Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 35

Dengan napas terengah, Ferdi masuk ke dalam mobil Saga di parkiran Panti Werdha sambil memberikan kamera yang menangkap hasil penguntitan hari ini. 

“Ini, Tuan,” ujar Ferdi. 

Saga lantas menerima kamera tersebut dan melihat satu per satu tangkapan Ferdi. Dahi Saga berkerut saat melihat pribadi Sabiru masuk ke sebuah villa disusul dengan Bianca. Masih tidak percaya, Saga memperbesar potret tersebut. Wajah wanita yang sekarang menjadi ibu tiri Saga itu semakin terlihat jelas. Lalu ia melemparkan tatapan pada Ferdi untuk meminta penjelasan. 

“Ya, Tuan,” jawab Ferdi yang sudah bisa menebak pertanyaan Saga tanpa menunggu pria itu bersuara. 

“Sabiru menemui Bianca?” tanya Saga masih bingung. 

“Tuan, sebenarnya Sabiru sering sekali menemui Bianca. Bahkan hampir setiap hari. Mereka akan menyewa seisi restoran untuk bertemu, atau memilih villa dan menghabiskan waktu selama berjam-jam,” terang Ferdi panjang lebar. 

Saga terdiam seraya menerka. Bianca dan Sabiru tidak cukup memiliki urusan untuk sering bertemu. Hubungan mereka hanya sekedar mertua tiri dan menantu. 

“Cari tahu apa hubungan mereka berdua,” titah Saga sambil melirik Ferdi dari ekor matanya. 

“Baik, Tuan.” 

“Berikan aku alamat restoran dan villa yang sering mereka kunjungi,” pinta Saga setelahnya. 

“Baik, Tuan.” Ferdi langsung merogoh saku untuk mencari kertas dan bolpoin, tetapi tidak menemukannya. 

“Kirim pesan saja,” tukas Saga. 

“Ba-baik, Tuan,” jawab Ferdi dengan patuh. 

Apakah Bianca dan Sabiru bekerjasama? Tapi apa yang mereka berdua kejar? Apakah mereka sepakat untuk mengambil alih perusahaan ini dan membagi dua? Rentetan kalimat praduga bermunculan di kepala Saga. Fakta ini cukup mengejutkannya. Well, apabila ditelusuri cukup masuk akal. Selama ini Sabiru selalu tahu rahasia Gunawan yang bahkan Saga saja tidak mengetahuinya. Hingga dengan mudah pria itu membuat Gunawan memberikan sebagian besar saham tanpa mempertimbangkan efek terburu. 

*** 

Wenda mematut dirinya di depan cermin kamar mandi hotel Moon Crown. Warna emas menghiasi kran dan bingkai cermin yang memantulkan pribadi Wenda. Sejak menginjakkan kaki di lobi tadi, Wenda sudah kagum dengan arsitektur yang disajikan. Nuansa klasik dan mewah langsung terasa dengan ornamen yang tertata apik sesuai tempatnya. 

Embusan napas kasar diloloskan oleh Wenda. Well, ini pertama kalinya Wenda mendapatkan panggilan interview di hotel bintang 6. Semula ia hanya coba-coba saja mengirimkan lamaran pekerjaan di salah satu hotel mewah yang dikelola oleh Aditama grup itu. Meskipun heran, ia menganggap itu adalah salah satu hadiah dari langit karena sudah mengakui kesalahan di hadapan Saga. 

Suara ketukan heels yang beradu dengan lantai, menyusul langkah kaki Wenda masuk ke dalam toilet. Suara dua orang yang tengah bercakap terdengar semakin mendekat.

“Suami gue lagi mau keluar dari pekerjaanya,” keluh seorang wanita dengan suara lembut. 

“Keluar dari Gunawan grup? Kenapa?” Wanita yang lain menimpali. 

“Biasa masalah internal. Para petinggi di sana ‘kan lagi rebutan kekuasaan.” Sekarang suara air terdengar. Sementara itu Wenda memilih berdiam di dalam toilet lebih lama untuk mencuri dengar percakapan mereka. “Menantu Pak Gunawan sama anaknya Pak Gunawan lagi pada rebutan kursi pimpinan.” 

“Ya udah itu urusan para orang besar, ngapain suami lo mau keluar coba?” 

“Masalahnya kalau sampai itu perusahaan jatuh di tangan menantu Pak Gunawan, udah pasti bakal hancur,” terang wanita bersuara lembut. 

“Ah, lo jangan sok-sokan jadi peramal deh,” desis temannya. 

“Gue nggak asal bicara.” Wanita itu bergeming beberapa saat, tampaknya memeriksa jika tidak ada yang akan mencuri dengar perkataan yang akan diucapkan itu. Lalu bersuara dengan intonasi lebih lirih. “Gue pernah lihat Sabiru masuk ke villa berdua aja sama istri pak Gunawan.”

“Hah, serius lu!” seru temannya kaget. 

“Shhh, pelan-pelan.”

“Lo tahu darimana?” 

“Gue liat pas mampir ke Villa teman. Pas di balkon, gue lihat mereka masuk berduaan doang,” lanjutnya hingga membuat Wenda sedikit tersentak. 

Wenda pernah memiliki pengalaman yang tidak mengenakan dengan Bianca. Ibu tiri Saga itu selalu memberikan tatapan kesal kepada Wenda di setiap kesempatan. 

“Gilak! Nyeremin banget tuh cewek, habis bikin istri Pak Gunawan meninggal sekarang mau berpaling ke brondong. Canggih juga tu nenek-nenek.” Nada kesal terdengar dari bibir wanita itu. “Parah.”

“Gue pikir cerita kayak gitu cuma di film aja, ternyata di dunia nyata juga ada.”

“Eh, gue pipis dulu ya. Lo duluan aja,” seru wanita bersuara lembut kepada temannya. 

“Oke gue duluan ya.” 

Langkah stiletto yang masuk ke kamar mandi membuat Wenda segera menekan flush lalu keluar dari kamar mandi cepat-cepat. Segera ia kembali ke lobi agar resepsionis mudah memanggilnya untuk wawancara. 

Semua obrolan dua wanita tadi membuat Wenda khawatir dengan Saga. Jika benar mereka berselingkuh, maka usaha untuk menahan Saga menjadi pemimpin Gunawan grup semakin keras. Lalu apabila gagal, maka Gunawan akan menyalahkan Saga dan membuatnya semakin menderita. 

Kaki Wenda menghentak di tempat semakin cepat. Rasa gugup menjelang interview bercampur dengan ketakutan yang perlahan merasuk hati. Ia tidak bisa tinggal diam begitu saja. Namun, Wenda juga tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah ia menemui Saga dan memberitahu kabar burung yang didengar? 

“Tapi Saga lagi marah sama aku? Apa mungkin mau nemuin aku?” Wenda bicara sendiri, seolah menjawab pertanyaan yang muncul di benak. “Astaga, aku mesti ngapain? Ayo Wenda, mikir!”

Sebagai orang yang mencintai Saga, pura-pura diam dan membiarkan hal buruk menimpa pria itu bukan pilihan yang tepat bukan? 

*** 

“Aku mau itu, itu, itu dan itu boleh?” Kepala Kimmy mendongak pada Saga diikuti kedua matanya yang membola penuh harap. 

Saga tersenyum tipis ketika mendapati ekspresi menggemaskan sang adik. Lalu ia mengangguk seraya mengelus puncak kepala Kimmy. “Boleh.” 

“Yes!” Kimmy memekik sambil meloncat kegirangan. Rambutnya yang diikat dua memantul, pun dengan pipi gemuk yang menggemaskan itu. 

“Sekarang Kimmy duduk di sini dulu ya, kakak bayar dulu cokelatnya,” ujar Saga sembari mendudukkan Kimmy di kursi yang tidak jauh dari jangkauan pandangannya. “Don’t go anywhere.” (Jangan pergi kemana-mana) 

“Oke,” jawab Kimmy kembali menganggukkan kepalanya. 

Baru beberapa langkah, Saga menoleh memastikan jika Kimmy tidak kabur. Lalu melangkah dan menoleh lagi hingga membuat bocah itu terkekeh. 

“Aku di sini kok,” celetuk Kimmy dengan suara yang menggemaskan. 

“Good job,” tukas Saga sambil mengacungkan jempolnya pada Kimmy. Hari ini Kimmy merengek pada Saga untuk dibelikan bola cokelat warna-warni yang sedang menjadi incaran anak-anak. Cokelat asal Amerika itu bekerjasama dengan Aditama grup dan membuka gerai di dalam Moon Crown hotel. 

Tangan Kimmy kembali memainkan bola dengan boneka salju dan butiran salju di dalamnya. Ia baru saja mendapatkan hadiah kecil itu dari Saga. Saking asyik memainkan bola tersebut, Kimmy menjatuhkannya. 

“Aah jatuh,” kesal Kimmy. Ia menoleh pada Saga seraya memanjangkan leher untuk meminta bantuan. Namun, sang kakak terlihat sibuk melakukan transaksi. 

Memiliki inisiatif, Kimmy turun dari kursi dan mengejar bolanya. “Bola, tunggu aku.” Langkah Kimmy semakin cepat hingga keluar pintu outlet cokelat. 

“Itu bola aku,” celetuk Kimmy ketika bolanya diambil oleh orang asing. Mata Kimmy berputar sambil mendongakkan kepala dan mendapati pribadi Wenda. Kontan senyuman lebar tercetak di wajah bocah itu. “Kakak!” 

“Kimmy, ngapain di sini?” Wenda merendahkan tubuhnya hingga ke posisi jongkok untuk menyamakan posisi dengan bocah itu. 

“Aku beli cokelat, di sana loh,” jawab Kimmy seraya menunjuk outlet cokelat yang rame pengunjung. “Kakak kemana aja, kok nggak pernah main sama aku? Aku kangen tauk!” 

Celetukan Kimmy yang menggemaskan membuat Wenda tersenyum lalu mencubit pipi bocah itu pelan. “Kakak juga kangen sama Kimmy. Kangen banget malah. Kimmy sama siapa? Sama suster ya?” 

“Kimmy!” Suara Saga yang menggema membuat Wenda dan Kimmy menoleh secara bersamaan. Dada pria itu naik turun diikuti raut wajah khawatir. 

Sementara itu Wenda ikut berdiri seraya menatap pribadi Saga. Waktu seolah berhenti di antara mereka. Pun tatapan keduanya tidak terelakkan. Ada rasa yang sulit untuk diungkapkan oleh Wenda ketika menatap iris gelap Saga. Ia sangat ingin berlari lalu memeluknya dengan erat sembari berbisik lembut di salah satu telinga pria itu. Mengikrarkan jika saat ini rindu yang berkumpul dalam dada sudah tidak bisa dibendung lagi. Namun, logika Wenda berulang kali hmemperingati. Bodoh jika masih berharap Saga merentangkan tangan untuk menyambut kedatangannya. Semua sudah berubah. Hubungan mereka tidak sehangat dulu, sebelum Wenda mengakui semua kesalahan di masa lampau itu. 

“Saga, aku ketemu Kakak Wenda,” ujar Kimmy. 

TO BE CONTINUED….

Halo, Lovelies. Cerita Saga dan Wenda bisa dibaca sampai tamat di Karyakarsa yak! Selamat membaca ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro