Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 33

Sekarang waktu Saga banyak tersita dengan memperhatikan Wenda dari luar bangunan kost. Meskipun hanya terlihat bayangannya, bisa memastikan Wenda dalam keadaan baik-baik saja itu sudah cukup bagi Saga.

Seperti malam ini, Saga berdiam diri dalam mobil yang terparkir di depan bangunan kost Wenda dalam waktu cukup lama. Ia terus memandangi jendela Wenda yang sesekali menampilkan bayangan wanita itu hingga akhirnya tidak terlihat lagi.

Saga mengembuskan napas lalu menyandarkan kepala di kursi kemudi. Bukan Wenda yang seharusnya minta maaf atas kejadian naas saat ibu Saga pergi. Namun, Saga yang harus meminta maaf karena membawa Wenda ke dalam bahaya. Jika saja Saga tidak mengajak Wenda untuk menjalin hubungan palsu, mungkin Sabiru tidak akan mengincar wanita itu.

Hening menyelimuti Saga beberapa waktu sambil melihat jalanan yang diterangi beberapa lampu. Hingga potongan memori masa lampu kembali bersatu, membawa Saga pada kenangan ketika Wenda mengutarakan semuanya.

["Aku yang ngebuat kamu menderita selama ini. Aku Saga, aku."]

Tepat setelah mendengar pengakuan dari Wenda, Saga segera menginjak gas untuk menuju kediaman wanita itu. Ia ingin segera memeluk Wenda dan menegaskan jika hal tersebut sama sekali tidak berhubungan dengannya. Wenda tidak perlu merasa bersalah.

Sebelum kejadian naas tersebut, ibu Saga baru mengetahui jika Gunawan sudah berselingkuh dengan Bianca selama 2 tahun. Rumah tangga mereka sempat renggang karena banyak faktor. Salah satunya karena usia ibu Saga yang sudah tidak lagi muda hingga penampilan yang kurang menarik. Keriput sudah bersarang di wajah, pun tubuh yang sudah tidak semenarik dulu. Maka dari itu Ibu Saga bersikeras untuk hamil lagi di usia tua dengan mengesampingkan semua resiko kehamilan. Ia ingin mendapatkan perhatian Gunawan lagi.

Alih-alih berhasil dengan usahanya, malam itu ibu Saga justru harus melihat Gunawan sedang bermesraan dengan wanita lain. Dalam perasaan yang kalut, konsentrasi dalam menyetir juga pasti akan berkurang. Hingga ia kehilangan kontrol dalam kemudi dan menabrakkan diri ke pembatas jembatan.

Saga segera turun setelah memarkirkan mobil di pelataran kost Wenda. Namun, saat akan menuju ke lantai 4, Saga melihat seseorang yang mencurigakan sedang mengamati kamar Wenda. Saga bersembunyi di sela-sela dinding sembari mengamati pria bertopi misterius itu. Sesekali ia mengintip untuk mencuri lihat apa yang dilakukan pria itu dengan kotak berukuran sedang di tangan.

Saga semakin menenggelamkan tubuhnya di sela-sela dinding dekat tangga saat derap langkah pria itu mulai mendekat. Segera bergegas, Saga mengambil kotak yang diletakkan di depan pintu kamar kost Wenda.

Kedua mata Saga kontan membola saat melihat foto Saga yang berlumur darah diikuti kalimat ancaman. Tanpa membuang waktu, Saga langsung mengejar pria misterius tersebut sambil membawa kotaknya agar tidak dilihat oleh Wenda.

Suara bergumur tercipta ketika Saga berhasil menarik topi pria itu dan terjatuh berguling dari tangga. Namun, pria dengan perawakan tinggi kecil itu langsung bangkit dan memukul Saga hingga jatuh tersungkur. Kemudian lari tunggang langgang agar tidak terkejar oleh Saga.

Segera bangkit, Saga lantas berlari mengejar pria misterius tersebut. Hingga ia tidak sadar jika melewati Tika yang hendak menaiki anak tangga menuju ke kamar Wenda.

Saga terus berlari menyusuri jalanan kecil setelah keluar dari pekarangan bangunan kost Wenda. Lalu ia menarik jaket pria itu dan memukulnya sekuat tenaga hingga terjatuh. Tidak ingin kehilangan pria itu, Saga menarik kerah kausnya diikuti rahang yang mengetat dan gigi yang menggeram.

"Katakan siapa yang nyuruh kamu!" ujar Saga dengan emosi meluap.

Pria itu tidak menjawab dan hanya meringis menahan rasa perih di sudut bibir. Napasnya terengah disertai gerakan dada yang naik turun. Ada sirat ketakutan terlintas di kedua mata.

"Katakan atau kamu akan mendekam di penjara!" teriak Saga sungguh-sungguh.

"Ja-jangan, saya mohon jangan," ucap pria tersebut dengan bibir bergetar.

"Jawab! Siapa yang nyuruh kamu melakukan ini semua?" Saga terus mendesak diikuti tatapan bengis ke arah pria tersebut. Malam itu ia tidak bisa menahan rasa marah yang bergemuruh di dalam dada.

"Sa-saya nggak bisa mengatakan itu. Keselamatan keluarga saya jadi taruhannya," tolak Pria tersebut dengan kedua tangan memohon pada Saga agar dilepaskan.

Saga kemudian menarik kaus pria itu semakin kuat untuk mendekat. Rahangnya masih menguat disertai kedua bagian gigi yang saling beradu. "Kamu juga tidak akan selamat jika diam saja. Katakan!"

"Sa-Sabiru. Saya mohon lindungi saya. Istri saya sedang hamil dan saya terpaksa melakukan ini. Saya mohon jangan bawa saya ke kantor polisi," tutur pria tersebut mengiba.

Tangan Saga masih enggan melepaskan pria itu. Hingga kemudian ia mengumpat, "dasar brengsek!"

"Saya mohon, ampuni saya. Saya akan melakukan apapun yang anda minta, asalkan selamatkan saya dari dia."

Rintik air hujan yang terjatuh di kaca mobil, membuat Saga mengaburkan ingatan tersebut. Ia kembali melemparkan tatapan ke arah jendela kamar Wenda. Sejak kejadian itu, Saga sadar jika Wenda akan terus berada dalam bahaya jika terus bersamanya. Maka, Saga mengurungkan niat untuk menemui Wenda dan pergi begitu saja.

"Aku akan melindungimu, Wenda," gumam Saga dengan suara kelewat lirih. "Aku mohon bersabarlah. Aku akan menyelesaikan ini semua dengan cepat."

***

Langkah kaki Saga tertahan ketika dering ponsel bersuara sedari tadi. Ia merogoh saku dalam dan melihat nama Rizwan tercetak di layar ponsel. Lantas Saga menekan tombol hijau pada layar untuk menerima panggilan tersebut.

["Tuan muda, pertemuan dengan pemegang saham 3 hari lagi."]

Saga mendesah jengah sembari terus melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan setelah meeting dengan manajer seluruh hotel Gunawan grup. Ia sudah bisa menebak jika Rizwan mendapatkan perintah dari Gunawan untuk mengingatkan Saga.

"Iya," jawab Saga singkat.

["Apa rencana Tuan Muda selanjutnya?"]

"Pak Rizwan sampaikan aja sama Papa untuk tidak khawatir. Saya akan mendapatkan posisi itu tanpa harus memiliki pasangan."

["Tapi Tuan muda, itu merupakan salah satu syarat untuk kelangsungan perusahaan. Agar —"]

"Saya sudah ada rencana, Pak Rizwan. Sampaikan saja kepada Papa agar tidak khawatir berlebihan." Saga segera mematikan panggilan tersebut sambil membuang napas kasar.

Dalam benak Gunawan hanya ada ketakutan jika Saga tidak bisa kembali mengambil alih perusahaan tersebut tanpa pernah memikirkan kondisi sang putra. Karena langkah Gunawan yang gegabah, perusahaan itu akan jatuh ke tangan orang yang salah.

Tidak lama kemudian, nada pengingat pesan kembali terdengar. Saga segera menggulirkan jemari di layar ponsel untuk membaca pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal itu.

From : +6281 4355 2121

Saya sudah sampai di lokasi

Setelah membaca pesan singkat itu, Saga bergegas pergi menuju ke lokasi yang dimaksud. Langkah Saga semakin memburu setelah pintu lift terbuka. Menekan tombol pada kunci mobil lantas melajukannya dengan kecepatan cukup tinggi.

Mobil Saga membelah jalanan Jakarta pusat yang lumayan ramai siang itu. Mencari jalan keluar tanpa melibatkan Wenda adalah pilihan yang diambil Saga. Ia tidak akan bisa melihat orang terkasihnya hidup dalam bahaya.

Setelah melewati lampu merah, Saga membelokkan kemudi ke kanan untuk masuk ke pekarangan Panti Werdha terbesar di kawasan tersebut. Lalu ia memarkirkan mobil sesuai dengan lokasi pengirim pesan singkat beberapa waktu lalu.

Seorang pria dengan topi yang menutupi sebagian wajah tengah berdiri di bawah pohon mangga sambil melirik ke kanan kiri, menyita atensi Saga. Kemudian ia menyalakan lampu hazard sebagai tanda. Pria tersebut berlari menghampiri mobil Saga lalu masuk ke dalamnya.

"Kamu sudah melakukan tugasmu?" tanya Saga.

"Sudah, Tuan muda," jawabnya seraya melepaskan topi. "Saya sudah melakukan semua perintah Tuan muda."

"Bagus."

"Lalu sekarang apa yang harus saya lakukan, Tuan muda?" tanya Pria yang kemarin sempat berpihak pada Sabiru. Sekarang pria itu akan menjadi kaki tangan Saga untuk melawan sang kakak ipar.

Saga membuka laci mobil kemudian memberikan kunci mobil kepada Ferdi. "Pakai ini."

"Kunci mobil?" Ferdi melemparkan tatapan bingung kepada Saga. "Untuk apa Tuan?"

"Sekarang kamu harus memberikan semua informasi mengenai Sabiru. Kemana dia pergi, dan semua yang dia lakukan," terang Saga dengan pandangan lurus ke depan. "Kamu bisa pakai mobil itu sebagai transportasi."

"Ba-baik, Tuan muda."

Saga menoleh pada Ferdi dengan sorot mata tajam. "Jangan berani mengkhianatiku. Karena aku bisa bertindak lebih kejam dari yang kamu bayangkan."

"Baik, Tuan," jawab Ferdi seraya meneguk ludah.

Tangan Saga lantas membuka laci mobil untuk mengambil amplop yang berisi beberapa lembar uang dan memberikannya kepada Ferdi. "Ini untuk persalinan istrimu."

"Terima kasih banyak, Tuan muda. Saya akan bekerja dengan sangat baik," ucap Ferdi dengan nada girang. "Sekali lagi terima kasih banyak."

Saga kembali melemparkan pandangan ke pekarangan Panti Werdha. Ia akan menghancurkan kehidupan Sabiru tanpa harus melibatkan sang kakak. Sedari dulu salah satu alasan Saga tidak lekas bertindak adalah kebahagian Anggita dan anaknya. Jika Saga melawan Sabiru secara langsung, maka Anggita juga akan terluka. Memang membutuhkan strategi untuk melawan penjahat seperti Sabiru.

"Kita akan ketemu di sini setiap kamu memberikan informasi. Jangan bawa mobil ini ke rumahmu, demi keselamatanmu dan keluarga." Saga menegaskan.

"Baik Tuan Muda."

***

Wenda kembali disadarkan jika perihal Si kaya dan Si miskin itu hanya akan bisa bersatu dalam dongeng. Kisahnya yang kandas bersama Dion kini kembali terulang. Takdir seolah menegaskan kepada Wenda untuk jatuh cinta dengan pria dari kalangan yang sejajar saja. Namun, begitulah cinta yang tidak bisa disangka kedatangannya. Tidak seperti mentari yang sudah diprediksi akan terbit dari ufuk timur dan tenggelam di ujung barat. Mengenai waktu, siapa dan bagaimana cinta itu tumbuh pun tidak ada yang bisa menduga.

Wenda kembali menghentakkan jemari di papan keyboard untuk mengirimkan lamaran kerja ke beberapa tempat. Ia tidak bisa terlalu lama menganggur, sebab di kampung mengharapkan kiriman uang darinya. Well, orang tua Wenda memang tidak meminta, tetapi ia paham jika mereka sebenarnya berharap dalam diam. Selain itu tidak melakukan kegiatan hanya akan membuat Wenda teringat Saga. Mungkin sulit dan nyaris tidak bisa untuk melupakan Saga. Terlalu banyak memori indah yang dilukiskan Saga untuknya.

Baru akan mengirimkan surat lamaran yang ketiga, gerakan jemari Wenda tertahan oleh ketukan pintu kamar kost. Wenda mengayunkan kaki turun dari ranjang kemudian berjalan ke arah pintu.

"Surprise!" Kepala Tika langsung menyembul dan mengagetkan Wenda.

"Tika, lo ngapain kesini? Kok nggak bilang kalau mau kesini?" tanya Wenda seraya memperhatikan dua koper besar yang berada di belakang tubuh sang sahabat. "Lo ngapain bawa koper segala?"

"Mulai hari ini, gue akan tinggal di kamar kosong selaha sana," ujar Tika sambil menunjuk kamar nomor dua dari tempat Wenda.

"Lo tinggal di sini? Bukannya kalau dari sini justru semakin jauh dari tempat kerja lo?"

"Emang, dan gue udah resign dari kafe. Gue mau cari tempat baru buat bikin konten, kayaknya followers gue pada bosen deh," jawab Tika sekenanya. Lalu ia menyapukan pandangan ke sekitar. "Gue lihat bangunan ini lumayan estetik meskipun nggak terawat."

Wenda hanya bisa menggelengkan kepala sebab tingkah Tika yang bisa resign dari tempat kerja semaunya sendiri. Well, tanpa bekerja Tika bisa hidup dengan cukup layak.

"Eh, Tik."

"Apa?" jawab Tika seraya menoleh cepat, memberikan atensi pada sang sahabat.

"Berarti." Wenda menjeda ucapannya sesaat, tampak ragu untuk melanjutkan pertanyaan tersebut. "Kafe Sepenggal Kenangan udah dibeli sama Saga?"

"Gue denger sih udah, terus ada kerjasama gitu sama Kakek Cipto. Tapi gue nggak tahu kerjasama yang kayak gimana," jawab Tika sambil menaikkan kedua bahunya.

"Oh, gitu ya." Wenda cukup senang jika salah satu keinginan Saga bisa terwujud untuk kembali memiliki tempat yang menyimpan sejuta kenangan bersama sang ibu.

"Udah, nggak usah sedih-sedih lagi. Live must go on, Wen," celetuk Tika sembari merangkul Wenda.

Tika benar, hidup akan terus berjalan tanpa peduli kamu sedang putus cinta atau tengah bersedih. Semua pasti tidak akan berjalan dengan mudah, tetapi kesedihan Wenda akan berlalu seiring berjalannya waktu.

Sementara itu Tika masih terus memandangi Wenda dalam diam. Hingga tidak lama kemudian ponselnya bergetar, menciptakan sensasi geli di dalam celana.

"Eh, bentar ya," cicit Tika sambil menggetarkan tubuhnya. Ia berusaha bertingkah lucu untuk menghibur Wenda.

Tika kembali memasukkan ponsel ke dalam saku tanpa membalas terlebih dahulu setelah mengetahui jika Saga yang mengirimkan pesan tersebut.

TO BE CONTINUED.... 

Selamat pagi, Lovelies. Ada yang kangen Saga dan Wenda? Langsung baca ceritanya sampai tamat di Karyakarsa yak, selamat membaca ^^ 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro