Episode 9
Freza kembali berhenti tepat di depan warung soto yang tengah ramai di jam-jam sore seperti saat ini karena bertepatan dengan beberapa kantor yang sudah memulangkan karyawan nya. turun dari motor, Freza mengekor di belakang Ayunda yang tengah bersalaman dengan beberapa orang yang tengah duduk di kursi rotan yang ada di depan toko.
Tersenyum ramah, Freza ikut bersalaman dengan orang tua Ayunda. Menegapkan tubuh, Freza menunggu Ayunda yang berganti pakaian pun mengobrol santai dengan orang tua dan Kakak dari Ayunda. Obrolan hangat yang sering ia rasakan di rumah, dengan kedua orang tua nya dan Azgar, Mas nya.
"Cah bagus, kelas berapa kamu?" tanya Ibu dari Ayunda.
"Masih kelas satu Bu,"
"Oalah, teman ekskul, tah?"
"Engg-"
"Iya Bu, teman satu ekskul, karena Adik kelas jadinya dekat hehe." Jawab Ayunda terlebih dahulu, membuat Freza menoleh ke samping. "Bu, Yah, Yunda temenin Freza belanja bulanan dulu ya!" pamit Ayunda.
Menyadari kode yang di berikan oleh Ayunda, Freza bangkit dari duduknya, kemudian berpamitan pada kedua orang tua Kakak kelasnya itu, kemudian pergi menggunakan motor, menuju pasar swalayan terdekat.
"Kenapa nggak boleh jujur?" tanya Freza.
"Kakak ku tuh, posesif, jadi lebih baik bohong."
"Tapi bohong itu nggak baik, Bunda bilang begitu."
"Ini tuh posisinya terdesak,"
"Nggak peduli posisi apapun, kalau bohong itu nggak baik, besok gue yang bilang kalau kita bukan teman ekskul."
Ayunda yang mendengar ucapan Freza dibuat kesal sendiri. Bersedekap, Ayunda mengalihkan pandangan ke arah lain, mengabaikan Freza yang menyuruhnya untuk berpegangan karena akan menambah kecepatan.
Ayunda dan Freza pun tidak paham sejak kapan dan mengapa mereka dekat. Setelah hari dimana Freza menawarinya tumpangan untuk pulang, semenjak saat itu juga ia dan Freza semakin dekat, sekaligus membuatnya menjadi mangsa empuk para siswi yang tergila-gila oleh Freza, padahal mereka baru dekat dua hari.
Menghela napas berat, tubuhnya terhuyung ke depan saat Freza menarik rem tiba-tiba. Menoleh ke belakang, Freza melihat keadaan Ayunda yang masih mendorong tangan nya pada punggung nya yang terhalang oleh tas, seolah mencari batas aman agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
"SENGAJA YA KAMU!"
"Nggak, nggak, sumpah nggak! Itu di depan rem mendadak, gue baru mau tanya sama lo, lo nggak apa 'kan?" tanya Freza setelah menepikkan motornya. "Lo juga sih, kan udah gue bilang, pegangan. Kalau nggak mau peluk pegangan aja sama pundak, nggak apa."
"Nggak!"
"Ngambek aja, di bilangin dikit ngambek, di kasih nasihat ngambek."
"Kamu nyebelin!"
"Gak apa nyebelin, banyak yang suka gini."
"Ya bodoamat, nggak tanya!"
"Ah masa, yaudah lanjut lagi, kalau lo bisa marah gini artinya lo baik-baik aja."
Freza kembali melajukkan motornya dengan kecepatan sedang. Memperhitungkan keselamatan penumpang di belakangnya. Takut terjadi hal yang tidak di inginkan, Ayunda mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu mencengkram erat seragam yang di kenakan oleh Freza.
"Awas aja kalau sampai ngerem tiba-tiba kayak tadi, aku pukul kepala kamu pakai batu."
"Iya, bawel dah lo ternyata." jawab Freza dengan tawa di akhir.
***
Frega masuk ke dalam rumah yang terlihat sangat sepi. Di belakangnya terdapat Chandra dan Iqbal yang ikut kembali dari Banjarmasin setelah menyelesaikan pekerjaan mereka masing-masing. Memilih untuk langsung duduk di sofa panjang, dan tidur karena sepanjang perjalanan dia tidak bisa beristirahat barang sebentar.
"Eh, sepi banget rumah tumben." Ujar Iqbal.
"Iya, pada kemana ya, ini nggak ada niat kasih sambutan ke gue apa ya?" tanya Frega.
"Nanti juga di sambut, lebih baik kita istirahat dulu." Ujar Chandra. "Kita datang satu jam lebih cepat dari prediksi kan, lebih baik istirahat dulu." Chandra memilih untuk langsung pergi ke kamar tamu yang ada di rumah ini untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat.
"Semenjak nikah sama punya anak, bapak tiga anak kembar itu kayaknya berubah banyak ya," ujar Frega yang kini duduk di sebelah Iqbal yang tengah senyum-senyum sendiri karena mendapatkan foto dari Istrinya yang sedang mengandung, Monica.
"Iya, bagus sih, coba bayangin gimana kalau dia masih kaku, nggak akan harmonis tuh rumah tangga."
"Sotoy banget lo, main bilang nggak harmonis, harmonis! Orang nya denger di cekik lo tau rasa."
"Nah itu," kata Iqbal seraya bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk. "jangan sampai orang nya tau, kalau tau bisa bahaya urusannya." Lanjutnya dengan cengiran lebar. "Emang ya parah banget, perempuan kalau lagi hamil tuh cantik banget, aura keibuan nya menguar begitu aja, jadi takut gue punya saingan tiba-tiba."
"Monic isi lagi?" tanya Frega terkejut.
"Hehehe, kan lumayan anak gue yang kedua ada temen nya satu lagi."
"Daripada lo yang buat terus, mending lo usulin ke si Chandra, biar nambah lagi."
Menghela napas berat. "Lo nggak tau aja, gue udah bujuk dia sedemikian rupa buat nambah keluarga, dua lebih baik dari pada satu kata emak-emak jaman dulu mah, malah banyak anak banyak rezeki katanya, tapi dia nya aja batu." Melirik Frega, Iqbal tersenyum cerah. "Lo sendiri nggak mau nambah ana-AW!!!" teriak Iqbal saat merasa telinganya di tarik ke atas, membuat Frega menoleh cepat, waspada jika itu Chandra dia harus segera lari secepatnya.
"Bagus banget ya Kak Iqbal hasutan nya!" omel Azzahra yang baru saja kembali dari kantor dengan Azgar di belakang nya.
"Hey sayang," Sapa Frega hangat.
Melepas jeweran pada teliga Iqbal, Azzahra memilih berjalan memutar untuk segera memeluk Frega yang masih duduk tenang di sofa, membuat Azgar hanya menatap sekilas, kemudian melanjutkan perjalanan nya menuju kamar setelah menyapa Paman Iqbal.
"Kamu lama banget, terus kok udah pulang duluan, katanya jam lima!" protes Azzahra. "Untung aku udah masak loh, tadi siang aku izin pulang sebentar buat masakin kamu sama yang lain karena kamu bilang mau pulang, untung tadi Bu Dika mau dimintain tolong."
"Uhuk! Nguuuuunggg.....!" sindir Iqbal dengan menirukan suara nyamuk.
Baru Azzahra dan Frega ingin meledek, terdengar suara keras dari pintu utama.
"Assalamu'alaikum! Atoookk oh atooook!"
"Wa'alaikum salam!" jawab Azzahra, Frega, dan Iqbal serempak.
"Pasti si Lastu, adik ipar lo tuh!" ujar Iqbal.
Frega yang mendengar itu terkekeh. "Yaudah samperin sana, tadi ngeluh jadi nyamuk."
"Bercanda aja orang tua, gue tamu ya disini!"
"Tamu nggak di undang." Sinis Azzahra.
"Ya Allah... ini gue bertamu nggak ada yang nyambut, jauh loh ini gue dari Bekasi langsung kesini!" protes Gilang.
"Nggak tanya lur, nggak tanya." Sinis Iqbal.
"Ini bapack bapack gendut berisik banget, siapasih yang biarin orang gila masuk ke rumah?"
"Bercanda aja lo! Baku hantam kita!"
Iqbal beranjak dari duduknya, memasang kuda-kuda untuk bertarung, namun Gilang mengabaikan nya, dan langsung pergi ke dapur untuk meletakkan makanan yang sebelumnya sudah di beli dalam perjalan menuju tempat ini.
"Kasian ya, mana udah tua," ejek Frega dengan tawa di akhir. "udah si, jangan aneh-aneh, Gilang tuh disuruh berhenti nyari masalah, nanti disuruh tidur di sofa sama Tania."
"Ra! Sini Ra, bantuin gue siapin makanan, si Chandra katanya lagi di kamar tamu tadi gue tanya, terus anak-anak lagi pada di perjalanan mau kesini," ujar Gilang.
"Loh, Monica sama anak gue juga dateng dong?" tanya Iqbal.
"Iya, katanya mau kejutan, tapi nggak usah lah ya, udah tua lo, sadar umur." Ejek Gilang lagi, membuat Iqbal hanya mampu mengelus dada agar bersabar.
"Yaudah, gue pinjam kamar mandi ya, biar nggak jelek-jelek banget ketemu Istri sama anak nanti."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro