipar Saga yang merupakan orang penting dalam salah satu partai politik.

Saga melirik jengah pada deretan pengawal tersebut. Merasa keluarganya sedikit berlebihan dengan keamanan yang tidak terlalu berguna.

"Selamat malam, Mas Saga." Suara yang tidak asing membuat Saga menoleh. Lantas ia mendapati pribadi dengan setelan lengkap dan dasi motif garis diagonal melilit di leher.

"Ada apa?" tanya Saga kepada Rizwan, asisten pribadi Gunawan.

"Pak Gunawan sudah nunggu Mas Saga di room VVIP Marigold. Mari saya antar."

Saga tidak memberikan respon selain mengubah arah langkahnya dan mengikuti langkah Rizwan. Ia sudah bisa menebak apa yang akan disampaikan oleh sang ayah. Well, kemarin Saga kembali membuat keputusan yang sudah pasti akan membuat Gunawan naik darah.

Tatapan tajam dari Gunawan langsung tersorot ketika sang putra masuk ke dalam ruangan. Gunawan duduk di sofa panjang sambil menyesap wine dari gelas berkakinya. Raut amarah tergurat jelas di wajah pria tersebut.

Melihat gerakan tangan dari Gunawan, Rizwan langsung mengangguk patuh dan keluar dari ruangan. Lalu Gunawan bangkit dari duduknya dan memberikan tamparan pada Saga. Ia merasa geram karena semua tingkah Saga yang selalu membangkang.

PLAKKK

"Mengundur pernikahan? Apa-apaan kamu Saga?" seru Gunawan dengan tatapan bengis.

Saga tidak memberikan respon. Ia hanya melonggarkan otot bibir sebab rasa panas yang mendarat di pipi.

"Sudah lima kali kamu menunda pernikahan dengan Sania! Kamu sengaja mau bikin Papa malu? Pernikahan kalian bukan hanya sekedar penyatuan dua keluarga, tetapi bisnis yang sangat besar!" tandas Gunawan.

Saga tersenyum tipis. "Padahal aku berencana buat batalin pernikahan ini."

Mendengar ucapan itu, Gunawan langsung mencengkram rahang Saga dengan kuat hingga tubuh sang putra terdorong ke tembok.

"Batal?" Gunawan terkekeh. "Apa kamu perlu diingatkan kejadian tiga tahun lalu? Kamu mengiba di hadapan Papa untuk membatalkan tes DNA itu, Ha!"

Kedua mata Saga lantas bersirobok dengan sepasang manik milik Gunawan. Iris gelap mereka saling memberikan sorot tajam tidak terkalahkan. Rahang Gunawan semakin mengetat diikuti gerakan tangan yang enggan berpindah dari rahang Saga.

"Jangan buat Papa marah, Saga. Kalau kamu kira Papa nggak akan tega macam-macam sama Kimmy, berarti kamu belum mengenal Papa sepenuhnya!" tandas Gunawan sambil melepaskan cengkraman tangannya.

"Pa, sampai kapan Papa nggak percaya kalau Kimmy itu anak Papa? Sampai akhir hayatnya, Mama nggak pernah selingkuh, Pa!" seru Saga sambil mengeratkan kepalan tangan.

"Who know's. Maka dari itu Papa mau tes DNA untuk membuktikan kesetiaan Mama kamu," jawab Gunawan yang semakin memupuk kebencian dalam hati Saga.

Bibir Saga bergetar dibarengi kedua bagian gigi yang beradu. Ingin sekali ia memberikan pukulan kepada sang ayah. Hampir selama 30 tahun, ibu saga mengabdikan diri sebagai istri Gunawan. Bahkan sampai mengorbankan mimpi menjadi seorang pelukis demi menemani tumbuh kembang kerajaan bisnis Gunawan.

"Ini terakhir kalinya kamu menunda pernikahan. Atau Kimmy yang akan merasakan akibatnya!" peringat Gunawan.

"Jangan bawa-bawa Kimmy, Pa! Dia masih kecil dan nggak tahu apa-apa!" peringat Saga.

"So, jangan bertindak bodoh! Ikuti setiap perintah Papa. Easy 'kan?" Gunawan lantas meneguk wine-nya hingga tandas. Kemudian ia melenggang pergi sambil membanting pintu ruangan.

Kedua lutut Saga terasa lemas. Kedua matanya berlinang air mata. Namun ia buru-buru mengusapnya. Pria sejati tidak boleh menangis. Begitu yang selalu didengar oleh Saga semenjak kecil. Pria harus kuat dan terlarang untuk menangis. Hal itu hanya akan menunjukkan kelemahan. Semenjak kecil, Saga memang jarang menangis. Karena jika ia menangis dan lemah, siapa yang akan melindungi ibunya?

***

Cahaya mentari yang menabrak jendela ruang rapat, membuat Wenda sesekali memicingkan matanya. Namun ia masih tetap menata materi yang akan menjadi pembahasan rapat kali ini.

"Oke, sudah," ucap Wenda sambil memastikan setiap meja sudah mendapatkan materi, bolpoin, goblet dan minuman botol.

Tepat setelah menyelesaikan tugasnya, Wenda duduk di kursi samping Saga dan bersiap mencatat hasil rapat. Saga yang baru saja masuk ke dalam ruangan memasang wajah datar seperti biasanya. Tanpa senyum dan raut yang semringah.

Jajaran pemimpin setiap hotel dibawah naungan Gunawan grup satu per satu datang dan menempati kursi mereka masing-masing. Rapat yang digelar setiap tahun untuk mengevaluasi perkembangan setiap hotel dihadiri oleh sekitar 30 general manager. Namun, kali ini Saga juga akan membahas pembangunan hotel budget sesuai dengan rencananya dalam pengembangan bisnis hospitality Gunawan grup.

"Terima kasih untuk kedatangannya. Hari ini saya akan membahas proyek pembangunan hotel budget di daerah Semarang, tepatnya di Bandungan," jelas Saga setelah meletakkan bokongnya di kursi Ergonomis.

Sesekali Saga terlihat berdehem dan menjeda penjelasan. Wenda menoleh pada Saga dan melihat jika pria itu tidak dalam keadaan sehat. Wajah Saga yang putih pucat semakin tidak menampilkan raut kemerahan. Kantung matanya pun semakin terlihat jelas.

"Selain sebagai destinasi wisata, Bandungan juga bisa didatangi rombongan dari kota lain untuk melakukan rapat." Saga menjeda ucapannya dan kembali berdehem. Kali ini ia meneguk air minum untuk mengurangi rasa gatal dan menunda bersin. "Mohon maaf. Baik saya lanjutkan. Hotel budget bisa memenuhi kebutuhan rombongan yang memiliki dana minimalis. Jadi selain memfasilitasi keluarga yang berlibur, kita juga bisa memberikan pelayanan pada rombongan rapat."

Netra Wenda terus menelisik pada pribadi Saga. Meskipun pria itu selalu terlihat menyebalkan dengan ucapannya, tetapi tetap bisa membuat Wenda kasihan dan tidak tega.

Empat puluh lima menit Saga memimpin rapat dan segera berjalan ke pantry dekat ruangannya. Rasa gatal di hidung terasa sangat mengganggu. Sudah tidak terhitung berapa kali ia bersin selama rapat tadi.

Pintu yang terbuka membuat Saga menoleh ketika akan menyeduh teh hangat.

"Ini saya ada obat, Pak," ujar Wenda sambil mengulurkan satu bungkusan berisi obat demam dan flu.

"Saya hanya sinusitis," ucap Saga melanjutkan menyeduh teh hangat.

Wenda melengkungkan bibirnya ke atas. Lalu ia menyentuh pergelangan tangan Saga dan menempelkan ke dahi pria itu. "Maaf Pak. Pak Saga harus bisa membedakan sinusitis dan demam."

Saga hanya diam dan tidak menepis pegangan dari Wenda. Ia seperti kehilangan kosa kata karena sentuhan tiba-tiba itu.

"Silahkan diminum Pak. Ini nggak bikin ngantuk kok, Pak Saga harus selalu sehat," tutur Wenda.

Kalimat yang dilontarkan oleh Wenda seketika mengingatkan Saga pada ucapan mendiang sang ibu. Sama persis. Itu adalah pesan terakhir yang terucap darinya.

"Ehm, maksud saya 'kan Pak Saga banyak kegiatan. Setelah ini harus ke Jogja untuk cek pembangunan hotel di sana. Tiga hari lagi harus ke Bali juga," jelas Wenda memecah kecanggungan. "Jadi, Pak Saga harus selalu sehat."

TO BE CONTINUED.... 

Selamat pagi, Lovelies. Ada yang kangen sama Saga dan Wenda? Yuk langsung baca dan jangan lupa like yakkk ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro